Bagaimana sejarah tari kebo kinul?

image

Salah satu tari yang berasal dari Sukoharjo Jawa Tengah yaitu tari kebo kinul.Bagaimana sejarah dari tari kebo kinul?

Pertunjukan Kebo Kinul mengisahkan tentang masyarakat Desa Genengsari Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo yang mengalami pagebluk (wabah penyakit yang menyerang manusia maupun tanaman), warga gagal memanen hasil pertanian karena rusak yang tidak diketahui apa penyebabnya. Setelah diteliti ternyata yang merusak adalah kebo kinul sendiri yang dipercaya sabagai penjaga tanaman yang dibantu oleh hama tanaman seperti: tikus, celeng, menthek, dll. Karena merasa tidak dihargai keberadaanya, para petani melalaikan kewajibannya untuk mengadakan sesaji/selamatan ketika memanen hasil pertaniannya.
Warga desa tidak ada yang mampu menjinakkan kebo kinul yang sedang mengamuk tersebut, akhirnya minta pertolongan seorang Kyai bernama Kyai Pethuk. Kyai Pethuk meminta kepada Kebo Kinul untuk tidak merusak semua tanaman, namun kebo kinul terus membabi buta merusak tanaman warga, akhirnya peperangan sengit tidak terelakkan lagi. Kyai Pethuk berdoa memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa agar bisa menghentikan pagebluk yang sedang terjadi, dengan sarana sebuah keris pusaka akhirnya kebo kinul tunduk menyerah, namun kebo kinul mempunyai permintaan agar para warga memberikan sesaji mengadakan selamatan pada waktu memanen hasil pertaniannya. Setelah warga desa menyanggupi permintaan tersebut lenyaplah pagebluk yang melanda desa Genengsari, Kebo Kinul akhirnya menjadi sahabat petani dalam hal menjaga dan mengolah tanaman agar terhindar dari hama, dan hasil panenan dapat melimpah.

Tari Kebo Kinul yang merupakan kesenian kerakyatan di Kabupaten Sukoharjo. Pada tahun 1950 Tari Kebo Kinul memiliki dua versi yaitu sebagai pelengkap upacara bersih desa di Desa Genengsari Kecamatan Polokarto dan sebagai permainan anak di Desa Tirtosari Kelurahan Rejosari Kecamatan Polokarto, Kelurahan Gayam Kecamatan Sukoharjo, dan Kecamatan Nguter. Pengertian Kebo Kinul di Desa Genengsari adalah kebo berarti binatang kerbau yang memiliki simbol kesuburan tanah dan Kinul berasal dari kata “kinthul” yang berarti mengikuti atau menyertai. Sehingga Tari Kebo Kinul adalah tari yang menyimbolkan kesuburan tanah yang selalu menyertai petani.

Kebo Kinul di Desa Tirtosari Kelurahan Rejosari Kecamatan Polokarto, Kelurahan Gayam Kecamatan Sukoharjo, dan Kecamatan Nguter adalah orang-orangan sawah yang menunggu tanaman padi. Ada pula yang menyebutnya kerbau yang gemuk dari arti kata kebo adalah binatang kerbau dan kinul adalah kinul-kinul yang berarti gemuk, dalam pengertian ini dapat disimpulkan bahwa kerbau adalah binatang gemuk yang menjadi teman kerja bagi seorang petani dalam mengolah sawahnya. Walaupun memiliki versi yang berbeda dalam asal-usulnya, namun keduanya memiliki pengertian yang sama yaitu Kebo Kinul adalah binatang kerbau sebagai simbol kesuburan tanah yang menyertai petani dalam mengolah sawahnya dan sebagai penunggu tanaman padinya.

Menurut Samidi selaku penari Kebo Kinul di Desa Genengsari, beliau mengatakan bahwa Tari Kebo Kinul muncul pertama kali di Desa Genengsari pada tahun 1950-an, namun siapa penciptanya tidak diketahui. Kebo Kinul dipercaya oleh masyarakat Desa Genengsari sebagai sosok penunggu tanaman padi dan merupakan ratu dari para lelembut yang berupa wereng, menthek, dan hama tanaman lainnya. Dahulunya petani sering mengalami pagebluk akibat tanamannya dirusak oleh hama, wereng, dan menthek. Hal tersebut dipercaya masyarakat karena ulah Kebo Kinul sebagai ratu dari lelembut tersebut mengamuk dan memerintahkan kepada para hama, wereng, dan menthek untuk merusak tanaman padi. Kemarahan Kebo Kinul tersebut diakibatkan karena manusia semakin serakah, lupa bersyukur kepada Tuhan dan mulai melupakannya sebagai sosok penunggu tanaman padi. Dari kejadian tersebut munculah kesenian Kebo Kinul yang dipentaskan dengan tujuan ngalap berkah yaitu bersyukur kepada Tuhan karena telah panen dengan melimpah. Menurut keyakinan masyarakat, pementasan Tari Kebo Kinul sebagai pelengkap upacara bersih desa sangat berdampak terhadap kesuburan tanah dan tanaman padi dari serangan hama, wereng, dan menthek sehingga membawa berkah pada hasil panen di Desa Genengsari.

Upacara bersih desa di Desa Genengsari diselenggarakan setiap bulan Jawa Ruwah tepatnya pada hari Senin Pon. Upacara bersih desa diikuti oleh seluruh masyarakat Desa Genengsari dengan membawa nasi tumpeng, sesaji, jajanan pasar dan semacamnya kemudian didoakan. Setelah didoakan, nasi tumpeng beserta lauk pauk dan jajanan pasar kemudian dimakan bersama dan saat itulah Tari Kebo Kinul dipentaskan dengan tujuan bersenang-senang bersama. Gerak tari yang digunakan pada pelengkap upacara bersih desa adalah gerak spontan, tidak terdapat pathokan yang baku dan dilakukan berulangulang. Tidak terdapat pathokan pula dalam jumlah penari, karena tujuan dari pelengkap upacara bersih desa tersebut adalah bersyukur dan bersenangsenang bersama. Karena Kebo Kinul dipercaya masyarakat sebagai sosok penunggu tanaman padi, maka Kebo Kinul diperumpamakan orang-orangan sawah yang selalu menunggu tanaman padi. Dari pemikiran tersebut maka kostum yang digunakan Tari Kebo Kinul adalah jerami yang dibalutkan pada seluruh tubuh penari hingga menyerupai orang-orangan sawah. Tidak menggunakan rias wajah karena semua bagian tubuh termasuk wajah tertutup oleh jerami. Alat musik yang digunakan adalah kenthongan. Dahulunya upacara bersih desa ini rutin dilaksanakan setiap tahunnya di petilasan dhanyang yang dikeramatkan oleh masyarakat tepatnya di Desa Klegungan RT 04 RW I Kelurahan Genengsari Kecamatan Polokarto.

Jika di Desa Genengsari Kebo Kinul dikenal sebagai pelengkap upacara bersih desa, di Desa Tirtosari Kelurahan Rejosari Kecamatan Polokarto, Kebo Kinul dikenal sebagai permainan anak-anak. Permainan tersebut menyerupai memedi sawah atau orang-orangan sawah yang mengejar dan diarak temantemannya. Begitu pula di Kelurahan Gayam dan Kecamatan Nguter, Kebo Kinul adalah permainan anak yang biasa dimainkan di saat padang bulan dengan bentuk permainan yang sama dengan permainan Kebo Kinul di Desa Tirtosari. Menurut Ismiati beliau mengatakan bahwa permainan Kebo Kinul dilakukan sebagai bentuk pelepas rasa lelah di kala seharian anak-anak membantu orang tua bekerja di sawah. Permainan tersebut mengimitasi pada bentuk orang-orangan sawah. Permainan Kebo Kinul biasa digabungkan dengan permainan cublak-cublak suweng, jamuran, njuk tali njuk emping yang dilakukan sebelum permainan Kebo Kinul untuk mencari siapa yang kalah dan menjadi Kebo Kinulnya. Pemain yang menjadi Kebo Kinul kemudian didandani mirip dengan orang-orangan sawah lalu diarak mengelilingi desa dengan lagu Kebo Kinul.

Dalam permainan ini, pemain yang jadi Kebo Kinul adalah dua orang anak dengan posisi anak di bawah yang menjadi bagian tubuh bawah Kebo Kinul dan anak di atas yang duduk di pundak anak yang di bawah sebagai bagian tubuh atas Kebo Kinul. Alasan yang menjadi pemain dua orang anak karena agar Kebo Kinul terlihat besar dan tinggi. Pemain tersebut didandani menggunakan kain sarung untuk menutupi seluruh bagian tubuh pemain.

Mulai tahun 1980 Kebo Kinul mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi pada Kebo Kinul adalah perubahan fungsi yang akhirnya mempengaruhi pada perkembangan bentuk penyajiannya. Kebo Kinul di Desa Genengsari yang pada awalnya sebagai pelengkap upacara bersih desa berubah menjadi seni pertunjukkan berbentuk drama tari yang menggunakan penokohan dan dialog serta Kebo Kinul di Kecamatan Nguter yang awalnya merupakan sebuah permainan anak berubah menjadi seni pertunjukkan dramatari dengan konteks permainan anak. Tari Kebo Kinul di Desa Genengsari pada tahun 1980 memperoleh ijin dari Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan untuk dikembangkan dan dikemas oleh seniman Alm. Sukardi Broto Sukarno dan Alm. Waluya guna mewakili Kabupaten Sukoharjo di acara Festival Seni di Borobudur.

Tari Kebo Kinul pada periode ini berbentuk dramatari dengan alur cerita dan penokohan. Tokoh dalam cerita diambil dari para pepundhen dan dhanyang yang dikeramatkan di Desa Genengsari tanpa merubah tokoh utama yaitu Kebo Kinul. Gerak Tari Kebo Kinul pada periode dramatari masih sederhana, lebih banyak menggunakan percakapan sehingga durasi pertunjukkan mencapai kurang lebih 60 menit. Kostum Kebo Kinul pada periode dramatari awalnya menggunakan jerami, namun kemudian berganti menggunakan mendhong untuk menutup seluruh tubuh penarinya. Tidak menggunakan rias wajah karena seluruh tubuh termasuk wajah penari tertutup oleh jerami dan mendhong. Alat musik sudah menggunakan gamelan diantaranya demung, slenthem, gong, kethuk dan kendhang serta lagu yang digunakan adalah lagu Kebo Kinul.

Perkembangan Kebo Kinul dari permainan anak menjadi seni pertunjukkan di Kecamatan Nguter terjadi pada tahun 2003. Tari Kebo Kinul dari perkembangan permainan ini pertama kali dipentaskan di Festival Dolanan Anak di Borobudur. Kebo Kinul pada pertunjukkan dolanan anak ini disimbolkan dengan boneka berbentuk orang-orangan sawah yang terbuat dari jerami dan bambu kemudian digerakkan oleh penari putra sebagai petani putra. Penari lainnya yaitu penari putri remaja yang menjadi petani perempuan dan anak-anak sebagai pelaku permainan anak-anak. Pertunjukkan Tari Kebo Kinul pada periode perkembangan permainan anak ini menggunakan dialog. Dialog tersebut dilakukan oleh anak-anak yang sedang bermain bersama.

Pada tahun 2010 Tari Kebo Kinul kembali mengalami perkembangan. Perkembangan yang terjadi pada Tari Kebo Kinul merupakan pencarian kemapanan dalam penataan dari elemen-elemen tari meliputi gerak, rias dan busana, iringan, pola lantai, perlengkapan serta tempat pertunjukkan agar Tari Kebo Kinul lebih menarik dan semakin dinikmati oleh penonton. Tari Kebo Kinul pada periode ini dikembangkan oleh para seniman dibawah naungan Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan dengan menyatukan perbedaan versi antara versi dramatari perkembangan dari pelengkap upacara bersih desa dan dramatari perkembangan dari permainan anak menjadi sebuah seni pertunjukkan murni hingga menjadi sebuah tari rampak. Perkembangan Tari Kebo Kinul pada periode ketiga ini berdampak baik terhadap Tari Kebo Kinul dan masyarakat Kabupaten Sukoharjo karena Tari Kebo Kinul semakin dikenal dan diminati penontonnya hingga memperoleh undangan dari berbagai event di Jawa Tengah dan DIY. Hingga saat ini Tari Kebo Kinul masih hidup dan berkembang bersama masyarakat di Kabupaten Sukoharjo.

Menurut Raharjo perkembangan Tari Kebo Kinul adalah perkembangan yang mengikuti dan menyesuaikan kondisi, situasi, trend, serta masyarakat pendukung pada jamannya. Hal ini dikarenakan bahwa pada tahun 1980-an sedang muncul trend pertunjukan berbentuk dramatari kemudian Tari Kebo Kinul dikembangkan menjadi pertunjukan berbentuk dramatari. Kemudian pada tahun 2010-an terjadi branding-brandingnya membuat sebuah kesenian yang memiliki ciri khas daerah masing-masing, maka Tari Kebo Kinul diangkat dan dikembangkan menjadi sebuah kesenian khas Kabupaten Sukoharjo. Perkembangan tersebut bertujuan agar Tari Kebo Kinul memperoleh eksistensi dan tetap ada di tengah masyarakat dengan berkembang mengikuti jamannya.