Bagaimana Tahapan-Tahapan Cinta Berkembang diantara Individu?

tahapan cinta

Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang.

Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apa pun yang diinginkan objek tersebut.

Bagaimana tahapan-tahapan cinta berkembang diantara individu ?

Perasaan mencinta tidaklah didapat dalam waktu singkat. Perasaan cinta membutuhkan waktu dan usaha dalam meraihnya.

Terdapat beberapa tahapan untuk dapat menyimpulkan bahwa kita mempunyai perasaan mencinta dengan orang lain.

1. Tahap pertama, dapat disebut tahap perkenalan.

Pada tahap ini dua orang mulai mengenal satu sama lain. Terbentuk kesan pertama, dan selanjutnya terjadi interaksi. Banyak hubungan yang tidak pernah berlanjut melebihi tahap ini. Banyak perkenalan yang hanya berakhir dengan perkenalan saja. Kunci utama dari tahap pertama ini adalah kesan.

Semakin besar kesan yang diterima, maka semakin besar kemungkinan hubungan antar individu akan berlanjut ke tahap berikutnya.

2. Tahap kedua, pembentukan hubungan yang nyata.

Pada tahap ini terjadi peningkatan saling ketergantungan. Terjadi peningkatan interaksi dan kehendak untuk saling membuka diri; mulai meluangkan waktu dan energi untuk hubungan tersebut; mengkoordinasikan aktivitas satu sama lain; dan mengantisipasi interaksi-interaksi yang menyenangkan di masa yang akan datang.

3.Tahap ketiga, adalah tahap mempererat hubungan.

Kemajuan dalam tahap ini tidak selalu mulus. Dapat terjadi ketegangan di antara keduanya. Misalnya, pasangan yang bercinta, seringkali mengidealkan pasangannya, namun seringkali menemukan karakteristik-karakteristik yang tidak ideal pada pasangannya.

Pada tahap ini kemungkinan terjadi kecemburuan, sebagai akibat pertumbuhan komitmen. Terdapat ungkapan “Cemburu selalu lahir bersamaan dengan lahirnya cinta”.

White (1981) serta White & Mullen (1989) menunjukkan bahwa terdapat dua faktor umum yang ada pada reaksi cemburu : kebutuhan untuk memiliki hubungan yang eksklusif dan perasaan kurang/ tidak cakap (inadequacy).

Pada laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan dalam memaknai kecemburuan.

Pada laki-laki, kecemburuan seringkali berhubungan dengan harga diri (self-esteem), khususnya bahwa respek terhadap pasangan merupakan sumber harga diri, dan bahwa hal ini tergantung sejauh mana dia mendukung keyakinan-keyakinan akan peran gender tradisional. Dengan kata lain, kecemburuan pada laki-laki tampaknya lebih berhubungan erat dengan status.

Pada perempuan, kecemburuan terutama berhubungan dengan ketergantungan yang kuat terhadap hubungan itu sendiri.

Meskipun kecemburuan dapat menjadi ancaman dalam perkembangan hubungan, namun hal ini tidak selalu dialami.

4. Tahap ke empat, merupakan tahap perkembangan komitmen yang nyata.

Pada tahap ini terjadi perubahan perasaan-perasaan dan perilaku. Salah satu perubahan yang ada adalah terjadinya peningkatan kepercayaan (trust). Dalam hal ini kita dapat mempertimbangkan tiga macam kepercayaan terhadap pasangan :

  • Kepercayaan yang mencakup predictability, yaitu kemampuan untuk meramalkan apa yang akan dilakukan oleh pasangannya.
  • Kepercayaan yang berimplikasi dependability, yaitu mengembangkan asumsi tertentu tentang karakteristik dan kecenderungan- kecenderungan internal dari pasangannya.

Predictability maupun dependability diperoleh berdasarkan pengalaman dan fakta yang telah lewat.

  • Kepercayaan yang berimplikasi faith. Pada tahap ini orang memandang kedepan, yakin bahwa outcome (hasil) tertentu akan dicapai.

Dalam hubungan yang erat, cinta dan kebahagiaan terkait erat dengan tiga elemen kepercayaan ini.

Pada beberapa kasus, perkembangan komitmen nyata yang dicapai pada tahap ke empat ini merupakan hasil perkembangan dari cinta. Namun demikian pada kasus di mana masyarakat mengatur perkawinan sebagai suatu keharusan, komitmen merupakan hasil dari kesepakatan formal, dan selanjutnya keterlibatan emosional serta cinta berkembang mengikuti lahirnya komitmen tersebut.

Berdasarkan penelitian Marc Blais (Blais, Sabourin, Boucher, & Valeran, 1990) terhadap subjek yang rata-rata umurnya 38.1 tahun dan telah berpasangan rata-rata selama 12.6 tahun, ditemukan bahwa :

individu yang berpasangan dalam jangka panjang yang motivasi komitmennya bersifat internal (benar-benar karena pilihannya; bukan karena menghasilkan reward, menghindari punishment, atau menghindari rasa bersalah), merasakan perilaku-perilaku mereka yang berorientasi pada hubungan sebagai hal yang menyenangkan (positif). Persepsi semacam ini berhubungan langsung dengan kebahagiaan mereka dalam berelasi.

Lebih lanjut, Blais dkk menemukan bahwa motivasi-motivasi dari pihak perempuan (bukan dari pihak laki-laki), mempengaruhi persepsi pasangannya (secara nyata memang kita dapat melihat bahwa dalam suatu hubungan, persepsi masing-masing pihak akan mempengaruhi persepsi pihak lain). Hal ini menunjukkan bahwa perempuan memainkan peran yang lebih besar dalam mengembangkan dan mengelola hubungan dari pada laki- laki.