Topik ini sudah lama, tetapi masih menarik saya untuk ikut memberi pandangan. Sebagaimana keresahan terhadap sinetron pada tahun 2016 (saat topik ini dibuat), sinetron saat ini tidak memiliki banyak perubahan. Jujur, terakhir saya benar-benar mengikuti (menonton rutin) sinetron itu berjudul Arti Sahabat, tentang persahabatan dan percintaan anak sekolahan. Dan lihatlah, masih begitu banyak sinetron saat ini yang juga bertema sekolahan dan ceritanya 12-13 satu sama lain. Mirisnya, meski bertema sekolahan, fokusnya bukan pendidikan (bahkan mungkin tidak ada ke arah situ sama sekali), melainkan hanya kehidupan percintaan para remaja yang terlalu menye-menye aka didramatisasi. Selain kehidupan percintaan anak sekolahan, tema lain yang hampir itu-itu saja juga cerita klise antara si kaya dan si miskin, lalu kehidupan rumah tangga yang seakan penuh konflik untuk memberi pesan moral kepada penonton, tetapi pergerakan ceritanya begitu lambat dan bertele-tele alias tidak ada fokus.
Sepertinya, produser—dan semua pihak terlibat dalam memproduksi sinetron—tidak terlalu mementingkan kualitas produksinya, yang penting pasarnya masih ada. Sinetron keluarga yang menguras emosi biasanya banyak ditonton ibu-ibu (meski tetap sambil misuh-misuh sendiri nontonnya, tetap juga ditonton), sinetron anak sekolahan biasanya ditonton ABG atau remaja yang belum bisa memilih dan memilah tontonan, jadi memang pasarnya masih ada sehingga sinetron tetap bertahan meskipun kualitasnya menurun. Belum lagi yang menghujat, menjadikannya meme, secara tidak langsung ikut mempromosikan sinetron itu sendiri, pun menandakan masih banyak juga ternyata yang menaruh perhatian pada sinetron meskipun dalam sisi negatifnya.
Untuk anak-anak yang lebih akrab dengan televisi, mestinya orang tua tetap memantau tontonan mereka, masih ada tayangan yang bisa mendidik dan sesuai dengan anak-anak, jangan biarkan sinetron menjadi konsumsinya. Selain bukan saatnya, manfaatnya juga samar—malah mungkin lebih banyak hal negatifnya. Untuk yang tidak suka, cukup tidak usah ditonton, tidak perlu memberi “panggung” terhadap hal yang buruk menurut kita.
Terakhir, saya selalu bermimpi sinetron kita bisa bersaing dengan serial luar. Saya suka berangan-angan sinetron akan punya cerita yang punya fokus dengan episode belasan atau maksimal puluhan saja, agar fokus cerita tidak melebar ke mana-mana. Tidak usah muluk-muluk dulu punya produksi dengan sinematografis apik, penggunaan CGI mulus, dll.), yang penting kualitas cerita bisa diperbaiki dan meningkat, tidak hanya memberi hiburan, tetapi juga pelajaran bagi penontonnya.