Bagaimana tanggapan anda tentang adanya isu keikutsertaan Aparat kepolisian dan TNI dalam Politik praktis?

Pada dasarnya telah dikatakan oleh Pimpinan TNI memastikan tidak ada perwira aktif yang terindikasi terlibat poltik praktis dengan terlibat mendukung salah satu calon presiden dalam pemilihan presiden pada 9 Juli mendatang. Kedua kubu pasangan Capres dan Cawapres juga telah menjamin tidak adanya keterlibatan perwira dari TNI/Polri aktif, namun isu muncul tentang adanya keterlibatan aparat dalam politik praktis.

Bagaimana tanggapan anda tentang adanya isu keikutsertaan Aparat kepolisian dan TNI dalam Politik praktis?

Berbicara mengenai kepolisian dan TNI, yang notabene adalah aparatur keamanan dan pertahanan negara, yang menjadi tulang punggung pertahanan negara, dan dikenal karena sikap netralnya terhadap hal apapun, termasuk dalam kegiatan politik. Mereka tidak dilarang untuk paham akan politik, akan tetapi keikutsertaan dalam politik terutama dalam politik praktis adalah hal yang tidak dibenarkan, keberpihakan pun dilarang dilakukan oleh aparatur POLRI dan TNI.

Maka menurut saya sangat aneh apabila ada tokoh-tokoh POLRI ataupun TNI yang terlibat langsung dalam politik praktis, mendukung salah satu bakal pasangan calon dan bentuk-bentuk dukungan lainnya.

Namun belakangan ada beberapa media yang mengatakan akan adanya isu keikutsertaansalah satu anggota Kepolisian yang ikut serta dalam politik praktis dimana dalam hal ini ikut mencalonkan diri dalam Pilkada, dapat dilihat di link ini: Komandan Brimob Sudah Lapor Kapolri soal Niat Ikut Pilkada Maluku (2)

Selain itu dalam undang-undang juga telah diatur tentang hal ini, yakni dorongan dari sebagian besar rakyat supaya personel militer dan polisi tidak berpolitik praktis dituangkan dalam sebuah produk legislatif :

“UU No. 34 tahun 2004”,(1) Sudah menggariskan larangan bagi prajurit menjadi anggota partai politik dan kegiatan politik praktis.Amanat undang-undang itu jelas melarang para serdadu maupun polisi untuk memilih dalam pemilihan umum ataupun menjadi anggota legislatif. Bahkan dengan undang-undang itu, anggota TNI dan Polri dilarang untuk duduk dalam jabatan politis lainnya, seperti gubernur, bupati ataupun walikota.

Sumber :

(1) diakses dari http://www.ui.progresif.org/tag/konservatif/ Pada tanggal 5 Desember 2017, Pukul 00.06 WIB
(2) diakses dari http://www.nasional.kompas.com, Pada tanggal 5 Desember 2017, Pukul 00.07 WIB

Sejarah keikutsertaan TNI dan POLRI dalam politik praktis telah dilakukan sejak masa Orde Baru. Saat itu, TNI dan POLRI dengan mudahnya mendapatkan jabatan. Konsep yang bernama Dwi Fungsi ABRI yang diciptakan oleh A.H. Nasution. Dwifungsi ABRI adalah suatu doktrin di lingkungan Militer Indonesia yang menyebutkan bahwa TNI memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara. Pada masa reformasi konsep Dwi Fungsi telah digulingkan bersama Orde Baru.

Menjelang pemiihan kepala daerah 2018 dan Pilpres 2019 terdapat isu-isu tentang keikutsertaan TNI dan Polri. Salah satunya yang terkena isu tentang pencalonan diri yaitu Budi Gunawan dan Gatot Nurmantyo. Apabila mengarah pada Undang-Undang No. 34 tahun 2004 pelarangan TNI dalam mengikuti politik praktis. Undang-undang No. 34 tahun 2004 pasal 2 menyatakan:

Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.

Seperti halnya TNI yang tidak boleh mengikuti politik praktis. POLRI juga ditegaskan tidak boleh ikut serta dalam politik praktis. Hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2002 pasal 28 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa:

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

(2) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.

Akan tetapi apabila TNI dan POLRI benar-benar mengikuti Pemilu diharuskan mengundurkan diri dari aparat negara. Hal seperti ini pernah dilakukan oleh Agus Murti Yudhoyono dalam pemilihan Gubernur di Jakarta. Ini diperkuat UU No. 34 tahun 2004 pasal 47 ayat 1 dan UU No. 2 tahun 2002 pasal 28 ayat 3 yang menyatakan bahwa:

UU No. 34 tahun 2004 pasal 47 ayat 1

Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan

UU No. 2 tahun 2002 pasal 28 ayat 3

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.


Rujukan:

  1. Diakses melalui Dwifungsi ABRI - Kompasiana.com
  2. Diakses melalui https://docs.google.com/viewerng/viewer?url=http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/10/UU-Nomor-34-Tahun-2004-tentang-Tentara-Nasional-Indonesia.pdf&hl=en_US
  3. Diakses melalui http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt571f3bdcdd218/aturan-mundur-tidaknya-anggota-tni--polri-dan-pns-mesti-merujuk-uu-sektoral

Keikutsertaan aparat kepolisisan dan TNI dalam Politik memang tidak dibenarkan dalam sistem demokrasi di Indonesia. Terlepas dari Hak Asasi Manusia (HAM) unttuk memberikan suaranya dan ikut serta dalam politik di Indonesia, Tugas dan fungsi dari Polri dan TNi adalah tugas untuk menjaga stabilitas keamanan di Indonesia termasuk tentang menjaga pertarungan politik di dalam negara. seyogyanya Polri dan TNI ini bersikap netral dalam hal perpolitikan.

Kembali pada sejarah bahwa kestabilan pemerintahan di Indonesia pernah goyang karena adanya ikut serta ABRI (sekarang TNI) dalam pemerintahan di Indosia. Dwi fungsi ABRI ini semakin menambah kekuatan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang. Misal pada masa pemerintahan Soeharto yang menyebabkan kekuatan pemerintahan mutlak, kesewenang-wenangan pemerintah kepada masyarakat yang kontra dengan kebijakan yang dibuat, meninggalkan mahasiswa yang harus tewas karena menyuarakan aspirasinya sebagai artikulasi kepentingan.

Saya setuju dengan UU yang sudah dikemukakan pada komentar sebelumnya yang berisi bahwa aparat tidak boleh ikut serta dalam politik praktis kecuali ia berhenti atau mengundurkan diri sebagai aparat. Tugas Negara tidak kalah penting dibandingan dengan politik di Indonesia yang sebenarnya tidak bisa dihindari bahwa dalam menjaga keamanan negara ada hal-hal yang bersifat poitis di dalamnya. saya sangat setuju dengan tulisan ini “TNI-POLRI Dilarang Berpolitik” yang menjelaskan alasan dan dampak bila polri dan TNI ikut dalam politik praktis.

Tujuan dari politik praktis adalah untuk memegang kekuasaan negara atau untuk mendapat kedudukan di dalam kekuasaan negara. Politik praktis sangat berbahaya karena menghalalkan segala cara untuk menjegal taktik dan strategi lawan politik. Hal tersebut banyak terjadi pada saat ini. Hendaknya berpolitik kebangsaan dengan sehat agar demokrasi juga berjalan sehat.

Fungsi TNI dan Polisi hanyalah sebagai Memelihara keamanan dan ketertiban masyakaray(polisi) sedangkan TNI adalah sebagai alat negara untuk Mempertahankan negara. Lalu bila Polisi dan TNI iku serta dalam Politik siapa lagi yang akan menjaga keamanan dan mempertahankan Negara kita.

Berbicara mengenai TNI dan Polri maka akan berkaitan dengan stabilitas keamanan dan pertahanan negara, karena kedua Badan Keamanan tersebut lah yang menjadi garda terdepan negara. Dengan adanya keterlibatan politik banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat karena netralitas Pemilihan Umum pada TNI dan Polri sudah diatur tegas dalam konstitusi.

Masuknya TNI dan Polri ke dalam politik praktis sama hal nya dengan mengingkari ikrar dan profesionalisme pada negara, meski sudah diatur sedemikian rupa dalam konstitusi fakta yang terjadi di beberapa daerah justru sebaliknya, masih terdapat ketidaknetralan anggota dalam bertugas. Di dalam negara demokrasi juga tidak dibenarkan tentang adanya TNI dan Polri dalam politik praktis dengan alasan apapun.

Contoh nyata keterlibatan militer yang terjun dan terlibat dalam politik praktis adalah pada saat Era Orde Baru, yang mana pada saat itu TNI dan Polri berada dalam satu atap bernama ABRI. Maka dari itu dapat dilihat bahwa peranan ABRI pada saat itu lebih cenderung dan lebih terlihat mononjol pada bidang politik. Pada saat itu anggota TNI dan Polri menduduki jabatan strategis, seperti Gubernur, Bupati, Menteri. Bahkan dalam proses Pemilihan Umum ABRI berusaha mengawasi dan mengintervensi pelaksanaan Pemilihan Umum,

Upaya untuk mengeluarkan ABRI dari kehidupan politik sangat sulit, membutuhkan waktu 32 tahun. Dimulai dari pencabutan doktrin Dwifungsi yang disertai dengan larangan anggota militer untu terjun dalam kehidupan politik praktis.

Dalam negara Demokrasi seharusnya Elit Sipil menempatkan militer tetap pada fungsi dan perannya masing-masing. disebutkan dalam Undang - Undang Polri No. 2/2002 di dalam Pasal 28 Ayat 1 menyebutkan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis”

Anggota TNI dan Polri hanya boleh mencalonkan sebagai kandidat dalam pemilihan jika telah pensiun atau mengundurkan diri dari jabatannya. Kedua Badan ini memiliki jiwa yang esprit de corps dan struktur yang hierarki sepanjang mereka masih berstatus sebagai anggota maka peluang besar terjadinya penyalahgunanaan wewnang (abuse of power) untuk memenangkan pemilihan yang diikuti anggota TNI dan Polri tersebut. Dikhawatirkan akan membuka kemungkinan untuk anggota TNI dan Polri terlibat lagi dalam dunia politik yang lebih luas.

Sumber :
Dikutip dari www.imparsial.org/publikasi/opini/tni-polri-dilarang-berpolitik/
Dikutip dari https://news.detik.com/berita/3029867/sby-kaum-politisi-jangan-goda-tni-dan-polri-terjun-ke-politik-praktis