Bagaimana Strata Sosial Kerajaan Bone?

Strata Sosial Kerajaan Bone

Bagaimana Strata Sosial Kerajaan Bone?

Strata Sosial Kerajaan Bone


Di dalam dunia realitas masyarakat tradisional, proses kelahiran pelapisan sosial banyak ditentukan oleh faktor yang bersifat mitos yang berkaitan erat dengan unsur-unsur yang bersifat “supernatural”. Kondisi sosial dan pemikiran yang demikian itu adalah suatu hal yang umum terjadi atau berlaku pada semua kelompok etnis yang terdapat di Indonesia. Meskipun demikian, pelapisan sosial itu juga tidak terlepas dari unsur karakteristik dari tiap-tiap suku bangsa itu dan faktor terjadinya beberapa variasi dalam kelahiran dan perkembangan pelapisan sosial dalam kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat Bone, begitu pula dengan masyarakat Bugis-Makassar pada umumnya, pelapisan sosialnya dibentuk berdasarkan kehadiran To Manurung; di mana kehidupan demokrasi awal telah merupakan ciri dalam kehidupan institusi sosial mereka.

Pelapisan sosial sangat penting dalam rangka mencari latar belakang pandangan hidup, watak dan sifat-sifat dasar dari suatu masyarakat, lebih jauh dari itu akan mengungkapkan hubungan-hubungan kejadian dalam masyarakat, termasuk kegiatan dan tingkah laku politik. Dalam kajian islamisasi stratifikasi sosial sangat penting, apalagi dalam islamisasi di Kerajaan Bone menggunakan konsep top down, sehingga pelapisan sosial sangat berpengaruh dalam penyebaran dan pengamalan ajaran Islam.

Mengenai pelapisan sosial masyarakat Bone, tidak jauh berbeda dengan struktur sosial masyarakat Bugis-Makassar pada umumnya. Mattulada dan Abu Hamid berpendapat bahwa struktur sosial masyarakat Bugis-Makassar terdiri atas :

  1. Anakarung (anak bangsawan) merupakan pelapisan sosial masyarakat kaum kerabat raja-raja.
  2. Maradeka yaitu lapisan rakyat jelata atau orang kebanyakan.
  3. Ata yaitu lapisan sahaya.

Menurut Frediericy, pada hakekatnya pelapisan sosial masyarakat BugisMakassar terdiri atas dua lapisan pokok, yaitu lapisan anakarung dan lapisan maradeka. Adapun lapisan ata (budak) hanya merupakan lapisan sekunder yang terjadi mengikuti pertumbuhan kehidupan masyarakat Bugis-Makassar.

Kesimpulan Frediericy di atas, tentu merujuk pada beberapa lontara yang membahas mengenai penyebab seseorang menjadi ata, yaitu :

  1. Seseorang yang kalah perang, lalu dijual oleh orang yang menang kepada orang lain.
  2. Seseorang yang menjual dirinya kepada orang lain
  3. Seseorang yang ditawan, dan
  4. Melanggar pangngadereng.

Berdasarkan uraian tersebut, pelapisan sosial masyarakat Bugis-Makassar, sangat berbeda dengan pelapisan sosial masyarakat Jawa pada umumnya, di mana unsur kasta yang merupakan ajaran agama Hindu sangat dominan mempengaruhi proses kelahiran pelapisan sosial masyarakatnya. Demikian dominannya unsur kasta, sehingga perbedaan antara lapisan-lapisan sosial dalam kehidupan masyarakat sangat tajam.

Di antara tiga lapisan sosial masyarakat di kalangan masyarakat Bugis Makassar, golongan anakarung sebagai keturunan bangsawan atau disebut kaum bangsawan, menempati derajat yang lebih tinggi dibandingkan golongan-golongan yang lain. Ia merupakan golongan elite yang sangat dihormati masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasan Walinono, bahwa elite ialah kelompok warga masyarakat yang memiliki kelebihan-kelebihan dari warga masyarakat lain, sehingga masyarakat yang menempati kedudukan sosial ini, di atas para warga masyarakat lainnya. Golongan ini merupakan pelaku utama dalam politik pemerintahan.

Andi Palloge menjelaskan tentang komposisi keturunan bangsawan dalam Kerajaan Bone, dapat dilihat di bawah ini:

  1. Anakarung Matasa’ (anak raja/putera-puteri mahkota yang darahnya murni), yaitu ayah dan ibunya anak arung matasa’, baik keturunan dari Kerajaan Bone sendiri maupun yang berketurunan dari kerajaan-kerajaan lain yang dinilai sederajat dengan Bone, antara lain: Luwu, Gowa, Wajo, Soppeng, dan Sidenreng. Golongan ini disebut ana pattola, yang berhak penuh mengganti raja.

  2. Anakarung Matasa’ (putera-puteri bangsawan asli yang bukan putera-puteri mahkota) yang keturunan dari kerajaan-kerajaan yang disebut pada aksara 1) di atas. Golongan ini juga disebut ana pattola, yang dapat pula menggantikan raja apabila putera-puteri mahkota tidak ada atau sesuatu yang lain.

  3. Arileng atau anak manrapi, yaitu anak yang lahir dari bapak dari kasta 1) atau 2) ibu dari kasta yang kasta atau darahnya menurut (tidak sama dengan sama suaminya), yang biasanya disebut rajeng. Golongan ini dapat diangkat menjadi raja bila tidak ada ana pattola, atau karena ana pattola dianggap tidak cakap untuk menduduki tahta kerajaan.

  4. Rajeng yaitu anak yang lahir dari bapak yang golongan 1) atau 2) dan ibunya dari golongan yang derajatnya lebih rendah, sehingga lazim disebut ana cera ciceng atau anakarung sipue (bangsawan separu)

  5. Anakarung Sipue yaitu anak yang lahir dari bapak, golongan 1) atau 2) dan ibunya dari golongan To Maradeka (orang biasa).

  6. Ana Sera (bangsawa campuran) yaitu anak yang lahir dari bapak dari golongan.

Mattulada menjelaskan tentang pelapisan masyarakat Bone, bahwa seorang laki-laki dari golongan tertentu, boleh mengawini seorang perempuan dari golongan yang sama, atau golongan yang lebih rendah dari golongannya. Akan tetapi, dia dilarang menikah dengan perempuan dari golongan di atasnya.

Stratifikasi sosial tersebut, berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam kehidupan politik. Dalam struktur pemerintahan, jabatan-jabatan pemerintahan, merupakan milik kaum bangsawan. Karena itu dalam hal perkawinan, merupakan aib bila seorang bangsawan yang kawin dengan orang yang status sosialnya lebih rendah, hal inilah yang menyebabkan pemilihan jodoh bagi kaum bangsawan diutamakan dari kalangan sendiri atau di luar keluarga (di daerah lain) tetapi juga dari golongan bangsawan.

Perkembangan selanjutnya, kemajuan yang diperoleh dibidang pendidikan, menjadi penunjang bagi kemajuan bidang-bidang lainnya, seperti; ekonomi, sosial dan budaya. Kemajuan yang dicapai dengan sendirinya mempengaruhi pandangan tentang pemilihan jodoh. Demikian pula halnya dalam bidang pemerintahan. Jabatan pemerintahan yang dulunya hanya menjadi hak kaum bangsawan, kini dapat dipegang oleh semua golongan. Begitupun dengan gelar seperti andi, baso dan daeng, meskipun masih digunakan dalam masyarakat, tidak lagi mempunyai arti yang mendalam sebagaimana pada masa-masa sebelumnya. Kecenderungan yang berkembang dewasa ini, lebih didasarkan pada tinggi rendahnya pangkat dalam sistem birokrasi kepegawaian atau tinggi rendahnya pendidikan seseorang dan keshalehan keagamaan seseorang. Hal inilah yang kini berlaku di daerah Bone, seperti halnya daerah-daerah lain pada umumnya.

Perlas berpendapat bahwa sekarang ini terjadi fleksibilitas dalam stratafikasi masyarakat Bugis tidak menganut sistem yang kaku. Emigrasi juga bisa menjadi jalan meningkatkan status. Bangsawan rendah, yang memimpin sekelompok kecil pengikutnya pindah ke wilayah lain, di mana tidak akan terjadi pemeriksaan leluhur (silsilah keturunan) kadang-kadang cenderung mengaku memiliki silsilah lebih tinggi dari sebenarnya. Bahkan keberhasilan di bidang ekonomi, juga bisa mendongkrak derajat seseorang. Orang yang memiliki kekayaan melimpah, menguasai tanah luas, punya rumah besar dan indah, dengan mudah akan dianggap berdarah bangsawan. Sehingga strata sosial yang telah dijelaskan sebelumnya terjadi fleksibilitas pada masyarakat Bugis saat sekarang ini, banyak bangsawan rendah menjadi bangsawan tinggi, bahkan seorang yang tidak mempunyai keturunan bangsawan bisa saja menjadi bangsawan dikarenakan jabatan dan ekonomi disuatu daerah.

Strata Sosial Kerajaan Bone

Di dalam dunia realitas masyarakat tradisional, proses kelahiran pelapisan sosial banyak ditentukan oleh faktor yang bersifat mitos yang berkaitan erat dengan unsur-unsur yang bersifat “supernatural”. Kondisi sosial dan pemikiran yang demikian itu adalah suatu hal yang umum terjadi atau berlaku pada semua kelompok etnis yang terdapat di Indonesia. Meskipun demikian, pelapisan sosial itu juga tidak terlepas dari unsur karakteristik dari tiap-tiap suku bangsa itu dan faktor terjadinya beberapa variasi dalam kelahiran dan perkembangan pelapisan sosial dalam kehidupan masyarakat.44 Bagi masyarakat Bone, begitu pula dengan masyarakat Bugis-Makassar pada umumnya, pelapisan sosialnya dibentuk berdasarkan kehadiran To Manurung; di mana kehidupan demokrasi awal telah merupakan ciri dalam kehidupan institusi sosial mereka.

Pelapisan sosial sangat penting dalam rangka mencari latar belakang pandangan hidup, watak dan sifat-sifat dasar dari suatu masyarakat, lebih jauh dari itu akan mengungkapkan hubungan-hubungan kejadian dalam masyarakat, termasuk kegiatan dan tingkah laku politik. Dalam kajian islamisasi stratifikasi sosial sangat penting, apalagi dalam islamisasi di Kerajaan Bone menggunakan konsep top down, sehingga pelapisan sosial sangat berpengaruh dalam penyebaran dan pengamalan ajaran Islam.

Mengenai pelapisan sosial masyarakat Bone, tidak jauh berbeda dengan struktur sosial masyarakat Bugis-Makassar pada umumnya. Mattulada dan Abu Hamid berpendapat bahwa struktur sosial masyarakat Bugis-Makassar terdiri atas :

a. Anakarung (anak bangsawan) merupakan pelapisan sosial masyarakat kaum kerabat raja-raja.

b. Maradeka yaitu lapisan rakyat jelata atau orang kebanyakan.

c. Ata yaitu lapisan sahaya.

Menurut Frediericy, pada hakekatnya pelapisan sosial masyarakat BugisMakassar terdiri atas dua lapisan pokok, yaitu lapisan anakarung dan lapisan maradeka. Adapun lapisan ata (budak) hanya merupakan lapisan sekunder yang terjadi mengikuti pertumbuhan kehidupan masyarakat Bugis-Makassar.

Kesimpulan Frediericy di atas, tentu merujuk pada beberapa lontara yang membahas mengenai penyebab seseorang menjadi ata, yaitu :

a. Seseorang yang kalah perang, lalu dijual oleh orang yang menang kepada orang lain.

b. Seseorang yang menjual dirinya kepada orang lain

c. Seseorang yang ditawan

d. Melanggar pangngadereng.

Berdasarkan uraian tersebut, pelapisan sosial masyarakat Bugis-Makassar, sangat berbeda dengan pelapisan sosial masyarakat Jawa pada umumnya, di mana unsur kasta yang merupakan ajaran agama Hindu sangat dominan mempengaruhi proses kelahiran pelapisan sosial masyarakatnya.48 Demikian dominannya unsur kasta, sehingga perbedaan antara lapisan-lapisan sosial dalam kehidupan masyarakat sangat tajam.

Di antara tiga lapisan sosial masyarakat di kalangan masyarakat BugisMakassar, golongan anakarung sebagai keturunan bangsawan atau disebut kaum bangsawan, menempati derajat yang lebih tinggi dibandingkan golongan-golongan yang lain. Ia merupakan golongan elite yang sangat dihormati masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasan Walinono, bahwa elite ialah kelompok warga masyarakat yang memiliki kelebihan-kelebihan dari warga masyarakat lain, sehingga masyarakat yang menempati kedudukan sosial ini, di atas para warga masyarakat lainnya.