Bagaimana tatalaksana Sialolithiasis?

Sialolithiasis

Sialolithiasis merupakan sumbatan berapa batu pada saluran air liur. Apa tatalaksana yang tepat untuk sialolithiasis?

Sialolithiasis

Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu Tanpa pembedahan, Pembedahan, Minimal invasif dan Decision Tree.

1. Tanpa pembedahan

Pengobatan klasik silolithiasis (medical treatment) adalah penggunaan antibiotik dan anti inflamasi, dengan harapan batu keluar melalui caruncula secara spontan. Pada beberapa kasus dimana batu berada di wharton papillae, dapat dilakukan tindakan marsupialization (sialodochoplasty).

Sering kali batu masih tersisa terutama bila berada di bagian posterior Warton’s duct, sehingga pendekatan konservatif sering diterapkan.

2. Pembedahan

Sebelum teknik endoskopi dan lithotripsi berkembang pesat, terapi untuk mengeluarkan batu pada sialolithiasis submandibula delakukan dengan pembedahan, terutama pada kasus dengan diameter batu yang besar (ukuran terbesar sampai 10 mm), atau lokasi yang sulit.

Bila lokasi batu di belakang ostium duktus maka bisa dilakukan tindakan simple sphincterotomy dengan anestesia lokal untuk mengeluarkannya. Pada batu yang berada di tengah-tengah duktus harus dilakukan diseksi pada duktus dengan menghindari injury pada n. lingualis. Hal ini bisa dilakukan dengan anestesi lokal maupun general, tapi sering menimbulkan nyeri berat post operative.

Harus dilakukan dengan anestesi general, bila lokasi batu berada pada gland’s pelvis. Pada kasus ini harus dilalakukan submaxilectomy dengan tingkat kesulitan yang tinggi, karena harus menghindari cabang-cabang dari n. facialis.

3. Minimal invasif

  • Lithotripsi
    Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi dengan pendekatan non invasive yang cukup efektif pada sialolithiasis. Setelah berhasil untuk penanganan batu di saluran kencing dan pankreas, ESWL menjadi alternatif penanganan batu pada saluran saliva, dimulai tahun 1990- an. Tujuan ESWL untuk mengurangi ukuran calculi menjadi fragmen yang kecil sehingga tidak mengganggu aliran seliva dan mengurangi simptom. Diharapkan juga fragmen calculi bisa keluar spontan mengikuti aliran saliva

    Indikasi ESWL bisa dilakukan pada semua sialolithiasis baik dalam glandula maupun dalam duktus, kecuali posisi batu yang dekat dengan struktur n. facialis. Inflamasi akut merupakan kontra indikasi lokal dan inflamasi kronis bukan merupakan kontra indikasi, sedangkan kelainan pembekuan darah (haemorrhagic diathesis), kelainan kardiologi, dan pasien dengan pacemaker merupakan kontraindikasi umum ESWL.

    Metode ini tidak menimbulkan nyeri dan tidak membutuhkan anestesia, pasien duduk setengah berbaring (semi-reclining position)

    Shockwave benar-benar fokus dengan lebar 2,5 mm dan kedalaman 20mm sehingga lesi jaringan sekitarnya sangat minimal. Energi yang digunakan disesuaikan dengan batu pada kelenjar saliva, yaitu antara 5 – 30 mPa. Tembakan dilakukan 120 impacts per menit, bisa dikurangi sampai 90 atau 60 impacts per menit. Setiap sesion sekitar 1500 + / - 500 impacts dan antar sesion terpisah minimal satu bulan.

    Keberhasilan ESWL tergantung pada dimensi, lokasi, dan jumlah calculi. Ketepatan posisi (pinpointing) calculi bisa dipandu dengan ultrasonography, echography probe 7,5 Mhz. Calculi dengan ukuran > 10 mm sulit dipecah menjadi fragmen.

    Beberapa penelitian telah melakukan pengamatan dan follow up atas keberhasilan penggunaan ESWL, antara lain Escidier et al mengamati 122 kasus dimana 68% pasien terbebas dari simptom setelah difollow up selama 3 tahun, Cappaccio et al dengan 322 kasus melaporkan 87,6% pasien terbebas dari simptom setelah diamati 5 tahun sejak pengoabatan menggunakan ESWL.

  • Sialendoskopi
    Sialendoskopi merupakan teknik endoskopi untuk memeriksa duktus kelenjar saliva. Teknik ini termasuk minimal invasive terbaru yang dapat digunakan untuk diagnosis sekaligus manajemen terapi pada ductal pathologies seperti obstruksi, striktur, dan sialolith. Prosedur yang dapat dilakukan dengan Sialendoskopi merupakan complete exploration ductal system yang meliputi duktus utama, cabang sekunder dan tersier.

    Indikasi diagnostik dan intervensi dengan Sialendoskopi adalah semua pembengkakan intermitten pada kelenjar saliva yang tidak jelas asalnya. Koch et al lebih khusus menjelaskan indikasinya, antara lain untuk

    1. deteksi sialolith yang samar,
    2. deteksi dini pemebentukan sialolith (mucous or fibrinous plugs) dan profilaksis pembentukan batu,
    3. pengobatan stenosis post inflamasi dan obstruksi karena sebab lain,
    4. deteksi dan terapi adanya variasi anatomi atau malformasi,
    5. diagnosis dan pemahaman baru terhadap kelaianan autoimun yang melibatkan kelenjar saliva,
    6. sebagai alat follow up dan kontrol keberhasilan terapi. Tidak ada kontra indikasi khusus, karena merupakan teknik minimal invasive yang hanya membutuhkan enestesi lokal dan cukup rawat jalan saja, baik pada anak-anak, dewasa maupun usia lanjut.
  • Teknik Intervensi Sialendoskopi.
    Sialendoskopi dilakukan dengan anestesi lokal, papila untuk mencapai kelenjar diinjeksi dengan bahan anestesi (xylocaine 1% dengan epinephrine 1:200000). Papila dilebarkan bertahap dengan probe yang bertambah besar sampai sesuai dengan diameter sialendoskop. Kemudian sialendoskop dimasukkan ke dalam duktus kelenjar saliva diikuti pembilasan dengan cairan isotonik melalui probe. Pembilasan ini dimaksudkan untuk dilatasi duktus dan irigasi debris.

    Duktus kelenjar saliva ini dioservasi mulai dari duktus utama sampai cabang tersier hingga probe tidak bisa masuk lagi, dengan catatan menghindari trauma dan perforasi dinding duktus.

    Bila didapatkan obstruksi, kita bisa menggunakan beberapa teknik untuk mengatasinya. Untuk pengambilan batu dengan diameter < 4 mm pada kelenjar submandibula atau < 3mm pada klenjar parotis, kita dekatkan sialendoskop ke sialolith kemudian kita masukkan ke dalam working chanel sebuah forsep penghisap yang fleksibel dengan diameter 1 mm atau stone extractor (wire basket forcep). Berikutnya batu dihisap dan sialendoskop ditarik dengan forcep penghisapnya.

    Pada kasus dengan batu yang lebih besar, kita memasukkan probe laser helium ke dalam working chanel dan batu dipecah menjadi beberapa bagian kecil-kecil. Kemudian bagian kecil tersebut ambil (removed) dengan teknik yang sama. Sedangkan pada kasus mucus plug, sekret yang lengket dimobilisasi dengan pembilasan dan penghisapan.

    Setelah intervensi Sialendoskopi, dilakukan stenting pada duktus submandibula menggunakan stent plastik (sialostent) selama 2 sampai 4 minggu dengan tujuan

    1. menghindari striktur,
    2. mencegah obstruksi karena udema sekitar orifisium, dan
    3. sebagai saluran irigasi partikel-partikel batu kecil oleh aliran saliva.

    Pemberian hydrocortisone 100 mg injeksi intraductal atau langsung pada daerah striktur juga dapat mempercepat proses penyembuhan pasca sialoendokopi.

4. Decision Tree

Pada tindakan minimally invasive terdapat beberapa pilihan diagnostik maupun terapi untuk managemen sebuah kasus dengan gejala klinis adanya obstruksi pada saluran kelenjar saliva.

Algoritma pada Gambar dibawah ini menjelaskan bahwa pada kasus dengan gejala pembengkakan berulang pada kelenjar saliva yang berhubungan dengan selera makan, dapat menggunakan sialendoskopi atau MR sialografi sebagai pilihan modalitas diagnostik. Sialendoskopi merupakan pilihan utama pada pembengkakan kelenjar unilateral, sedangkan pada kasus kelenjar bilateral direkomendasikan untuk menggunakan MR silaografi untuk melihat tekstur kelenjar, jaringan sekitar, dan sistem duktus beberapa kelenjar.


Gambar Decision Tree untuk Evaluasi dan Managemen Sislolithiasis

Bila didapatkan batu ukuran kecil (< 4 mm submandibular atau < 3 mm parotis) maka dapat diintervensi dengan Wire Basket Extraxion. Pada batu dengan ukuran > 4 mm submandibula atau > 3 mm parotis, batu harus dipecah menjadi bagian yang lebih kecil menggunakan Laser Lithotripsy kemudian dikeluarkan dengan Wire Basket Extraxion. Sedangkan stenosis pada sistem duktus cukup dilakukan dilatasi menggunakan metalic dilator (main duct) atau dengan balloon catheter bila stenosis terjadi pada cabang duktus.