Bagaimana sejarah masuknya Islam ke Kerajaan Kutai Kartanegara ?

Kerajaan Kutai Kartanegara

Kerajaan Kutai Kartanegara berdiri pada awal abad ke-13 di daerah yang bernama Tepian Batu atau Kutai Lama (kini menjadi sebuah desa di wilayah Kecamatan Anggana) dengan rajanya yang pertama yakni Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Kerajaan ini disebut dengan nama Kerajaan Tanjung Kute dalam Kakawin Nagarakretagama (1365), yaitu salah satu daerah taklukan di negara bagian Pulau Tanjungnagara oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit.

Pada abad ke-16, Kerajaan Kutai Kartanegara di bawah pimpinan raja Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai Kutai Martadipura (Kerajaan Kutai Martapura atau Kerajaan Mulawarman) yang terletak di Muara Kaman. Raja Kutai Kartanegara pun kemudian menamakan kerajaannya menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura sebagai peleburan antara dua kerajaan tersebut.

Bagaimana sejarah masuknya Islam ke Kerajaan Kutai Kartanegara ?

Ajaran Islam dibawa masuk ke Kerajaan Kutai pada akhir abad ke-16 oleh Tuan Ri Tiro Pararang dari Aceh dan Tuan Ri Bandang, seorang Ulama dari Minangkabau. Kedatangan mereka menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan pejabat kerajaan, apakah kedua orang ini datang untuk menaklukkan Kutai atau punya maksud tujuan lain. Setelah mengetahui maksud tujuan kedua Ulama ini, ajakan ini ditolak oleh Aji Raja Mahkota dengan alasan bahwa Agama Negara di Kerajaan Kutai Kartanegara adalah Hindu, langkah diplomasi kedua ulama ini untuk mengajak Aji Raja Mahkota ditolak oleh sang Raja. Bahkan karena langkah diplomasi buntu, Tuan Ri Bandang akhirnya memutuskan kembali ke Makassar dan meninggalkan Ri Tiro Pararang di Kerajaan Kutai Kartanegara. Walau sendirian, Tuan Ri Tiro Pararang tetap mengajak Raja Makota untuk memeluk Islam, akan tetapi Ia terus mendapat penolakan dari Raja Makota. Kemudian, Sebagai jalan akhir, Tuan Ri Tiro Pararang menawarkan solusi kepada Aji Raja Mahkota untuk beradu ilmu dengan taruhan apabila Ia kalah maka Sang Raja harus memeluk Agama Islam. Benar saja, adu ilmu itu dimenangkan oleh Tuan Ri Tiro.

Menyadari kekalahannya, Raja Makota meminta penundaan untuk memeluk Islam sampai ia menghabiskan dan menikmati semua babi yang dipeliharanya dulu, yang disanggupi Tuan Ri Tiro. Sementara itu Tuan Ri Tiro meminta kepada Raja Makota untuk dibangun sebuah langgar, yang juga disanggupi oleh Sang Raja. Setelah langgar tersebut selesai dibangun dan Raja Makota telah menghabiskan semua babinya, di hadapan rakyat Kutai dan pejabat Kerajaan, Raja Makota mengucapkan dua kalimat syahadat dan Kerajaan Kutai Kartanegara Menjadi Kerajaan Islam. Sistem Kerajaan sudah berubah menjadi Kesultanan pada saat zaman ini karena masuknya Islam. Setelah mengislamkan Ibukota Kutai Kartanegara, kedua ulama ini menyebarkan Islam di wilayah-wilayah Kutai yang lain.

Pada abad ke-17 Agama Islam mulai diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara dan rakyat-rakyatnya. Sebagian rakyat kecil yang masih memilih untuk memeluk agama Hindu kemudian tersisih dan berangsur-angsur pindah ke daerah pinggiran Kerajaan.

Kemudian pengaruh Islam berikutnya yaitu sudah mulai banyak nama-nama Islami yang akhirnya digunakan pada nama-nama Raja dan keluarga Kerajaan Kutai Kartanegara. 16

Ulama Penyebar Islam di Kutai Kartanegara


Tuan Ri Tiro

Nama aslinya Sang Ulama adalah Syekh Abdul Jawad Khatib Bungsu, akan tetapi lebih terkenal dengan sebutan Tuan Ri Tiro. Ulama ini berasal dari Aceh, Sumatera Utara. Bersama temannya Tuan Ri Bandang, Mereka berniat meng-Islam-kan Kerajaan Kutai Kartanegara, yaitu dengan cara meng-Islam-kan Raja Kutai yang memimpin pada saat itu. Setelah berhasil meng-Islam-kan Raja Kutai Kartanegara dan masyarakat Kutai, beliau menetap sebentar di Kutai lalu melanjutkan dakwahnya ke daereah lain. Selama hidupnya di Kutai, beliau mendirikan banyak mesjid bersama masyarakat Kutai.

Sang Ulama Tuan Ri Tiro juga dikenal dengan sebutan Tuan Tunggang Parangan. Mengapa? Karena menurut cerita legenda masyarakat Kutai, Tuan Ri Tiro dan Tuan Ri Bandang datang ke Kutai dengan menunggang hiu parangan. Sontak kedatangan keduanya membuat ramai masyarakat Kutai yang menyaksikan kedatangannya dengan cara yang luar biasa, hal itupun menjadi buah bibir pembicaraan masyarakat Kutai pada saat itu.

Tuan Ri Bandang

Sang Ulama yang kedua memiliki nama asli Syekh Abdul Qadir Khatib. Ulama ini berasal dari dareah Minangkabau. Beliau membantu Tuan Tunggang Parangan meng-Islam-kan Kutai dan daerah-daerah lain di Kalimantan. Setelah membantu Tuan Tunggang Parangan meng- Islam-kan Kutai, Sang Ulama melanjutkan dakwahnya seorang diri ke Gowa. Namun ada juga yang menceritakan Ulama ini, Tuan Ri Bandang balik ke daerah Makassar.

Referensi : M. Nasir dkk, Perkembangan Islam di Kalimantan Timur ; Samarinda: STAIN, 2004.