Antara Samurai dan bushido ada hubungan yang sangat erat dalam perkembangan sejarah Jepang. Terbentuknya golongan Samurai terkait erat dengan melemahnya pemerintahan pusat pada periode Heian (794-1192) sehingga banyak keluarga aristokrat yang tidak mendapatkan kedudukan di pusat menyingkir ke daerah-daerah dan membentuk kelompok-kelompok mandiri yang menguasai daerah-daerah. Para birokrat yang menduduki daerah-daerah salaing bersaing untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih luas, sehingga mereka memerlukan pasukan pengamanan dari penduduk lokal. Pasukan pengaman yang dipersenjatai ini dikenal sebagai Samurai. Kelompok aristokrat yang terkenal saat itu adalah keluarga Taira dan Minamoto.
Kata samurai awalnya berasal dari bahasa Jepang kuno “samorau” dan kemudian menjadi “saburai” dan selanjutnya menjadi “samurai”, yang artinya pelayan yang mengabdi pada majikannya. Pada periode Edo Samurai juga disebut sebagai “bushi” yang artinya orang yang bersenjata atau prajurit.
Pada masa awal pembentukannya pada periode Kamakura, Samurai merupakan kelompok sosial strata atas yang sangat dihormati. Tugas Samurai selain untuk pengamanan dan pertahanan di daerah, juga bertugas di bidang administrasi dan kemasyarakatan, seperti menentukan dan memungut pajak serta mengatur tata kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya para Samurai memakai perlengkapan khas Samurai. Pada awal pembentukannya para Samurai menggunakan sejata yang lazim digunakan saat itu yaitu busur dan panah (yumi). Pada perkembangannya kemudian Samurai menggunakan pedang (katana) sebagai senjata utama yang dianggap paling efisien. Pada perkembangannya kemudian pedang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan para Samurai. Bahkan dalam falsafah Samurai pedang adalah roh dari Samurai yang harus diperlakukan dan dijaga sebagai kehormatan (Swandana, 2009).
Pedang bagi seorang Samurai mengandung aspek spritual tentang ketinggian moral dan kedalaman jiwa dan hanya digunakan untuk membela kehormatan dan harga dirinya. Pembuatan pedang harus mempertimbangkan keserasian unsur-unsur materi dan spriritual yang selaras dengan ajaran Zen. Dalam menjalankan tugas keprajuritan, bushido tidak hanya memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriah (fisik) saja, tetapi aspek batiniah (mental) juga menjadi fokus perhatiannya. Pedang yang diciptakan dari bahan terbaik tidak akan berarti bila penggunanya tidak memiliki ketenangan dan kontrol batin yang tinggi ketika menggunakannya. Dalam setiap pertempuran pada prinsipnya para Samurai bertujuan untuk unggul dan memperoleh kemenangan, tetapi hal itu tidak berarti menang dengan kekuatan fisik saja. Keunggulan fisik lebih sempurna bila ditopang dengan upaya pengendalian diri yang kuat. Tujuan utama seorang Samurai adalah mencapai mushin yaitu mengosongkan pikiran dalam penghayatan dualisme tentang hidup dan kematian.
Ada dua jenis pedang yang digunakan Samurai yaitu pedang panjang dan pedang pendek. Fungsi dua pedang ini berbeda, yaitu pedang panjang untuk menyerang dan bertahan dari serangan musuh, sedangkan pedang pendek berfungsi untuk menusuk dirinya bila kehormatan dan harga dirinya terancam.
Sejalan dengan peningkatan status Samurai, sebagai elite yang dihormati dan menyandang peran penting dalam kehidupan masyarakat, Samurai sebagai bushi mengembangkan etika bushido yang sarat dengan nilai-nilai moral yang tinggi.