Bagaimana Sistem Pembayaran di Indonesia?

Sistem Pembayaran di Indonesia

Bagaimana Sistem Pembayaran di Indonesia ?

1. Tunai ( Cash )


Instrumen pembayaran tunai adalah mata uang yang berlaku di Indonesia, yaitu Rupiah yang terdiri dari uang kertas dan uang logam. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999, Bank indonesia mempunyai kewenangan tunggal dalam mencetak dan mengedarkan uang tunai di masyarakat. dalam menjalankana hak tunggal dalam bidang peredaran uang tunai Bank Indonesia selalu berupaya untuk mengambil kebijakan yang sesuai takaran dan layak edar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (Mulyati, 2003).

2. Non Tunai ( Cashless )


Pembayaran non tunai dalam penggunaannya melibatkan jasa perbankan. Perbankan selaku badan usaha penghimpun dana masyarakat selayaknya memberikan pelayanan lalu lintas pembayaran yang dapat membanatu dalam pemenuan kebutuhan ekonomi nasabah. Jasa perbankan yang ditawarkan terdiri dari instrumen seperti cek, bilyet giro, nota debet, dan nota kredit, serta instrumen berbasis bukan warkat, seperti kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit (Mulyati, 2003).

Sistem pembayaran non-tunai mulai berkembang dengan diawali munculnya intrumen pembayaran bersifat paper based seperti cek, bilyet giro, dan warkat lainnya. Semakin perbankan mendorong penggunaan sistem elektronik serta penggunaan alat pembayaran menggunakan kartu, berangsur-angsur pertumbuhan penggunaan alat pembayaran dalam wujud paper based semakin menurun. Apalagi sejak sistem elektronik, seperti transfer dan sistem kliring mulai banyak diterapkan (Mulyati, 2003).

Setelah muncul intrumen pembayaran bersifat paper based , kemudian muncul berbasis kartu sebagai penyempurna sistem pembayaran non tunai sebelumnya. Intrumen pembayaran berbasis kartu mulai berkebang seiringan dengan semakin meningkatnya kemajuan teknologi. Instrumen pembayaran berbasis kartu telah berkembang dengan berbagai inovasi, mulai dari kartu debet/ATM, kartu kredit dan berbagai jenis uang elektronik (Mulyati, 2003).

1. Account Based Card (Kartu Debet/ATM)

Account Based Card adalah alat pembayaran berbasis kartu dengan dana berasal dari rekening nasabah. Jenis kartu yang masuk pada kategori Account Based Card adalah ATM, kartu debet dan perpaduan kartu ATM dengen debet. Perkembangan Account Based Card dimulai dengan banyaknya penggunanan kartu ATM dimasyarakat. Namun, semakin berkembangnya infrastruktur jaringan ATM membuat bank semakin berinovasi untuk membuat sistem pembayaran yang memudahkan masyarakat dalam bertransaksi. Sehingga bank menerbitkan kartu debet. Akan tetapi semakin berkembangnya teknologi dan pengetahuan saat ini telah beredar kartu debet yang juga berfungsi sebagai kartu ATM atau bisa disebut kartu debet/ATM. Hal ini sangat memudahkan masyarakat dalam bertransaksi ekonomi pembayaran (Mulyati ,2003).

Penggunaan kartu account based semakin berkembang seiring dengan semakin banyaknya infrastruktur Electronic Data Capture (EDC) yaitu mesin pembaca kartu debet di merchant . Perkembangan tersebut mendorong Account Based Card memiliki pertumbuhan paling tinggi di antara jenis instrumen pembayaran lainnya (Mulyati, 2003).

Kartu debet/ATM bukan hanya diterbitkan oleh bank konvensional saja melainkan bank syariah juga telah menerbitkan produk yang serupa. Konsep dari kartu debet yang ada di syariah dengan di konvensional tidak jauh berbeda. Pada dasarnya konsep mekanisme kartu debet yang ada di syariah memiliki kesamaan dengan yang ada di konvensional, karena sifatnya yang hanya titipan. Perbedaan dari keduanya terletak pada penggunaan akad, kartu debet syariah menggunakan akad mudharabah dan wadiah sedangkan kartu debet konvensional tidak. Perbedaan lainnya terletak pada pemberian imbalan, pada bank syariah tidak berlaku konsep bunga, melainkan menggunakan bagi-hasil dan pemberian bonus (Putra, 2010).

Penggunaan kartu debet statusnya bukanlah dari pemegang kartu kepada pihak bank, melainkan pemindahan hak yang dimiliki oleh pengguna kartu kepada pihak lain yang dilakukan oleh bank atas perintah pengguna kartu. Dalam kasus ini, status pengguna kartu debit tersebut sama dengan hawalah, hawalah hukumnya mubah (Putra, 2010).

2. Kartu Kredit

Kartu kredit adalah kartu yang diterbitkan oleh bank atau lembaga pembiayaan guna membantu nasabah dalam mempermudah kegiatan transaksi pembayaran. Transaksi dalam kartu kredit melibatkan berbagai pihak yang memiliki peran dan kepentingan masing masing dalam suatu perjanjian. Dalam transaksi kartu kredit sedikitnya terdapat tiga pihak yang terlibat langsung dalam setiap penggunaan kartu kredit, yaitu bank atau lembaga pembiayaan, pedagang dan pemegang kartu.

Fungsi dari bank atau lembaga pembiayaan adalah sebagai penerbit dan pembayar kartu kredit yang ditagihkan pedagang. Pedagang adalah tempat belanja bagi pemegang kartu kredit yang telah terikat perjanjian dengan bank atau lembaga pembiayaan. Sedangkan, pemegang kartu kredit adalah nasabah yang namanya tertera dalam kartu kredit dan pihak yang berhak mengunakan kartu kredit tersebut (Mulyati, 2003). Penerbit kartu kredit bukan hanya berasal dari bank konvensional melainkan sebagian bank syariah juga telah melakukan penerbitan produk kartu kredit syariah.

Berdasarkan sudut pandang syariah, penggunaan kartu kredit telah terjadi tolong menolong yang diperbolehkan, dimana pemegang kartu tertolong dalam pemenuhan kebutuhan pembayaran, pedagang tertolong dengan terjualnya barang dagangan dan penerbit kartu mendapat komisi atas jasa yang dilakukan (Nuryatia, 2011).

Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum antara para pihak berdasarkan prinsip syari’ah sebagaimana diatur dalam fatwa. Dalam hal ini DSN-MUI mengatur mengenai batasan akan Syariah Card (Kartu Kredit Syariah).

3. E-money

Electronic Money ( e-money ) merupakan suatu produk dimana sejumlah nilai uang disimpan secara elektronis dalam suatu peralatan elektronis. Nilai elektronis dapat diperoleh dengan menyetorkan sejumlah uang tunai atau dengan pendebetan rekening kemudian disimpan dalam peralatan elektronis yang dimiliki. Dengan adanya peralatan elektronis dapat membantu pelaksanaan pembayaran atau penerimaan pembayaran, dimana nilai elektronis akan berkurang pada saat digunakan dan bertambah apabila dilakukan pengisian ulang (Abidin, 2015)

Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 20/6/PBI Tahun 2018 tentang e-money , yang disebut e-money adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur :

  • Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor oleh pemegang kepada penerbit
  • Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media, seperti chip atau server
  • Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut
  • Nilai uang elektronik bukan simpanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perbankan.

Ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik ( Electronic Money ), “Uang Elektronik ( Electronic Money ) adalah alat pembayaran yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit”. Menurut perspektif syariah hukum uang elektronik adalah halal. Kehalalan ini berlandaskan pada kaidah muamalah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Melalui Fatwa Dewan Syariah Nasional No :116/DSN-MUI/IX/2017.