Bagaimana sejarah taman siswa ?

Taman Siswa

Taman Siswa adalah nama sekolah yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta (Taman berarti tempat bermain atau tempat belajar, dan Siswa berarti murid).Pada waktu pertama kali didirikan, sekolah Taman Siswa ini diberi nama “National Onderwijs Institut Taman Siswa”, yang merupakan realisasi gagasan dia bersama-sama dengan teman di paguyuban Sloso Kliwon. Sekolah Taman Siswa ini sekarang berpusat di balai Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta, dan mempunyai 129 sekolah cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia.

Bagaimana sejarah taman siswa ?

Pada tanggal 3 Juli 1922 organisasi Taman Siswa didirikan karena adanya ketidakpuasan terhadap sistem Pendidikan yang ada di masa itu. Waktu itu pemerintahan Belanda masih menguasai Indonesia dan sistem pendidikannya.

Pemerintahan Belanda tidak membebaskan semua rakyat Indonesia untuk bersekolah. Hanya anak bangsawan, konglomerat, dan kalangan raja saja yang boleh bersekolah. Padahal, semua rakyat Indonesia sangat membutuhkan pendidikan agar bisa segera merdeka dan bebas dari penjajahan.

Taman Siswa didirikan untuk mengenalkan pendidikan kepada masyarakat Indonesia agar menjadi bangsa yang merdeka. Perguruan Taman Siswa berkembang hingga terbentuk Taman Indriya sebagai sekolah untuk taman kanak-kanak dan Perguruan Tinggi Sarjanawiyata Taman Siswa.

Pendiri Organisasi Taman Siswa Organisasi taman siswa didirikan oleh tokoh yang kita kenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara atau nama aslinya adalah Raden Mas Soewardi Soernyaningrat. Nama tersebut mungkin tidak asing bagi kita karena biasa digunakan oleh para bangsawan. Ki Hadjar Dewantara awalnya memang seorang dengan menyandang nama bangsawan, tetapi ia kemudian mengganti namanya pada usia ke 40 tahun.

Ki Hadjar Dewantara merupakan penggagas berdirinya organisasi taman siswa atau bisa disebut organisasi pendidikan pertama di Indonesia pada masa itu. Jasa-jasa beliau tentu sangat berarti bagi dunia pendidikan di Indonesia, hingga saat ini namanya sangat terkenal di kalangan masyarakat. Sebagai seorang bangsawan, ia mendapat pendidikan yang baik. Selain itu, ia juga pernah mendirikan organisasi politik pertama di Indonesia bersama rekan-rekannya.

Pendirian organisasi tersebut tentu sangat ditentang oleh pemerintah Hindia Belanda, maka dari itu beberapa tokoh termasuk Ki Hadjar Dewantara sempat dibuang / diasingkan di beberapa daerah. Ki Hajdjar Dewantara di asingkan ke Belanda dan berhasil kembali ke Indonesia pada tanggal 3 Juli 1922. Ia kemudian langsung mendirikan organisasi yang bernama Nasional Onderwijs Institut Tamansiswa atau yang sekarang kita kenal sebagai Organisasi Taman Siswa.

Tujuan dan Perkembangan Organisasi Taman Siswa


Pada awalnya organisasi taman siswa merupakan perkumpulan rutin yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara bersama teman-temannya, seperti Pronowidigo dan Soestatmo. Pertemuan tersebut dilakukan di halaman rumah Ki Hadjar Dewantara atau sekarang merupakan pendopo taman siswa di kota Yogyakarta. Dalam sebuah pertemuan kemudian mereka menggagas mengenai pendidikan di Indonesia, akhirnya lahirlah organisasi pendidikan taman siswa. Organisasi taman siswa merupakan layanan pendidikan bagi anak-anak, remaja maupun dewasa.

Tujuan berdirinya organisasi taman siswa yaitu untuk mewujudkan manusia yang merdeka baik lahiriah maupun batiniah. Untuk menjalankan tujuan tersebut maka organisasi ini berusaha mengenalkan pendidikan di kalangan masyarakat, khususnya menengah ke bawah. Organisasi pendidikan ini memiliki semboyan yang sangat terkenal hingga sekarang, semboyan tersebut yaitu :
14

Taman Siswa


Taman Siswa adalah sekolah yang didirikan Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta sebagai pergerakan nonkooperatif di bidang pendidikan di Hindia Belanda. Pada waktu pertama kali didirikan, sekolah Taman Siswa ini diberi nama " National Onderwijs Institut Taman Siswa", yang merupakan realisasi gagasan Ki Hajar Dewantara bersama- sama dengan temannya di Paguyuban Sloso Kliwon (Muljana, 2008). Keberadaan Taman Siswa ini tidak lepas dari lingkungan sosio-historis di tahun 1900-1942, dimana Pemerintah Hindia Belanda menerapkan Politik Etis (terutama edukasi) kepada negeri jajahan sebagai upaya pemberdayaan dan perbaikan kualitas hidup rakyat jajahan ke arah terdidik lewat sekolah (Suhartono, 2001). Atau dengan kata lain, Politik Etis merupakan hutang budi negeri induk kepada negeri jajahan yang telah menyediakan pundi-pundi emas kepada Belanda selama cultuurstelsel bagi pembangunan dalam negeri negara induk.

Dukungan datang dari para kapitalis dan industrialis di Hindia B landa mengenai penerapan Politik Etis pada penduduk pribumi Hindia Belanda. Edukasi dari Politik Etis ini mengha- silkan elit modern kalangan bumiputera yang terdidik (menjadi cendikiawan) membentuk pergerakan modern dalam bentuk organisasi sosio-politik termasuk Taman Siswa (van Niel,1984). Berdirinya Taman Siswa di Yogyakarta setelah Ki Hajar Dewantara usai berpolitik lewat Indische Partij dalam memper- juangkan hak-hak bumiputera Hindia Belanda.

Prinsip dasar dalam pendidikan Taman Siswa yang menjadi pedoman bagi seorang guru dikenal sebagai Patrap Triloka . Konsep ini dikembangkan Ki Hajar Dewantara setelah ia mempelajari pendidikan progresif yang diperkenalkan oleh Maria Montessori (Italia) dan Rabindranath Tagore (Benggala) sebagai pendidikan karakter (Kelch, 2014). Patrap Triloka me- miliki unsur-unsur pendidikan karakter seperti: ing ngarsa sung tulada memiliki arti di depan memberi teladan, ing madya mangun karsa yang artinya di tengah membangun inisiatif, sementara tut wuri handayani artinya dari belakang mendukung.

Konsep pendidikan berbasis budaya penting untuk mempromosikan kewarganegaraan atau identitas nasional dan tanggung jawab anak muda perge- rakan sebagai agent of change di dalam pergerakan nasional tahun 1908-1942. Taman Siswa yang berprofesi sebagai lembaga pendidikan merupakan warisan bangsa yang tak terukur, peran dan pelayanan Taman Siswa dalam dunia pendidikan Indonesia sangat penting di masa lalu, sekarang dan di masa depan (Towaf, 2016). Pendidikan karakter di Taman Siswa tidak luput bagaimana mengajarkan anak-anak pergerakan akan pentingnya tanggung jawab, gotong royong, kasih sayang, menghormati orang yang lebih tua, dan cinta tanah air ( nationalism ).

Pendidikan kebangsaan sifatnya harus luas dan dalam, sehingga pengaruh-pengaruh dari luar yang dapat memperbaiki dan mempertinggi pendidikan kebangsaan Indonesia harus dite- rima dengan senang hati. Akan tetapi, pengaruh-pengaruh tadi harus disela- raskan dengan keadaan Indonesia dan diberikan kepada anak-anak Indonesia, sehingga prinsip seleksi dan adopsi perlu dijalankan (Yuliati, 2016). Landasan pendidikan Taman Siswa tersebut mem- bentuk pendidikan karakter di masanya mengajarkan toto kromo dan welas asih. Ajaran di dalam Taman Siswa telah mengakar ke dalam kepribadian pendidikan nasional yang berasal dari kebudayaan Jawa dan ajaran agama Islam sang peletak dasar Taman Siswa. Jadi, nilai-nilai kultur dan ajaran agama Ki Hajar Dewantara menjadi pondasi dalam membentuk pendidikan karakter telah membangkitkan rasa cinta tanah air kepada anak-anak pergerakan pada masa itu.

Inilah yang menjadi permasa- lahan bahwa landasan pendidikan yang diletakkan Taman Siswa tanpa disadari menjadi jiwa pendidikan nasional selama masa pergerakan nasional 1908-1942. Karakteristik landasan pendidikan yang diletakkan oleh Taman Siswa sudah sepatutnya dipertahankan di dalam menghadapi arus globalisasi yang membawa kepada pengikisan moral anak bangsa.