Bagaimana Syarat Pembentukan Negara berdasarkan Hukum Internasional?

Syarat Pembentukan Negara berdasarkan Hukum Internasional

Bagaimana Syarat Pembentukan Negara berdasarkan Hukum Internasional?

Pengaturan tentang negara telah banyak tertuang di dalam hukum internasional. Tidak hanya terbatas tentang syarat pemebentukan negara, tetapi juga meliputi segala aspek yang menyertai keberadaan negara itu sendiri. Pengaturan atas hukum terkait negara memiliki peranan yang penting mengingat negara merupakan hal terpenting atau yang paling utama dalam hukum internasional itu sendiri .

Sebagai bagian utama dari hukum internasional maka pengaturan negara merupakan hal yang wajib untuk ditentukan dan disepakati oleh seluruh negara maupun komponen yang berkaitan dengan negara itu sendiri didalam pergaulan internasional. Upaya-upaya dalam pengaturan tentang negara sebagai subyek hukum utama internasional telah banyak dilakukan mengingat keberadaan negara akan berkaitan dengan unsur dasar yang ada pada negara itu sendiri yaitu penduduk, wilayah, dan pemerintahan.

Pengaturan terkait negara sering dilakukan dalam bentuk perjanjian atau Konvensi yang dilakukan oleh 2 atau lebih negara seperti Konvensi Montevideo, Konvensi Jenewa, Konvensi Wina dll. Pembentukan negara secara hukum internasional sendiri di atur secara jelas dan tegas. dengan apa yang terdapat dalam Konvensi Montevideo pembentukan negara meliputi 4 unsur yang wajib terpenuhi.

Penyertaan kemampuan untuk melakukan hubungan diplomatik menjadi hal yang sangat erat kaitannya dengan hukum dan hubungan internasional. Kemampuan untuk melakukan hubungan diplomatik menandakan adanya pengakuan atas keberadaan negara itu sendiri secara internasional .

Pengakuan atas suatu negara oleh negara lain juga dapat menandakan bahwa negara tersebut berdaulat, diakui dan dihormati oleh negara lainnya. Seluruh konsepsi tentang pendirian negara dan penghormatan maupun pengakuan atas negara oleh negara lain pada dasarnya mengakar pada perjanjian damai westphalia ( Westphalia Agreement ). Perjanjian ini menjadi pedoman dasar dalam pembentukan negara-negara modern pada saat ini yang di dalamnya merumuskan bahwa ciri utama negara memiliki 3 unsur dasar yaitu wilayah, penduduk, dan kedaulatan.

Kedaulatan dalam hal ini dapat diartikan bahwa negara tersebut memiliki kekuasaan penuh untuk mengatur negaranya sendiri. Hal ini tentu di iringi dengan bagaimana negra tersebut mendapatkan kedaulatannya dan bagaimana negara lain mengakui kedaulatannya . Kedaulatan yang dimiliki oleh negara tidak datang dengan sendirinya tetapi di dapatkan dengan cara-cara yang dilakukan oleh negara itu sendiri. Kadulatan atas negara dari segi bagaimana cara mendapatkannya pada umumnya dibagi dalam 5 cara:

  1. Mengakui wilayah yang tidak bertuan, atau wilayah yang sudah tidak diakui oleh negara manapun.

  2. Menduduki suatu wilayah dalam jangka waktu lama, dan tidak ada negara lain yang menggagnggu atau mengakui atas pendudukan wilayah tersebut.

  3. Pemisahan diri. Cara ini merupakan cara paling umum digunakan pada model negara-negara modern. Pemisahan dapat dilakukan dalam berbagai cara dan bentuk, mulai dari self-determination, pemeberontakan, referendum, dsb.

  4. Mengakui suatu wilayah yang terjadi karna adanya gejala alam, seperti sedimentasi maupun gejalagejala geologi lainya.

  5. Mengakui suatu wilayah dengan cara merebut wilayah tersebut dari negara lain. Cara ini pada dasarnya dapat berlaku tetapi secara internasional tidak dianggap sebagai cara yang legal secara hukum untuk dilakukan.

Berdasarkan cara-cara ini suatu negara dapat mendapatkan kedaulatan dari segi bagaimana negara tersebut mendapatkan wilayahnya. Ke-lima cara ini digunakan oleh negara dan diatur dalam hukum internasional, hanya cara ke-lima saja yang oleh hukum internasional melalui PBB dinyatakan sebagai cara yang tidak direstui untuk digunakan. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa cara ini untuk digunakan nantinya.

Berbicara tentang kedaulatan maka hukum internasional-lah yang menentukan apakah kedaulatan suatu negara legal secara hukum, karna interpretasi atas kedualatan negara sendiri tentu mengkuti hukum internasional yang berlaku sesuai dengan praktiknya. Secara garis besar tentang bagaimana kedaulatan diakui oleh hukum internasional dibagi dalam 2 (dua) jenis. Yaitu secara de facto dan de jure . Merujuk pada negara indonesia dalam sejarahnya, indonesia pada awal pendiriannya bahwa secara de jure indonesia diakui kemerdekaannya oleh negara mesir tetapi secara de facto indonesia masih mengalami pasang surut atas penguasaan terhadap wilayah kedaulatannya sendiri. Negara dengan pengakuan secara de jure berarti negara tersebut telah diakui atau memenuhi syarat untuk membentuk negara dan kedaulatannya secara hukum diakui. Sedangkan negara de facto berarti negara tersebut secara fakta kejadian dilapangan dapat memenuhi syarat hukum internasional untuk menjadi negara dan diakui kedaulatannya .

Pengakuan secara de facto dan de jure tidak dapat dipashakan satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh dalam penerapan de facto , pada perang dunia ke-2 (dua) nazi jerman berhasil menguasai sebagian besar wilayah eropa mulai dari perancis sampai dengan sebagian kecil wilayah rusia. Seluruh wilayah pendudukan nazi jerman pada saat itu dikuasai secara aktif dan efektif. Penerapan hukum, pemerintahan, dan keamanan berjalan dengan aktif. Tetapi tidak serta merta apa yang dilakukan oleh nazi jerman diakui atau direstui oleh internasional. Benar adanya jika nazi jerman secara fakta riil lapangan dapat menjalankan fungsi negaranya di dalam daerah kekuasaannya. Tetapi kedaulatan tidak hanya berbatas pada fakta kejadiaan, tetapi juga bagaimana cara dalam mendapatkannya serta bagaimana internasional memandangnya. Pengakuan secara kedaulatan secara hukum merupakan pelengkap dari de facto , tetapi de jure tanpa de facto -pun tidak dapat diterapkan. Merujuk pada kejadian pada perang dunia ke-2, negara perancis yang kalah oleh nazi jerman kehilangan hampir seluruh wilayah yang dimilikinya. Tetapi secara de jure perancis dengan pemerintahan sebelumnya yang pada saat itu berada dalam pengasingan tetap merupakan pemilik sah atas wilayah perancis, internasional tetap mengakui bahwa wilayah perancis adalah milik pemerintah perancis walaupun dalam pengasingan. Tetapi secara de facto pemerintah perancis tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai penguasa sah atas wilayah perancis itu sendiri .

Melihat adanya pengakuan secara de facto tidak dapat memisahkan dengan keadaan riil yang ada dilapangan. Penduduk, wilayah dan pemerintahan adalah hal yang dapat terliihat nyata di dalam suatu negara. Penduduk dan wilayah adalah hal yang jelas dan tak dapat terbantahkan, menjadi demikian karna penduduk dan wilayah adalah hal yang statis. Penduduk tentu akan ada dalam suatu wilayah berapapun jumlahnya, dua hal ini ada dan tidak dapat dipisahkan satu denganlainnya. Tetapi pemerintahan tidak demikian, pemerintahan hadir setelah adanya penduduk dan wilyah. Jika merujuk pada konsep ketata negaraan, pemerintah atau penguasa atas penduduk dan wilayah tersebut ada karna berbagai alasan. Pemerintahan dapat hadir karna adanya konsepsi bahwa penguasa ada karna keinginan tuhan, penguasa ada karna adanya kontrak sosial, penguasa ada karna kehendak rakyat, dsb. Apapun alasan untuk hadirnya pemerintahan pada dasarnya hadir karna adanya kebutuhan dari penduduk dalam wilayah itu sendiri. Tetapi pemerintahan tentu bukan hal yang statis, pemerintahan akan terus berkembang entah dalam bentuk positif ataupun negatif .

Pemerintahan dalam suatu negara tentu memiliki penduduk dan wilayah. Dalam Konvensi Montevideo pasal 1 ayat 1 mencantumkan frasa “ permanent poppulation ”. Penduduk yang dimaksud dalam Konvensi Montevideo adalah penduduk yang tetap. Tidak ada syarat minimal jumlah penduduk yang harus di penuhi. Jika melihat contoh seperti negara-negara di kepulauan Karibia, Mincronesia, dan Polynesia terdapat negara yang jumlah populasinya hanya beberapa puluh atau ratus ribu saja, tetapi tetap menikmati status sebagai negara dan diakui secara internasional.

Penduduk ini sendiri tidak harus terpaku pada satu wilayah saja, penduduk dalam bentuk nomaden dalam kasus seperti negara kenya, yang dimana penduduknya pada perbatasan dengan tanzani kerap berpindah kedalam wilayah negara tanzania secara berkala. Tetapi hal ini sudah dilakukan bahkan sebelum ke dua negara ini sendiri dinyatakan berdiri. Kejadian perpindahan penduduk ini terjadi secara rutin dan hanya melingkupi wilayah perbatasan kedua negara ini saja, yang secara umum tidak mengganggu stabilitas populasi dari kedua negara ini sendiri. Maka tetap dapat di anggap sebagai penduduk dalam wilayah negara tersebut karna penduduk tetap juga dapat di artikan sebagai komunitas yang stabil .

Konvensi Montevideo menetapkan menjelaskan wilayah sebagai yang pasti atau tetap. Tetap dalam artian wilayah menyagkut eksistensi wilayah ini sendiri. Jika wilayah yang diklaim merupakan wilayah yang hanya muncul dalam waktu tertentu saja maka secara logika dapat dikatan bahwa negara ini adalah negara musiman yang muncul hanya dalam waktu tertentu saja. Hal ini tidak dapat dikatakan sebagai wilayah negara. Wilayah negara sendiri tidak harus bebas dari sengketa ataupun sudah pasti batas-batas wilayahnya, bahkan saat negara baru berdiri sekalipun. Sebagai contoh adalah Israel, Israel saat berdiri tidak menguasai seluruh wilayah yang telah ditetapkan pada saat pendiriannya. Bahkan Israel sejak awal terlibat sengketa wilayah dengan negara-negara tetangga nya. Berdasarkan jasa negara Inggris orang-orang yahudi eropa diberikan hadiah atas tanah jajahan Inggris pada saat itu, dan ditetapkan bahwa orang-orang yahudi dapat menempati wilayah Palestina yang mengakibatkan ada nya sengketa atas wilayah ini. Tetapi secara internasional Israel tetap diakui sebagai negara walaupun jelas-jelas belum menyelesaikan sengketa atas wilayahnya .

Pemerintahan selain menjadi syarat atas pembentukan negara, pemerintahan juga menjadi penggerak sekaligus pelindung atas penduduk yang ada pada suatu wilayah yang diklaimnya. Jika melihat wilayah, tidak juga dijelaskan minimal luas wilayah yang harus dimiliki sautu negara dalam pendiriannya. Tetapi menjadi penting adalah wilayah ini memiliki kemungkinan untuk beroprasi sebagai negara. Maka pemerintahan di atas wilayah ini juga yang menentukan eksistensi suatu negara di atas wilayah tersebut.

Kemampuan pemerintahan dalam mengatur wilayahnya menjadi penting, karna pemerintahan berperan sebagai pelindung penduduk atas wilayah itu sendiri. Jika penduduk pada suatu wilayah tidak dapat dijangkau oleh pemerintah pusatnya, dan jika hal ini terjadi dalam skala besar maka pemerintahan dapat dikatakan tidak hadir dalam wilayah tersebut. Dan ketidak hadiran pemerintahan dapat menandakan bahwa pendudukan di wilayah ini berdiri sendiri serta terpisah dari pemerintahan lainnya. Maka penduduk atas wilayah ini dapat saja mengupayakan untuk menentukan nasibnya sendiri .

Melihat kasus Kosovo yang dimana pemerintahan Serbia pada saat itu tidak dapat menunjukan otoritasnya di daerah serta di tambah adanya keinginan untuk memerdekakan diri, maka rakyat Kosovo mengupayakan memerdekakan diri. Pada 17 Februari 2008 melalui parlemen kosovo mendeklarasikan kemerdekaannya dan tidak lama kemudian beberapa negara mengakui kemerdekaan Kosovo .

Pemerintahan menjadi syarat dalam pembentukan negara jika merujuk pada Konvensi Montevideo tetapi pernyataan ataupun penjelasan pemerintahan yang dimaksud memang tidak dijelaskan secara spesifik. Menyatakan pemerintahan sebagai syarat secara de jure saja ataukah wajib ada pemerintahan yang dapat menjalankan pemerintahan secara efektif, hal ini belum dinyatakan secara jelas. Jika merujuk kembali pada kondisi pada saat tulisan ini disusun, maka negara dengan pemerintahan tetapi dapat dikatakan tidak dapat menjalankan fungsinya secara menyeluruh dalam wilayahnya di contohkan adalah somalia. Somalia memang dinyatakan sebagai negara, tetapi secara umum pemerintahan somalia mengalami keruntuhan.

Banyak hal menjadi penyebab runtuhnya pemerintahan somalia. Kekacauan dalam skala nasional menyebabkan kemampuan pemerintah pusat somalia tidak dapat menjalankan funsi nya ke seluruh pelosok wilayahnya. Secara umum benar adanya jika mengatakan bahwa somalia memiliki pemerintahan tetapi secara efektifitas somalia tidak dapat menjalankan pemerintahannya. Kembali kepada syarat pemerintahan yang tercantum dalam pembentukan negara di Konvensi Montevideo dengan hanya menyatakan pemerintahan maka kata-kata ini merujuk pada adanya pemerintahan dalam wilayah dengan penduduk didalamnya. Efektifitas dalam pemerintahan pada dasarnya bukan merupakan hal yang dapat di ukur secara hukum, Karna dalam menjalankan pemerintahan sendiri politik merupakan intrumen penggeraknya. Pemerintahan cukup diakui secara de jure dan secara de facto merupakan kondisi yang dimana pengakuan negara lain berperan .

Konvensi Montevideo pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa negara harus memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan diplomatik. Menjadikan kemampuan untuk melakukan hubungan diplomatik menjadi syarat dalam pendirian negara tentu memiliki arti. Suatu negara atau bahkan cikal bakal negara baru jika merujuk pada perjanjian damai westphalia maka negara harus memenuhi 3 unsur untuk menjadi negara. Penduduk, wilayah, dan kedaulatan atau pemerintah berdaulat merupakan hal yang dapat dimiliki oleh negara dengan usaha dari negara itu sendiri. hal-hal ini tidak perlu adanya bantuan atau keterlibatan oleh internasional dalam proses memperolehnya, lalu mengapa menjadikan kemampuan untuk melakukan hubungan diplomatik sebagai syarat dalam pendirian negara? Hal ini tentu dilakukan dengan alasan-alasan. Pengakuan atas kemerdekaan, independensi, ataupun kedaulatan negara tentu tidak datang hanya karna negara itu memiliki pemerintahan yang secara efektif dan aktif dapat melakukan fungsinya atas penduduk, dan wilayah yang dimilikinya. Adanya deklarasi untuk menyaktakan bahwa negara termaksud merdeka dan independen tanpa dapat di intervensi oleh negara lain tidak dipergunakan dalam rangka kepentingan internal negra, tetapi tentu demi mendapatkan pengakuan dari negara lain bahwa negara tersebut merdeka seutuhnya. Jika suatu negara mampu untuk melakukan hubungan diplomatik dengan negara lain maka mencirikan bahwa negara penerima diplomatik mengakui keberadaan negara pengirim diplomatik. Konsep saling mengakui kedaulatan antar negara selain secara internasional menjadikan negara tersebut legal untuk berdiri, juga berfungsi untuk saling memperkuat satu dengan lainnya. Pendeklarasian tanpa ada yang mengakui bahwa deklarasi itu telah terjadi maka hanya menjadikan negara tersebut hadir secara de facto dan setiap negara yang memiliki kepentingan atas penduduk dan wilayah yang sama didalamnya tentu memiliki hak penuh untuk melakukan tindakan perlawanan atas deklarsi tersebut, hal ini dapat saja berimplikasi menjadikan deklarasi tersebut sebagai tindakan pemberontakan ataupun tindakan melawan hukum internasional secara menyeluruh. Maka menjadikan kemampuan untuk melakukan diplomatik hadir tidak hanya sebagai syarat secara legal tetapi juga untuk memperkuat de facto itu sendiri .

Pengakuan atas negara secara internasional adalah persoalan politik. Politik yang menetukan apakah negra baru dapat menjadi subjek hukum internasional atau tidak. Dan tentunya politik ini merupakan politik dalam hubungan anatar negara . De facto dan de jure seperti di jelaskaan sebelumnya memang dapat digunakan sebagai metode dalam menentukan apakah negara baru panatas menjadi subjek hukum internasional, terlebih politik internasional juga menjadi penentu. Seperti dijelaskan sebelumnya de jure merupakan pengakuan yang dilakukan dengan mengacu pada hukum intenasional, benar adanya jika de facto mengacu pada hukum internasional tetapi de jure memandang pengakuan terhadap negara lain melalui caracara formal seperti melalui nota diplomatik, hukum, ataupun deklarasi, seperti contoh pengakuan mesir pada indonesia .

Pengakuan melalui de jure saja tentu tidak akan cukup, karna pengakuan dengan cara ini saja dapat menimbulkan ambiguitas dan banyaknya mucul interpretasi. Maka metode de facto digunakan setelahnya. Jika dikatakan de facto sebagai metode kedua dalam pengakuan terhadap negara maka yang membedakan metode ke dua dan pertama adalah pada titik legal formalnya.

Pengakuan secara de facto sering digunakan sebagai antisipasi atas kemungkinan munculnya permasalahan bilateral dengan negara lain, tetapi juga berfungsi sebagai pengakuan secara langsung. Dalam hubungan internasional demi mendapatkan pengkuan sesuai dengan kebiasaan internasional sering dilakukan dalam bentuk saling membuka hubungan diplomatik, kepala negara yang saling mengunjungi, melakukan kerjasama bilateral, ataupun mengakui passport negara lain, hal-hal tersebut dapat menunjukan bahwa pengakuan atas negara lain telah diberikan .

Sesuai dengan pelaku utama hubungan internasional adalah negara, maka yang menjadi perhatian utama hukum internasional adalah hak dan kewajiban serta kepentingan negara. Negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, bahkan menjadi subjek hukum internasional yang pertama dan utama serta terpenting (par excellence). Negara menjadi subjek hukum internasional yang pertama-tama, sebab kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama-tama yang mengadakan hubungan internasional. Negara sebagai suatu kesatuan politik dalam hukum internasional yang juga sifatnya keterutamaannya maka suatu negara harus memiliki unsur-unsur tertentu berdasarkan hukum internasional. Aturan hukum internasional yang disediakan masyarakat internasional dapat dipastikan berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati oleh negara apabila mereka saling mengadakan hubungan kerjasama32. Untuk lebih jelasnya lagi dalam merumuskan pengertian suatu negara berdasarkan hukum internasional dapat kita lihat pada ketentuan Konvensi Montevidio tahun 1993 mengenai hak - hak dan kewajiban - kewajiban negara (Rights and Duties of States) yang menyebutkan bahwa suatu negara dapat dikatakan sebagai subjek hukum internasional apabila telah memiliki unsur-unsur, yaitu :

Penduduk yang tetap

Penduduk yang dimaksud disini yaitu sekumpulan manusia yang hidup bersama di suatu tempat tertentu sehingga merupakan satu kesatuan masyarakat yang diatur oleh suatu tertib hukum nasional, tidak harus yang berasal dari rumpun, etnis, suku, latar belakang kebudayaan, agama ataupun bahasa yang sama. Akan tetapi penduduk tersebut haruslah menetap di suatu tempat, walaupun sudah ada penduduk asli yang mendiami tempat tersebut.

Wilayah tertentu

Untuk wilayah suatu negara tidak dipengaruhi batas ukurannya. Walaupun pernah terjadi negara yang wilayah negaranya kecil tidak dapat menjadi anggota PBB. Akan tetapi sejak tetapi sejak tahun 1990. Negara seperti Andorra, Liechtenstein, Monaco, Nauru, San Marino dan Tuvalu telah bergabung menjadi anggota PBB.

Pemerintah (penguasa yang berdaulat)

Yang dimaksud dengan pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan yang tertinggi yang merdeka dari pengaruh kekuasaan lain di muka bumi. Akan tetapi kekuasaan yang dimiliki oleh suatu negara terbatas pada wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu. Maksudnya adalah bahwa dalam kedaulatan suatu negara terbatas pada kedaulatan negara lain. Suatu negara harus memiliki pemerintah, baik seorang atau beberapa orang yang mewakili warganya sebagai badan politik serta hukum di negaranya, dan pertahanan wilayah negaranya. Pemerintah dengan kedaulatan yang dimiliknya merupakan penjamin stabilitas internal dalam negaranya, disamping merupakan penjamin kemampuan memenuhi kewajibannya dalam pergaulan internasional. Pemerintah inilah yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam rangka mencapai kepentingan nasional negaranya, baik itu di dalam negaranya dalam rangka mempertahankan integritas negaranya, maupun di luar negaranya melaksanakan politik luar negeri untuk suatu tujuan tertentu.

Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara-negara lainnya.

Unsur keempat ini secara mandiri merujuk pada kedaulatan dan kemerdekaan. Kemerdekaan dan kedaulatan merupakan 2 (dua) posisi yang tak terpisahkan sebagai subjek hukum internasional. Suatu negara dinyatakan mempunyai kedaulatan apabila memiliki kemerdekaan atau negara dianggap mempunyai kemerdekaan, apabila memiliki kedaulatan.

Kalau 4 (empat) unsur diatas tadi merupakan persyaratan secara hukum internasional terbentuknya suatu negara, maka ada juga yang menjadi unsur politik terbentuknya suatu negara yang juga dapat berakibat hukum. Unsur yang dimaksud adalah pengakuan ( recognition). Pengakuan dalam hukum internasional termasuk persoalan yang cukup rumit karena sekaligus melibatkan maslah hukum dan politik.

Pengakuan ada dua jenis, yaitu pengakuan terhadap negara baru serta pengakuan terhadap pemerintahan baru. Institut Hukum Internasional (the Institute of International Law) mendefinisikan pengakuan terhadap suatu negara baru sebagai suatu tindakan satu atau lebih negara untuk mengakui suatu kesatuan masyarakat yang terorganisir yang mendiami wilayah tertentu, bebas dari negara lain serta mampu menaati kewajiban-kewajiban hukum internaisonal dan menganggapnya sebagai anggota masyarakat internasional.

Dalam masalah pengakuan terhadap suatu negara terdapat dua teori, yaitu teori konstitutif dan deklaratif. Teori konstitutif berpendapat bahwa suatu negara dapat diterima sebagai anggota masyarakat internasional dan memperoleh statusnya sebagai subjek hukum internasional hanya melalui pengakuan. Sedangkan teori deklaratif lahir sebagai reaksi dari teori konstitutif yang menyebutkan bahwa pengakuan hanyalah merupakan penerimaan suatu negara oleh negara-negara lainnya.

Dalam memberikan pengakuan biasanya ada beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan negara lain untuk mengakuinya , yaitu :

a. Pemerintahan yang permanent. Artinya adalah apakah pemerintahan yang baru tersebut dapat mempertahankan kekuasaannya dalam jangka waktu yang lama (reasonable prospect of permanence),

b. Pemerintah yang ditaati oleh rakyatnya. Artinya apakah dengan adanya pemerintah yang berkuasa tersebut, rakyat di negara tersebut mematuhinya (obedience of the people),

c. Penguasaan wilayah secara efektif. Artinya apakah pemerintah baru tersebut menguasai secara efektif sebagian besar wilayah negaranya,

d. Pemerintah tersebut juga harus stabil,

e. Pemerintah tersebut harus mampu dan bersedia memenuhi kewajibankewajiban internasionalnya.

f. Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban internasional.