Bagaimana Teori tentang Hedging?

Teori tentang Hedging

Bagaimana Teori tentang Hedging?

1 Like

Salah satu alasan penggunaan hedging dalam lingkup manajemen risiko adalah untuk meningkatkan nilai pemegang saham. Hal ini berkaitan dengan teori shareholders value maximization theory . Permasalahan yang dapat dikurangi dengan hedging terkait dengan nilai pemegang saham adalah financial distress , underinvestment problem , dan asset substitution problem (Repie dan Sedana, 2014).

Faktor pertama yang memengaruhi penerapan hedging adalah financial distress . Financial distress adalah suatu pengukuran yang mengindikasikan kesulitan dalam pengembalian utang kepada kreditur, atau dapat disebut sebagai pengukur kebangkrutan perusahaan (Putro, 2012). Menurut Rodoni dan Ali (2010), apabila ditinjau dari kondisi keuangan ada tiga keadaan yang menyebabkan financial distress yaitu: faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan modal, besarnya beban utang dan bunga, serta menderita kerugian. Ketiga aspek tersebut sangat berkaitan satu sama lain sehingga perlu dijaga keseimbangannya agar terhidar dari kondisi financial distress . Kebijakan hedging dapat menurunkan probabilitas terjadinya biaya kesulitan finansial, dengan cara mengurangi fluktuasi arus kas atau laba akuntansi (Paranita, 2011). Indikator financial distress yang dapat digunakan untuk penelitian adalah rasio leverage dan rasio profitabilitas (Jiwandhana, 2016).

Faktor kedua yang memengaruhi penerapan hedging adalah masalah asset subtitution. Menurut Myers dalam Ainy (2014) menyatakan bahwasanya perusahaan dengan peluang investasi yang tinggi akan menghadapi masalah dalam menggalang hutang yang disebabkan oleh adanya agency conflict antara shareholder dan debt holders perusahaan. Konflik tersebut muncul karena debt holders mendapatkan fixed income dari biaya utang dan pembayaran pokok bunga, sedangkan shareholder baru akan mendapatkan revenue setelah perusahaan menyelesaikan kewajiban yang harus dibayarkannya kepada debt holders . Oleh karena itu, shareholder akan cenderung untuk memilih project yang lebih berisiko ( asset substitution problem ). Menurut Paranita (2011), kreditur menganggap hal ini sebagai perilaku oportunistik pengalihan risiko pemegang saham, sehingga membebaninya dengan tingkat suku bunga yang tinggi. Pemberian tingkat suku bunga yang lebih tinggi ini dikarenakan debt holder s merasa bahwa tindakan shareholder yang demikian membahayakan posisi debt holder s karena shareholder merupakan limited-liability parties , sehingga bila perusahaan bangkrut debt holder s tidak akan menerima pembayaran atas utang yang telah dipinjamkan kepada perusahaan (Ainy, 2014). Menurut Paranita (2011), kenaikan biaya modal akan mengurangi net present value proyek. Penurunan net present value tersebut menunjukkan assets substitution cost yang muncul akibat pemegang saham mengalihkan proyek berisiko rendah dengan proyek berisiko tinggi. Perusahaan yang meng hedging arus kasnya akan berkurang assets substitution cost nya, dan dibebani tingkat suku bunga yang lebih rendah. Dengan biaya modal yang lebih rendah, net present value proyek akan meningkat sehingga juga meningkatkan shareholder value . Indikator dari Asset subtitution problem yang dapat digunakan adalah rasio Likuiditas (Paranita, 2011).

Faktor ketiga yang memengaruhi penerapan hedging adalah masalah underinvestment . Menurut Myers dalam Repie dan Sedana (2014), Underinvestment problem pada suatu perusahaan muncul ketika risiko-risiko eksternal memengaruhi arus kas internal perusahaan yang mengakibatkan menurunnya kemampuan perusahaan untuk mendanai investasi tertentu. Risiko dari faktor-faktor eksternal seperti fluktuasi tingkat suku bunga, harga komoditas dan nilai tukar berpengaruh secara negatif terhadap arus kas internal perusahaan. Menurut Froot dalam Paranita (2011), dengan kebijakan hedging , perusahaan diproteksi dari fluktuasi arus kas sehingga yakin bahwa arus kas internal memadai untuk mendanai investasi. Indikator dari Underinvestment problem yang dapat digunakan adalah ukuran perusahaan (Paranita, 2011).

Hedging merupakan salah satu manfaat dari futures, yaitu melindungi nilai aset yang dijadikan patokan dari ancaman risiko ketidak pastian perubahan harga di masa depan. Adapun pihak yang melakukan hedging adalah hedger. Para hedger dapat melakukan perdagangan komoditi fisik ataupun non fisik dan juga memanfaatkan kontrak futures untuk menurangi risiko perubahan harga di masa depan (Tandelilin, 2001). Hedging merupakan suatu tindakan pengamanan terhadap suatu harta atau aset yang dimiliki oleh seseorang, sehingga tidak berada dalam posisi memiliki harta netto (posisi kelebihan) atau pada posisi kewajiban netto (posisi kekurangan) dalam dana atau aset tersebut (Lindert dan Kindleberger, 1995).

Menurut Salvatore (1995) hedging merupakan suatu persetujuan yang dilakukan untuk menghindarkan suatu risiko, risiko tersebut dapat berupa risiko kurs (jumlah atau harga mata uang domestik dan mata uang luar negeri). Adapun menurut Gastineau, Smith, dan Todd (2001) dalam Suriawinata (2004), hedging dapat diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk mengurangi risiko dan variabilitas hasil (outcome) yang akan diperoleh. Tindakan-tindakan hedging antara lain diversifikasi, pembelian asuransi, serta penggunaan instrumen-instrumen derivatif (yaitu: option, swaps, forwards, dan futures) untuk meningkatkan kepastian mengenai nilai transaksi yang dilakukan di masa mendatang.

Referensi

https://www.researchgate.net/publication/319272205_Hedging_pada_Dasar_Derivatif_untuk_Menjaga_Stabilitas_Ekonomi_Nasional_di_Indonesia