Bagaimana Sejarah Terbentuknya Kerajaan Kutai?

Terbentuknya Kerajaan Kutai

Bagaimana Sejarah Terbentuknya Kerajaan Kutai?

Sejarah Terbentuknya Kerajaan Kutai


Kutai Kata Kutai didalam Kesultanan Kutai Kertanegara Ing Martapura dapat diartikan sebagai nama suatu “kerajaan, nama suku bangsa, dan sebagai nama suatu daerah atau wilayah”. Kata Kertanegara, yang berasal dari sansekerta, dibentuk dari dua kata, yaitu krta dan nagara . Krta artinya “membuat peraturan”, sedangkan nagara berarti “negara, ibu kota, kerajaan”. Kata ing berasal dari Jawa Kuno, yang berarti “di atau dalam” dan kata Martapura bersal dari kata “permata”, yang berarti “intan”, lama-lama menjadi “martapura”. Dengan terdapatnya kata pura, yang berarti “istana”, maka ada sementara pendapat yang menafsirkan secara bebas kata Martapura itu sebagai “istana yang dapat mengawasi daerahnya setiap saat”.

Menurut catatan sejarah yang berupa inskripsi pada Yupa (tiang korban), yang ditemukan disekitar daerah yang sekarang bernama Muara kaman, disebutkan bahwa di daerah itu berdiri suatu Kerajaan Hindu-Kutai pada abad ke- 4 atau abad ke-5. Hal ini dibuktikan dengan penemuan inskripsi yang berbahasa Sansekerta dan bertuliskan huruf Pallawa di atas Yupa ditemukan penemuan- penemuan itu berupa sebuah patung Budha dari perunggu, dan beberapa benda yang lebih kecil yang berasal dari Hindu. Ditemukan pula 12 patung dari batu di Gunung Kombeng.

Ketujuh jupa yang telah diketemukan tersebut antara lain memuat tulisan-tulisan : srimatamah srinarendrasyah, \kudungasya mahatmanah, putro svavarmmo vikhyatah, vansakartta yathansuman, tasyaputra mahatmanah, trayas traya ivagnayah, tesan tranayam pravarah, tapobala-damanvitah, sri mulavarman rajendro, yastva bahusuvarnakam, tasya yajnasya yupo’yam dvijendrais samprakalpitah.

Berawal dari penemuan-penemuan itu, disebutkan dalam inskripsi bahwa ada sebuah Kerajaan Hindu yang diperintah oleh seorang raja bernama Mulawarman, anak Asvavarman dan cucu Kundungga. Nama Kundugga sedikit pun tidak memperlihatkan pengaruh Sansekerta, sedangkan Asvavarman dan Mulavarman jelas nama Sansekerta. Dari penemuan itu pula pada inskripsi Mulavarman, dikatakan bahwa ia (Mulavarman) mengadakan upacara korban yang besar dan memberikan sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana yang datang dari India dalam rangka pentahbisannya. Dapat disimpulkan, bahwa Kerajaan Kutai mendapat pengaruh langsung dari India. Selanjutanya, sejarah Kutai dengan rajanya bernama Mulavarman ini tidak terdengar lagi. Kendati demikian, dalam Silsilah Kutai disebutkan bahwa kerajaan ini telah ada selama 12 abad, yang kemudian tidak diketahui lagi pada abad ke-17 sebagai akibat peperangan dan masuknya pengaruh Islam.

Menurut kepercayaan penduduk setempat yang bersumber pada cerita-cerita rakyat yang berhasil dikumpulkan oleh kantor Daerah Diroktorat Kebudayaan Departemen Timur, didaerah Kutai pernah berdiri dua kerajaan. Kerajaan yang pertama berpusat di Muara kaman (pedalaman Mahakam), yang oleh masyarakat Kutai biasa dikenal dengan Kerajaan Kutai Martapura (sementara oleh masyarakat luar daerah Kutai disebut sebagai Kerajaan Mulawarman), sedangkan yang lainnya berpusat di Kutai lama (Muara Mahakam) dan dikenal sebagai Kerajaan Kutai Kertanegara. Wilayah Kerajaan Kutai, menurut cerita rakyat, dulunya merupakan suatu daerah yang bernama “Nusantara”, yang berarti “tanah yang terpotong”.

Wilayah ini merupakan tempat istana raja terletak, yakni antara Jahitan Layar dan Kutai Lama, yang merupakan pusat Kesultan Kutai Kertanegara, dulunya berasal dari nama “Nusantara”, yang didapatkan dari tulisan tangan “ Hajan al Asma ” karya Syaikh Abdullah, anak M Bakri, dan dapat ditemukan pada bagian belakang Kitab Undang-Undang Beraja Nanti dari Knappert.

Daerah Nusantara ini oleh putra kepala daerah Jahitan Layar, yaitu Aji Batara Agung Dewa Sakti, diberi nama Kutai. Legenda menceritakan, bahwa pada waktu Aji Batara Agung Dewa Sakti berburu dengan menggunakan sumpit, ia menemukan “ toepai ” yang sedang berada dipohon “ petei ”dan berada di daerah “ pantei ”. Kemudian, “ toepei ” tersebut jatuh ketepian “ kumpei ”. Maka, berdasarkan empat kata tersebut, Aji Batara Agung Dewa Sakti mendirikan keraton di daerah Kutai (Kutai Lama) yang bernama Kutai. Mungkin, ada benarnya juga bahwa Kesultan Kutai terletak di daerah Kutai lama karena daerah ini dekat dengan tepian Sungai Mahakam yang bermuara ke Selat Makassar.

Sumber lain mengatakan bahwa nama Kutai berasal dari bahasa China, “ Kho- Thay ”. Kho artinya “kerajaan” dan Thai artinya “besar”. Kho-Thay dirangkaikan menjadi : “kerajaan yang besar”. Dari ucapan ini lama-kelamaan menjadi Kutai.

Adapun nama”kertanegara” di belakang nama Kutai, mungkin ada hubungannya dengan raja terakhir di Kerajaan Singosari, Kertanegara (1268- 1292), di Jawa yang runtuh 1292 dan lalu digantikan oleh kerajaan Majapahit. Diduga, pelarian dari Singosari, mereka kemudian menamakan tempat pemukiman mereka di Kalimantan Timur dengan “Kertanegara”. Hal ini dapat saja terjadi pada waktu itu timbul pusat-pusat perdagangan di pantai timur Kalimantan yang banyak dilalui oleh pedagang-pedagang dari Jawa, Filipina, dan China. Selanjutnya, dari daftar raja-raja Kutai juga diketahui, bahwa Kesultanan Kutai Kertanegara berada didaerah Kutai Lama dekat dengan Selat Makassar.

Aji Batara Agung Dewa Sakti merupakan raja pertama yang bertahta di Kesultan Kutai Kertanegara yang dipercaya turun dari langit di daerah Jahitan Layar pada abad ke-14. Ia menikah dengan putri Meneluh (Putri Junjung Buih) yang muncul dari buih-buih sungai Mahakam di daerah hulu sungai. Aji Batara Agung Dewa Sakti dan Putri Meneluh merupakan cikal bakal raja-raja Kesultan Kutai. Menurut legenda, Aji Batara Agung Dewa Sakti mempunyai Keris Burit Kang yang dibawa dari langit.

Kerajaan ini, menurut PJ Veth, adalah Kesultanan Kutai Kertanegara yang merupakan bawahan Kerajaan Majapahit di Jawa. Dari sejarah Jawa diketahui, bahwa Kerajaan Majapahit mulai memperluas pengaruhnya setelah Gajah Mada menjadi Patih Majapahit keseluruh Nusantara. Perluasan Majapahit ini dapat disejajarkan dengan timbulnya Kerajaan Kutai pada abad ke-14, kemudian menjadi bawahan majapahit pada abad yang sama. Bukti lain tentang Kutai terdapat dalam Kronik Pasei berbahasa Melayu, yang menyebutkan bahwa Kutai menjadi koloni Hindu-Jawa di Kalimantan Selatan setelah Kerajaan Majapahit runtuh. Koloni Hindu-Jawa di Kalimantan Selatan yang dimaksud tidak lain adalah Kesultanan Banjarmasin. Pengaruh Hindu-Jawa ini diketahui dari nama- nama raja-raja Kutai, yaitu dimulai dari Ratu, Aji, dan Pangeran.

Nama Kutai juga ditemukan dalam buku Negarakertagama, yang berisi syair-syair pujian terhadap Raja Hayam Wuruk di Majapahit. Syair ini ditulis Mpu Prapanca pada tahun 1365. Dalam Saka 13 dan 14, disebutkan secara berturutturut bahwa terdapat daerah-daerah yang diperkirakan terletak di Pulau Kalimantan dan masuk kedalam wilayah kekuasaan Majapahit.

Dari sumber-sumber yang ada, diketahui bahwa perkembangan Kesultanan Kutai Kertanegara, secara de jure, sebenarnya berada dibawah kekuasaan kerajaan lain. Misalnya, pada saat kerajaan ini muncul pertama kali, ia berada di bawah pengaruh Kerajaan Majapahit sampai dengan mundurnya kekuasaan Majapahit pada akhir abad ke-15.

Setelah itu, Kerajaan Kutai Kertanegara menjadi bawahan Kesultanan banjarmasin. Hubungan antara dua Kerajaan ini dapat dilihat dari adanya kunjungan Raja Kutai dengan membawa persembahan hadiah, misalnya, pada waktu raja Kutai Kertanegara, Aji Batara Agung Dewa Sakti, mengadakan kunjungan ke Majapahit. Hal yang sama juga dilakukan oleh raja ketiga Kutai Kertanegara, Maharaja Sultan. Yang memerintah Majapahit pada kurun 1458- 1478 adalah Brawijaya. Sesudah melakukan perjalanan ke Jawa, raja ini lalu mendapat gelar Sangratu.

Ketika Kerajaan Kutai Kertanegara masih berada dibawah pengaruh Majapahit, pimpinan Kerajaan Majapahit menempatkan seorang wakilnya di kerajaan ini. Namun, hal yang sama tidak terjadi saat Kerajaan Banjarmasin berkuasa atas Kutai Kertanegara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kerajaan Kutai Kertanegara menjalankan roda pemerintahannya tanpa dipengaruhi Kerajaan Banjarmasin.

Demikianlah yang terjadi setelah pengaruh Kerajaan Majapahit atas Kerajaan Kutai Kertanegara berakhir. Munyusul runtuhnya Majapahit, maka penguasaan atas daerah Kerajaan ini pun kemudian jatuh ketangan Kerajaan Banjarmasin, yang pada waktu itu diperintah oleh Pangeran Samudra (1525-1620). Kutai Kertanegarapun berubah status menjadi kerajaan bawahan ( vazal ) Banjarmasin dan berlangsung sampai kekuasaan Belanda mempengaruhi kerajaan (yang lalu berubah menjadi Kesultanan) Banjarmasin pada abad ke-19. Selain itu, Kesultanan Kutai sendiri mengaku bahwa Kutai menjadi bawahan Kesultan Banjarmasin.

Berdirinya Kerajaan Kutai dimulai dari seorang kepala Desa Jahitan Layar, yang sudah sekian lama berumah tangga tidak memperoleh keturunan. Kemuadian secara ajaib ia mendapat anak yang diturunkan dari langit dalam sebuah bola emas. Oleh ayah angkatnya, anak ajaib itu diberi nama Aji Batara Agung Dewa Sakti.

Pada waktu yang hampir bersamaan, Kepala Desa Hulu Dusun juga memperoleh anak perempuan dengan cara yang sama menakjubkan. Anak perempuan itu ditemukan di atas buih air sungai Mahakam didekat Melanti. Suatu tempat yang sekarang terletak di Muara sungai Mahakam, termasuk wilayah Kutai Lama.

Oleh orang tuanya, anak perempuan itu diberi nama Putri Karang Melenu atau bisa disebut juga putri Junjung Buih. Setelah keduanya dewasa, Aji Batara Agung Dewa Sakti mendirikan kerajaan di hilir sungai Mahakam yang bernama “Kutai Kartanegara” dan menjadi raja di kerajaan tersebut, setelah itu dia menikah dengan Putri Karang Melenu.

Perkawinannya membuahkan seoarang keturunan laki-laki bernama Aji Paduka Nira. Sesudah kelahiran anak pertamanya, Aji Batara Agung Dewa Sakti melakukan perjalanan ke Pulau Jawa, mengunjungi kerajaan Majapahit. Atas kepergian suaminya itu, sang Permaisuri Putri Karang Melenu tidak tahan hidup sendirian. Lalu ia memutuskan untuk meninggalkan dunia ini dengan cara menceburkan diri ke sungai Mahakam dimana ia dilahirkan.

Aji Batara Agung Dewa Sakti sepulang dari Majapahit merasa sedih menerima kanyataan bahwa isterinya telah meninggal dunia. Kemudian ia memutuskan menceburkan diri masuk ke sungai Mahakam sama seperti istrinya. Sepeninggal kedua orang tuanya, Aji Batara Agung Nira menjadi yatim piatu. Selanjutnya, seorang penduduk terkemuka dari desa Muara Bengalon dengan cara ajaib memperoleh anak perempuan dari rumpun bambu. Anak angkatnya itu diberi nama Putri Paduka Suri.

Setelah dewasa, ia diperistri oleh Aji Paduka Nira yang menjadi Raja kedua dari kerajaan Kutai Kartanegara. Dari perkawinannya ini kemudian lahir tujuh orang anak. Lima diantaranya laki-laki dan dua lainnya perempuan.

Teori Asal Usul Kerajaan Kutai Kartanegara


Cerita mitologi mengenai asal usul berdirinya Kerajaan Kutai Kartanegara dari berbagai aspek sangat menarik untuk dicermati. Meskipun cerita itu terkesan hanya hasil ciptaan dari pujangga saat itu, namun dalam cerita itu memuat alur kronologi sejarah yang luar biasa. Sumber sejarah dari sebuah manuskrip kerabat Keraton Kutai Kartanegara.

Aji Batara Agung Sakti itu sebenarnya adalah merupakan salah satu keturunan dari dinasti Kerajaan Singasari Malang. Berdasar pada sumber sejarah itu disebut-sebut bahwa: Aji Batara Agung Dewa Sakti sebenarnya seorang pelarian pembesar Kerajaan Singasari yang bernama “Raden Kusuma”. Ia melarikan diri bersama tentara Khubilai Khan yang dipimpin Jendral Cheng Ho.

Setelah tentara Singasari dibawah Raja Kartanegara berhasil dikalahkan oleh tentara Raden Wijaya (pendiri Majapahit) dalam perang Paregreg di Desa Dander Kabupaten Kediri. Raden Kusuma melarikan diri dari kejaran tentara Raden Wijaya kearah Utara dengan menggunakan kapal layar.

Dalam pelariannya rombongan sisa armada pasukan Raden Kusuma bersama Jendran Cheng Ho memasuki sungai Mahakam untuk memperbaiki layar yang sobek. Tempat mereka bersandar kini terkenal dengan istilah “Jahitan Layar”. Yakni sebuah Desa yang kini berada di Kutai Lama.

Raden Kusuma yang memiliki darah keturunan yang berasal dari keluarga bangsawan itu kemudian mendirikan Kerajaan baru di hilir sungai Mahakam yang bernama “Kutai Kartanegara”. Nama Kerajaan baru ini diambil dari nama raja dinasti Kerajaan Singasari, Raden Kartanegara yang telah ditaklukan oleh pendiri Majapahit, Raden Wijaya.

Raden Kusuma berkeinginan melestarikan kejayaan dinasti Kartanegara di Kalimantan Timur dengan menggunakan nama dari Raja Singasari yaitu Raden Kartanegara. Guna menghindar dari ancaman Raja Majapahit, maka diciptakanlah sebuah mitos, agar rahasianya tertutupi yaitu dengan cerita mitologi bahwa dirinya lahir dari bola emas yang jatuh dari langit.

Cerita mitologi yang penuh keajaiban ini selain untuk menyembunyikan identitas bahwa dirinya merupakan salah satu keturunan Raja Singasari, juga untuk menegaskan bahwa adanya kewibawaan sebagai keturunan Dewa yang sakti. Kalau kita buka lagi lembaran sejarah Majapahit, Gajah Mada menjadi Pati pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk pada tahun 1331 M.

Di bawah kebesarannya, Kerajaan Majapahit meluaskan wilayah kekuasaannya ke berbagai penjuru Nusantara. Termasuk ke Kalimantan Timur, Sabah dan Filipina Selatan. Juga masih kuran jelas apakah pada saat itu Kerajaan Kutai Karanegara juga tunduk terhadap kekuasaan Majapahit. Ataukah kerajaan itu hanya merupakan Kerajaan kecil yang hanya mempumya otonomi terbatas yang membuat mereka berdiri sendiri.

Hal yang patut untuk diketahui adalah, ada beberapa Raja Kutai pernah belajar ke Majapahit untuk mencontoh pemerintahan disana. Teori lain juga menyebutkan bahwa Kerajaan Kutai Kartanegara didirikan oleh seorang pembesar Hindu Jawa yang berasa dari Kalimantan Selatan, mereka adalah keturunan dinasti kerajaan Daha Kediri yang lebih dulu mendirikan Kerajaan Daha dan Kuripan di Kalimantan Selatan.

Hal ini karena didukung dengan penyebutan nama-nama Aji yang diambil dari nama Aji Jaha yang berarti tinggi. Disamping itu pada Kerajaan Kutai Kartanegara terdapat Undang-Undang “Panji Selaten” yang diperkirakan ada hubungan dengan cerita Panji yang sangat terkenal di Kerajaan Daha.

Kerajaan Kutai termasuk kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Diperkirakan, kerajaan kutai muncul pada abad 5 M atau ± 400 M. Kerajaan tersebut dibangun pada abad ke-4, dengan bukti ditemukannya tujuh buah prasasti Yupa.

Lebih tepatnya kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur atau dekat kota Tenggarong, di hulu sungai Mahakam. Informasi mengenai Kerajaan Kutai ini tidak banyak ditemukan. Sumber utamanya yaitu terdapat 7 buah prasasti Yupa. Penggunaan nama Kutai sendiri ditentukan oleh para ahli sejarah yang mengambil nama dari tempat ditemukannya prasasti Yupa yaitu di daerah Kutai.

Tujuh buah batu tulis yang disebut Yupa yang ditemukan ini, ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta yang disusun dalam bentuk syair. Prasasti Yupa merupakan prasasti tertua yang di dalamnya menyatakan telah berdirinya suatu Kerajaan Hindu tertua yaitu Kerajaan Kutai.

Apa itu Yupa? Yupa, Yupa merupakan tugu batu yang digunakan sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para Brahmana atas kedermawanan Raja Mulawarman. Pada Yupa ini juga dituliskan bahwa Raja Mulawarman merupakan Raja yang baik dan kuat. Raja ini merupakam anak dari Aswawarman dan merupakan cucu dari Raja Kudungga, telah memberikan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.

Salah satu yupa tersebut, kini berada di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta. Dari prasati tersebut juga diketahui bahwa Kerajaan ini didirikan pertama kali oleh Kudungga kemudian dilanjutkan oleh anaknya Aswawarman dan mencapai puncak kejayaan pada masa Mulawarman (Anak Aswawarman). Sedangkan, raja pertama yang berkuasa adalah Aswawarman.

Pendiri Kerajaan Kutai

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendiri Kerajaan Kutai yaitu raja Kudungga. Raja tersebut mendapat gelar Wangsakerta yang artinya pembentuk keluarga raja. Selain itu, Raja Kudungga juga mendapat sebutan sebagai Dewa Ansuman atau Dewa Matahari.

Pada stupa peninggalan Kerajaan Kutai, juga disebutkan pemberian gelar ini. Namun, terdapat beberapa cerita yang menyebutkan bahwa pendiri Kerajaan Kutai yaitu Asmawarman. Tidak ada informasi otentik yang menyebutkan siapa yang sebenarnya pendiri kerajaan ini.

Masa Kejayaan Kerajaan Kutai

Kehidupan Kerajaan Kutai sangatlah makmur dan sejahtera ini, dibuktikan dengan ditemukannya prasasti atau yupa di Muara Kaman. Dan masa kejayaan ini berada pada masa kepemimpinan Mulawarman.

Kejayaan Kutai meredup ketika masih di pimpinan oleh Dinasti Kudungga. Meredupnya kerajaan Kutai ini terjadi ketika Kerajaan besar seperti Majapahit dan Singosari sedang mengalami masa-masa kegemilangan. Sejak saat itu, kehidupan tentang Kerajaan Kutai yang berada di bawah Dinasti Kudungga tidak lagi terlihat.

Kudungga berasal dari Kerajaan Campa di Kamboja, sedangkan Aswawarman merupakan anak dari Kudungga yang dipercaya menjadi raja pertama di Kerajaan Kurtai dengan sebutan Wangsakerta. Namun, pada beberapa sejarah ada yang menganggap bahwa raja Kudungga sebagai raja yang pertama dari Kerajaan Kutai.

Bidang Politik

Prasasti-prasasti yang telah ditemukan di Kutai, ada salah satu prasasti yang didalamnya tetulis “Sang Maharaja Kundungga yang amat mulia memiliki putra yang mashur, namanya Sang Aswawarman, yang seperti Sang Ansuman atau Dewa Matahari menumbuhkan keluarga yang sangat mulia.

Sang Aswawarman memiliki tiga putra, seperti api (yang suci) tiga. Yang paling terkemuka dari ketiga putra itu yaitu Mulawarman. Raja yang berperadaban baik, kuat, dan sangat kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan selamatan emas yang sangat banyak. tugu batu ini didirikan untuk peringatan kenduri itulah oleh para Brahmana.”

Dari prasasti tersebut, bisa diketahui nama-nama raja yang pernah memerintah di Kerajaan Kutai tersebut. Raja pertama, bernama Kundungga. Raja ini merupakan nama Indonesia asli. Kudungga memiliki seorang anak yang bernama Aswawarman sekaligus sebagai pendiri dinasti atau pembentuk keluarga (Wamsakerta). Selanjutnya, dapat diketahui pula bahwa Aswawarman mempunyai 3 orang putra.

Salah satu putra yang sangat terkenal yaitu Mulawarman. Bisa disimpulkan bahwa pada masa kerajaan Kutai, mereka sudah mengenal sistem pemerintahan. Sehingga, pemerintahan bukan lagi dipimpin oleh kepala suku, namun dipimpin oleh Raja. Dalam prasasti tersebut membuktikan bahwa raja-raja Kutai merupakan orang asli Indonesia yang sudah memeluk agama Hindu.

Bidang Ekonomi

Kerajaan Kutai, secara geografis berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang paling menarik yang disinggahi para pedagang. Hal tersebut membuktikan saat itu, selain pertanian, kegiatan perdagangan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai.

keterangan tertulis yang terdapat pada prasasti tersebut mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada Brahmana. Diperkirakan bahwa pertanian dan peternakan sudah menjadi mata pencaharian utama masyarakat Kutai.

Selain itu, letak dari kerjaan ini di sekitar Sungai Mahakam yang digunakan sebagai jalur transportasi laut, sehingga perdagangan masyarakat Kutai berjalan cukup ramai. Bagi pedagang dari luar kutai yang ingin berjualan di Kutai, mereka harus memberikan “hadiah” kepada raja sebagai izin berdagang. Biasanya, pemberian “hadiah” ini berupa barang dagangan yang harganya cukup mahal dan pemberian ini dianggap sebagai pajak kepada pihak Kerajaan.

Bidang Agama

Kebudayaan masyarakat Kutai sangat erat kaitannya dengan kepercayaan yang dianut. Yupa merupakan salah satu hasil budaya dari masyarakat Kutai. Yupa merupakan tugu batu yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia dari zaman Megalitikum.

Pada salah satu yupa tersebut menyebutkan terdapat suatu tempat suci dengan nama Waprakeswara atau tempat pemujaan Dewa Siwa. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa masyarakat Kutai merupakan pemeluk agama Hindu Syiwa. Selain itu, masyarakat Kutai juga masih ada yang menjalankan adat istiadat dan kepercayaan asli mereka.

Bidang Sosial-Budaya

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Kerajaan Kutai kebanyakan memluk agama hindu, sehingga mereka sudah mendapat pengaruh agama Hindu. Sehingga, kehidupan agamanya sudah lebih maju. Contohnya, terdapat pelaksanaan upacara pemberkatan seseorang yang memeluk agama Hindu yang disebut dengan Vratyastoma. Upacara tersebut dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman yang dipimpin oleh para pendeta dari India.

ada masa pemerintahan Mulawarman, baru upacara tersebut dipimpin oleh kaum brahmana dari Indonesia. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa kaum brahmana dari Indonesia ternyata juga memiliki tingkat intelektual yang tinggi yang mampu menguasai bahasa Sanskerta. bahasa sansakerta ini merupakan bahasa resmi kaum brahmana untuk masalah keagamaan.

Pengaruh masuknya budaya India ke Nusantara ini menyebabkan budaya Indonesia ini mengalami perubahan. Perubahan yang paling penting yaitu timbulnya suatu sistem pemerintahan dengan kepalanya yaitu raja. Awalnya, sebelum budaya india masuk, pemerintahan hanya dipimpin oleh seorang kepala suku.

Selain itu, budaya lainnya adalah kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia dengan mendirikan tugu batu. Artinya, bangsa Indonesia berusaha mencari dan menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan asing dengan kebudayaan asli Indonesia sendiri.