Pengertian Sistem Politik
Istilah sistem politik berasal dari kata sistem dan politik. Sistem merupakan rangkaian dari beberapa komponen dimana tiap komponen antara yang satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan. Tidak berfungsinya satu komponen dalam sistem tersebut akan mengganggu jalannya sistem tersebut.
Untari (2006) mengemukakan sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau utuh.
Contoh pemerintahan berdasar sistem konstitusional. Sistem ini memberikan ketegasan bahwa cara pengendalian pemerintah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan dan hukum lain yang merupakan produk konstitusional (Alhaj, 2000). Apabila satu komponen pemerintahan tidak berfungsi, artinya melanggar konstitusi maka akan terjadi tidak berfungsinya fungsi pengendali pemerintahan itu sendiri.
Untari (2006) menyebutkan banyak pengertian sistem politik yang dikemukakan oleh para pakar antara lain,
- Perlmutter, menyatakan bahwa sistem politik adalah lingkungan sosio-ekonomi penyelenggara kekuasaan dan organisasi yang beroperasi di dalamnya serta gejala-gejala yang memberi pengaruh terhadap kekuasaan
- Gabriel Almond (1960) menjelaskan bahwa sistem politik merupakan organisasi melalui mana masyarakat merumuskan dan berusaha mencapai tujuan bersama. Selanjutnya Almond juga menjelaskan sistem politik sebagai sistem interaksi yang ditemui dalam masyarakat merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.
3 RA. Dahl (1978) mengartikan sistem politik sebagai pola yang langgeng dari hubungan sosial yang di dalamnya mencakup kontrol, pengaruh dan kekuasaan/otoritas. Sistem politik sebagai mekanisme seperangkat fungsi/peranan dalam struktur politik dalam hubungan dengan lainnya yang menunjukkan proses yang langgeng.
4 Wayo (1990) menyatakan sistem politik merupakan sistem sosial yang menjalankan alokasi nilai berupa keputusan atau kebijakan politik, alokasinya bersifat otoritatif artinya melibatkan kekuasaan yang sah dan mengikat seluruh rakyat.
- Kantaprawira (2006) mengemukakan sistem politik sama seperti kehidupan lainnya, mempunyai kekhasan: integrasi, keteraturan, keutuhan, organisasi, koherensi, keterhubungan dan ketergantungan bagain-bagainnya.
- David Easton (dalam Kantaprawira, 2006) mengemukakan, sistem politik merupakan seperangkat interaksi yang diabstraksi dari totalitas perilaku sosial, melalui mana nilai-nilai disebarkan untuk suatu masyarakat.
Dari pendapat tersebut di atas, terlihatlah bahwa walaupun antara kehidupan politik dan sistem politik terdapat kemiripan rumusan, tetapi tetap tampak bahwa pengertian kehidupan politik lebih sempit, dalam arti lebih bersifat riil daripada sistem politik yang diabstraksikan dari totalitas perilaku masyarakat. Dengan perkataan lain, sistem politik mencakup pula kehidupan politik.
Dengan demikian secara konseptual bahwa sistem politik ialah, prinsip-prinsip dan mekanisme yang membentuk suatu kesatuan yang berkaitan, utuh dan saling berhubungan untuk mengatur pemerintahan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur hubungan antara individu atau kelompok individu satu sama lain dengan negara dan hubungan negara dengan negara.
Sistem Politik & Pemerintahan Indonesia
Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik dan pemerintahan di Indonesia di dasarkan pada Trias Politika, dengan sistem distribution of power yaitu kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggotanya mewakili propinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing- masing.
Berdasarkan pasal 3 ayat (1) MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD. DPR berdasarkan pasal 20 ayat (1) memegang kekuasaan membentuk UU, sedangkan DPD berdasarkan pasal 22 ayat (1) dapat mengajukan kepada DPR rancangan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah dengan pusat, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selanjutnya DPD ikut membahas rancangan tersebut di atas, dan dapat memberi pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang, APBN, pajak, pendidikan dan agama, serta mengawasi pelaksanaan UU tersebut (ayat 2 dan 3)
Majelis Permusyawaratan Rakyat (DPR/DPD) semula adalah lembaga tertinggi negara. Sekarang setelah UUD 1945 diamandemen kedudukan MPR sebagai lembaga negara. Seluruh anggota DPR adalah anggota MPR ditambah anggota DPD. Sebelumya konstitusi UUD 1945, anggota MPR adalah seluruh anggota DPR ditambah utusan golongan. Sejak 2004, MPR adalah sebuah parlemen bikameral, setelah terciptanya DPD sebagai kamar kedua.
Lembaga eksekutif berpusat pada Presiden, wakil Presiden dan Kabinet. Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensiil sehingga para menteri bertanggung jawab kepada Presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen. Meskipun demikian, Presiden juga menunjuk sejumlah pemimpin Partai Politik untuk duduk di kabinetnya. Tujuannya untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga legislatif di Indonesia. Namun pos-pos penting dan strategi umumnya diisi oleh Menteri tanpa portofolio partai (berasal dari seseorang yang dianggap Ahli dalam bidangnya).
Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi termasuk pengaturan administradi para Hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan dalam pelaksanaan administradi putusan peradilan.
Di negara manapun, kedudukan sistem politik dan pemerintahan sangat menentukan implementasi para penguasa dalam menjalankan roda pemerintahannya. Sistem politik demokrasi, selalu akan melibatkan rakyat dalam menentukan public policy , adanya perwakilan rakyat yang represen-tatif, perlindungan hak asasi manusia, penegakan hukum yang bebas, kepentingan rakyat diutamakan. Sebaliknya bagi negara totaliter, keterlibatan rakyat kurang diperhatikan, semua sektor dikendalikan oleh pemerintah, rakyat kurang bebas berbicara… Berawal dari sistem politik itulah akan menentukan corak atau sistem pemerintahan. Dengan demikian kedudukan sistem politik juga akan menentukan sistem pemerintahan. Keduanya merupakan mata uang yang tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Sistem Politik Indonesia dalam Narasi Sejarah
Berbicara tentang perbandingan sistem politik di Indonesia, tidak terlepas dari interpretasi terhadap sistem politik itu sendiri. Sistem politik di Indonesia sebagai seluruh proses sejarah dari saat berdirinya negara Indonesia sampai dewasa ini, atau hanya dalam periode-periode tertentu dari proses perjalana sejarah.
Dalam kenyataan kita dapat menjumpai perbedaan-perbedaan esensial sistem politik di Indonesia dari satu periode ke periode yang lain, misalnya: sistem poiltik demkorasi liberal, sistem demokrasi terpimpin, sistem demokrasi Pancasila, sedangkan falsafah negara tetap tidak berubah. Apa sebabnya ini terjadi? Apa penyebab adanya perbedaan bahkan gejala bertolak belakang antara cita-cita dan implementasinya? Jawabanya mengandung dua kemungkinan yang harus dipertimbangkan dan diselidiki lebih lanjut, yaitu:
- falsafah tidak banyak berpengaruh terhadap sistem poltik, artinya juga tidak berpengaruh terhadap aktor (perilaku) politik;
- belum ditemukan standar dan model sistem politik Indonesia yang sesuai dan menyangga (mendukung) cita-cita tadi.
- Demokrasi Liberal.
Di Indonesia demokrasi liberal berlangsung sejak 3 Nopember 1945, yaitu sejak sistem multi- partai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi-partai ini lebih menampakkan sifat instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer dalam naungan UUD 1945 periode pertama.
Demokrasi liberal dikenal pula demokrasi-parlementer, oleh karena berlangsung dalam sistem pemerintahan parlementer ketika berlakunya UUD 1945 periode pertama, Konstitusi RIS dan UUDS 1950. Dengan demikian demokrasi liberal di Indonesia secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, sedangkan secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan, antara lain melalui pidato Presiden di depan Konstituante tanggal 10 Nopember 1956.atau pada saat Konsepsi Presiden tanggal 21 Pebruari 1957 dengan dibentuknya Dewan Nasional. Pada periode demokrasi liberal ini ada beberapa hal yang secara pasti dapat dikatakan telah melekat dan mewarnai prosesnya.
- Demokrasi Terpimpin
Dalam periode demokrasi terpimpin ini pemikiran a la demokrasi barat banyak ditinggalkan. Tokoh politik (Soekarno) yang memegang pimpinan nasional ketika itu menyatakan bahwa demokrasi liberal (demokrasi-parlementer) tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Prosedur pemungutan suara dalam lembaga perwakilan rakyat dinyatakannya pula sebagai tidak efektif dan ia kemudian memperkenalkan apa yang disebut musyawarah untuk mufakat.
Sistem multi-partai oleh tokoh politik tersebut dinyatakan sebagai salah satu penyebab inefektivitas pengambilan keputusan, karena masyarakat lebih didorong ke arah bentuk yang fragmentaris. Demokrasi ini berlaku sejak 5 Juli 1959 sampai dengan 11 maret 1966. Untuk merealisasikan demokrasi terpimpin ini, kemudian dibentuk badan yang disebut front nasional. Periode ini disebut pula periode pelaksanaan UUD 1945 dalam keadaan ekstra-ordiner, disebut demikian karena terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945. Penyimpangan itu misalnya Presiden membubarkan DPR, Badan Konstituante, dan sebagainya.
- Demokrasi Pancasila
Penelaahan terhadap Demokrasi Pancasila tentu tidak dapat bersifat final di sini, karena masih terus berjalan dan berproses. Dalam demokrasi Pancasila sampai dewasa ini penyaluran berbagai tuntutan yang hidup dalam masyarakat menunjukkan keseimbangan. Pada awal pelaksanaan sistem politik ini dilakukan penyederhanaan sistem kepartaian, muncullah satu kekuatan politik yang dominan, yaitu Golkar dan ABRI.
Dalam perjalanan PEMILU berikut sejak, setelah orde reformasi, bermuncullah partai politik, yang ketika masa Orde Baru melebur ke tiga partai besar yaitu Golkar, PPP dan PDI. Hinggamunculnya Amandemen terhadap UUD 1945, falsafah Negara yaitu Pancasila masih tetap tidak berubah, bahkan dipertahankan sebagai hukum dasar nasional (TAP No. III/MPR/2000).
Kegagalan tiga partai besar dalam perannya sebagai lembaga kontrol terhadap jalannya pemerintahan dan tidak berfungsinya chek and balance, akibat terpolanya sistem politik kompromistis dari elit politik, justru tidak mencerminkan wakil rakyat yang sesungguhnya. Karena itulah muncul ketidakpuasan rakyat, dan muncullah gerakan reformasi, salah satu dampaknya adalah lahir kembali partai-partai kecil. Partai-partai kecil ini ada yang murni berdiri tanpa melalui induk semangnya, tetapi ada yang memisahkan dari induknya.
Nilai-nilai demokrasi Pancasila yang harus tetap dijunjung tinggi adalah kehidupan politik
adalah:
- Sebagai warga negara punya hak dan kewajiban yg sama
- Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain
- Tidak boleh memaksakan kehendak pada orang lain
- Mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan
- Musyawarah untuk mencapai mufakat, diliputi semangat kekeluargaan
- Musywarah dilakukan dengan akal sehat dan nurani yg luhur
- Menjunjung tinggi setiap keputusan
- Menerima dan melaksanakan hasil keputusan
- Keputusan diambil harus dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
- Memberi kepercayaan kepada wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan
Referensi
Kantaprawira, Rusadi, 2006. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Sinar Baru Algesindo.
Mas’oed, Mohtar, 1986. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sukarna, 1979. Sistem Poltik. Bandung: Alumni.
Syafiie, Inu Kencana, 2002. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.