Bagaimana sejarah Masuknya Islam di Kerajaan Balanipa?

Masuknya Islam di Kerajaan Balanipa

Bagaimana sejarah Masuknya Islam di Kerajaan Balanipa ?

Masuknya Islam di Kerajaan Balanipa


Islam masuk di Kerajaan Balanipa diperkirakan Pada abad XVII, hal ini selaras dengan memeluknya Islam mara’dia ke empat Kerajaan Balanipa yaitu Kanna Ippattang yang berkuasa sekitar awal abad XVII M. dalam lontarak Mandar Balanipa dikatakan.

Mara’diami Kanna Ipattang. Talluppariama mara’dia di Balanipa anna polemo tosalama’ di Benuang, Todilai’ di Makka, tala’bong nala lopi, te’eng bassi nala tokong. Iamo mappasallang Idaeng Mapattang, sallammi mara,dia siola to Balanipa Ingganna banua kaiyang: Napo, Samasundu, Mosso, Todang-todang.

Artinya:

Sudah jadi Raja Kanna Ipattang. Tiga tahun jadi Raja di Balanipa baru datanglah Tosalama’ di Binuang, orang dari Mekkah, kelopak mayang jadi perahunya, tongkat besi dijadikan penumpunya. Dialah yang mengislamkan daeng mapattang, Islamlah Raja bersama orang Balanipa dan semuah daerah besar: Napo, Samasundu, Mosso, Todang-Todang.

Dalam bukunya Ahmad M Sewang juga menyebutkan bahwa Agama Islam masuk di Kerajaan Balanipa di perkirakan pada masa Kanna Ipattang ( daengta tommuane ) yang memerintah pada abad XVII M atau sekitar tahun 1607 M. Sejumlah Kerajaan yang didatangi oleh para utusan (utusan Gowa) menyambut mereka dengan damai seperti, Sawitto, Balanipa di Mandar, Bantaeng, dan Selayar. Penyebaran Islam di Balanipa dilakukan dengan damai. Hal ini dapat di pahami mengingat hubungan Kerajaan Balanipa dengan Kerajaan Gowa terjalin baik.

Dalam memori W.J. Layds juga menguatkan pendapat ini:

Volgens het oordeel der Mandareezen moet slechts een paar jaren later dan Goa ook d Mandarkust tt de Islam Bekeerd zijn en wel dadelijk na Sawitto, wij kunnen dus deze bekering stellen op 1610-1620.

Artinya:

Menurut pndapat orang-orang Mandar, bebrapa tahun sesudah Gowa menerima Islam, Mandarpu menerima Islam, setelah lebih dahulu melalui Sawitto.Jadi diperkirakan kejadian ini berlangsung sekitar tahu 1610-1620, yaitu pada masa pemerintaha Daetta. Orang yang membawa Islam di Kerajaan Balanipa adalah ulama Abdurrahim Kamaluddin atau yang dikenal dengan tosalama di Binuang datang di daerah pesisir dan mendarat di salah satu pelabuhan Kerajaan Balanipa.

Orang yang di islamkan pada saat itu adalah Mara’dia pallis, kemudian Kanna Ipattang daetta Tommuane (Raja Balanipa ke Empat). Setelah pengislaman itu Raja menetapkan agama Islam sebagai agama resmi Kerajaan sehingga seluruh penguasa dan bangsawan serta rakyat Balanipa ikut memeluk agama Islam.

Ketika beliau melakukan syiar Islam di Balanipa beliau tidak langsung mengajarkan Islam pada inti pokoknya yaitu mengenai tata cara shalat. Melainkan dengan menjelaskan tahap awal, mulai dari tata cara membersihkan diri, lalu berwhudu, kemudian tata cara shalat. Pada masa penyebaran Islam di Balanipa tidak begitu mendapat hambatan karena prilaku masyarakat setempat sudah mencerminkan perilaku Islam, Selain itu juga Kamaruddin Rahim memang berperilaku baik dan sopan saat berkunjung dan bersilaturahmi sehingga langsung diterima oleh masyarakat setempat.

Setelah Islam menjadi agama resmi Kerajaan maka diangkatlah anggota adat (perangkat khusus) untuk mengurusi segala sesuatu tentang agama Islam yang di sebut kali (kadi). Pemerintah juga mendirikan pusat pengkajian dan pengajian keIslaman seperti pesentren yang dinamakan mukim.Mukim ini dipersiapkan untuk mendidik calon-calon penyebar agama Islam di Mandar. Pesantren (mukim) yang paling pertama di bangun adalah di daerah Tangnga-tangnga.Salah satu daerah yang berada dibawah kendali wilayah Mara’dia Balanipa. Kemudian didaerah ini juga didirikan mesjid pertama di Kerajaan Balanipa.Sekitar 44 remaja yang dikumpulkan untuk menjadi santri dan dididik menjadi kader-kader penyiar Islam di Mandar. Sepeninggalan Tuanta di Binuang inilah kemudian secara pelan namun pasti penganut agama Islam di Balanipa Kian bertambah, hingga ke wilayah Allu, Palili, Binuang dan sebahagian Banggae.

Oleh Raja Balanipa ditetapkan satu keputusan Kerajaan yang mengistimewakan mukim dan tempat ibadah, yang berbunyi sebagai berikut :

>“Naiya mukim tannaindo allo, tannaimbui iri’ tandipandengngei, tandi pambulle-bullei, tandipa’ jagai, tandipannangi, Madondong duambongi anna lopai lita, maloli dai do timor tarruppu, maloli naun di wara tarruppu;

Artinya:

Adapun mukim tidak ditimpa matahari, tidak dikena hembusan angin, tidak diberati pekerjaan, tidak dikena ronda, tidak ditugaskan mmikul, tidak dipajak, tidak dipekerjakan. Besok lusa manakala timbul kekacauan, ia berguling ketimur tidak akan pecah, berguling kebarat tidak akan pecah.

Ungkapan diatas menunjukkan bahwa mukim memiliki hak yang istimewa, bebas dari pajak dan beban pekerja serta tidak dilibatkan dalam konfilik.Hal ini menunjukkan bahwa pihak pemerintah memberikan kebebasan penuh untuk melaksanakan syiar Islam dan kemana juga mereka pergi patut diterima dengan baik.Kebijakan ini yang membuat penyebaran Islam berkembang pesat diwilayah Mandar.

Semenjak agama Islam masuk dan berkembang di Kerajaan Balanipa perubahan dalam tatanan kehidupan di masyarakat mulai dari praktek-praktek kepercayaan terdahululu berangsur-angsur mereka tinggalkan. Perubahan juga terlihat pada tatana hukum yang di pengaruhi ajaran islam, seperti dalam hal kewarisan. Sebelum datangnya Islam laki-laki dan perempuan mendapat bagian yang sama dari harta peninggalan orang tuanya, setelah Islam datang mengaturnya, dikenallah istilah “ mambullei tommuane, mattewe’i towaine ”, artinya laki-laki memikul, perempuang menjnjng (laki-laki mendapat dua bagian, perempuan mendapat satu bagian. Hal ini juga dinyatakan dalam QS.An-Nisa/4 : 11 yang artinya:

Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan [272]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua [273], Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Bidang Kesenian Jika sebelum datangnya Islam, maka upacara tari-tarian yang dikenal dalam kerajaan berfungsi sebagai penyembahan kepada dewa, dengan datangnya Islam, maka seni tari hanya berfungsi sebagai bagian dari adat saja. Tapi bagi orang yang telah menamatkan Al-Qur’an dikenal adanya upacara diarak keliling kampung dengan menaiki saiyang pattudu’ (kuda yang pintar menari) sambil diikuti irama rebana, lalu di kanan kirinya kaum muda remaja memperlihatkan kebolehannya

Dahulu kala di Mandar ada tiga kerajaan yang pertama memeluk agama Islam yaitu kerajaan Balanipa, kerajaan Binuang dan kerajaan Pamboang. Kerajaan Balanipa terletak di bagian barat wilayah Mandar atau Sulawesi Barat, kerajaan Binuang terletak di bagian Selatan wilayah Mandar atau Sulawesi Barat dan Kerajaan Pamboang terletak di bagian Utara wilayah Mandar atau Sulawesi Barat. Jika dilihat letak geografis ketiga kerajaan tersebut sangat strategis untuk didatangi para penganjur agama Islam ketiga kerajaan ini memiliki pelabuhan yang besar dan banyak dikunjungi oleh para pedagang dari luar.

Wilayah Mandar memiliki bentangan pantai panjang kurang lebih 580 km. mulai dari Kabupaten Polewali Mandar sampai ke kabupaten Mamuju Uatara atau mulai dari kerajaan Binuang Sampai kerajaan Mamuju, jika dilihat dari letak geografis wilayah Mandar sangat berpeluang untuk dikunjungi oleh berbagai macam pedagang termasuk para penyebar agama Islam mengingat alat transfortasi yang paling efektif pada zaman dahulu kalah adalah melalui jalur laut, sehingga dengan sendirinya untuk menelusuri kapan masuknya agama Islam ke tanah Mandar terdapat beberapa pendapat.

Sejak melembaganya agama Islam di daerah Sulawesi selatan yaitu di kerajaan Gowa yang tercatat dalam Lontaq bilang (buku diary kerajaan Gowa) pada abad XVII yaitu tanggal 22 Septembar 1603 Masehi. bertepatan 9 Jumadil Awal 1015 Hijriah, malam Jum’at kedua raja bersaudara Tallo dan Gowa memeluk agama Islam. Setelah kerajaan Gowa menyatakan memeluk agama Islam. Sebelum agama Islam masuk di tanah Mandar jauh sebelumnya hubungan antara kerajaan Gowa dan kerajaan Balanipa sangat erat baik dari hubungan kekeluargaan, politik, ekonomi.

Saiful Singrang dan Habib Ahmad bin Husain dari penuturan orang tuanya Sayyid Husain bin Alwi agama Islam pertama kali masuk ke tanah Mandar melalui kerajaan Pamboang di bawah oleh Sayyid Ahmad Zakaria dari Ternate, sementara menurut kepala museum Mandar di Majene Ahmad Hasan mengemukakan bahwa agama Islam masuk ke tanah Mandar melalui kerajaan Banggae di bawah oleh penganjur agama Islam dari Sumatera yaitu H. Abdul Mannan yang diberi gelar tosalam di salawose. Keduanya dalam kisaran awal abad XVII.

Sedangkan menurut Tammalele agama Islam pertama kali masuk ke tanah Mandar sekitar abad IX melalui daerah Baras (kerajaan Mamuju) kemudian ke kerajaan Sendana, sebagai bukti bendera Cakkuriri (Kuning) bendera kerajaan sendana yang bertulisan kaligrafi kalimat La Ilaha Illa Allah.

Menganalisis dari berbagai sumber menyatakan bahwa masuknya agama Islam di tanah Mandar khususnya di bagian Selatan Mandar yang bertempat di kerajaan Balanipa ialah pada abad XVII berkisar Tahun 1608-1620 dibuktikan dengan datangnya seseorang utusan dari kerajaan Gowa ialah Abdurrahim Kamaluddin, yang mula-mula didatangi adalah wilayah kekuasaan kerajaan Balanipa hal sama dituturkan dari orang Mandar bahwasanya, beberapa Tahun sesudah Gowa menerima agama Islam maka Mandar menerima agama Islam yaitu setelah lebih dahulu melalui daerah Sawitto.

Agama Islam masuk di tanah Mandar secara resmi dinyatakan oleh raja Balanipa sang pemegang kekuasaan di dari konfederasi 14 kerajaan dengan ini raja Balanipa pada masa pemerintahan raja ke IV yaitu Kakanna I Pattang alias Daetta Tommuane pada awal abad XVII atau tahun 1608 yang di bawah oleh penganjur agama Islam dari kerajaan Gowa.

Abdurrahim Kamaluddin pertama kali tiba di daerah Biring Lembang (Desa Tammangalle Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar Sekarang) kemudian berjalan ke arah utara ke daerah Pallis yaitu (Tangga-tangga Kecamatan Tinambung Kabupaten Polewali Mandar sekarang) dan dia berhasil mengislamkan mara’dia Pallis yaitu Kanna I Cunnang atau Daetta Cunnang ada juga yang menyatakan I Tamerus selanjutnya menuju ke pusat kerajaan Balanipa yaitu di Napo dan dia diterima dengan baik oleh raja kemudian berhasil mengislamkan raja balanipa ke VI Kakanna I Pattang Daetta Tommuane.

Setelah raja diislamkan diapun langsung memproklamirkan ke seluruh kerajaan-kerajaan di tanah Mandar sebagai agama resmi. Seperti yang jelaskan oleh Baharuddin Lopa :

Mapparettai Balanipa Sallangi pa’banua, sallangtoi tomapparetta, diammo tosallang miola dipuanna anna damu wata-watai nasawa iyyamo tu’u ditingo”. Artinya; Pemerintah kerajaan Balanipa, rakyatnya beragama Islam dan pemerintahnya beragama Islam maka berdirilah kerajaan Islam Balanipa yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, maka janganlah ragu-ragu karene itu pegangan.

Raja Balanipa sengat cerdas memahami kehidupan mana yang terbaik bagi kehidupan rakyatnya Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-Alaq/95:1-5, sebagai berikut :

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Ayat di atas sangat jelas akan pentingnya menggunakan kecerdasan berpikir dalam hidup agar tepat dalam mengambil keputusan untuk mengarungi hidup, hal inilah yang dipergunakan raja-raja di seluruh kerajaan di tanah Mandar pada saat itu yang di prakarsai raja Balanipa.

Strategi untuk mempercepat penyiaran agama Islam maka raja membentuk lembaga pendidikan yang disebut Mukim di Tangnga-tangnga, ditempat ini dididik 44 orang dari berbagai wilayah kerajaan yang tergabung dalam konfederasi untuk menjadi da’i kemudian dalam struktur pemerintahan dibentuk pula lembaga yang bersifat otonom khusus menangani mengenai masalah urusan keagamaan yang disebut dengan kadi (kali) dan sebagai kadi kerajaan Balanipa yang pertama berasal dari Balanipa yaitu Kakanna I Cunnang alias I Tamerus dari Pallis (sekarang masuk dalam wilayah desa Mosso Kecamatan Balanipa Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat) I Tamerus adalah pemenang dalam perlombaan musabaqah tilawatil Qur’an yang dilaksanakan di Mukim.

Sedangkan nama dari I Tamerus merupakan gelar karena suaranya yang tinggi. Kedudukan kadi dalam struktur kerajaan Balanipa sangat besar peranannya (kekuasaannya) seperti yang tertulis dalam Lontaraq Pattorioloang :

Anna iyya anggannana nangean ada’ Daetta, ingganna toi tia nangean sara’ ituan di binuang. Inggannana nawicara Daetta ingganna toi tia nawicara to mappasallang”. Artinya; Dan sejauh mana dikuasai oleh adat Daetta sejauh itu pula dikuasai oleh sara’ tuan di Binuang. Sejauh yang diperintah Daetta sejauh itu yang dikuasai orang yang mengislamkan.

Penjelasan yang tercamtum dalam Lontaraq Pattidzioloang tersebut di atas merupakan ruang lingkup kekuasaan kadi dalam urusan keagamaan sehingga kadi dikenal dengan gelar yang diberikan oleh kerajaan sebagai raja dalam urusan agama (Maraq’diana Sara’).

Akumulasi aturan kehidupan dengan pengaruh agama, demikian sejak masuknya agama Islam di kerajaan Balanipa telah merubah struktur pemerintahan dan paradigma berpikir penguasa kerajaan dalam bidang politik dan pendidikan. Kekuasaan yang semua awalnya di tangan raja, setelah masuknya agama Islam khususnya urusan keagamaan di serahkan sepenuhnya kepada kadi dengan tetap memelihara adat kebiasaan yang di atur secara proporsional (makkeada’).

Lembaga pendidikan yang hanya berada dalam wilayah istana kerajaan yang awalnya hanya di nikmati oleh putra putri kerajaan dan bangsawan kemudian pada saat agama Islam sudah menjadi agama resmi dan berkembang di daerah Mandar, lembaga pendidikan telah terbentuk di luar istana kerajaan dan melibatkan warga masyarakat meskipun sifatnya masih terbatas karena kondisi fasilitas yang tidak memadai seperti lokasi pendidikan dan tenaga pengajar yang masih kurang, dalam bidang kesenian, dengan kedatangan agama Islam seperti sayyang pattudu atau messawe di saiyyang pattu’du’ (orang yang khatam Alqur’an menunggang kuda penari) masyarakat dapat menambah ke indahannya karena terkontaminasi oleh pengaruh Islam, ada juga hal yang baru seperti lagu yang berlirik islami seperti lagu ‘Bawa sau Diarangan’ dan ‘Tenggang-tenggang Lopi’ dan Parrawana (pemain rebana) yang menggunakan alunan zikir, lewat kesenian jualah para penganjur agama Islam berdakwah.

Referensi

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/11079/1/MULIADI.%20H..pdf

Menilik sejarah perkembangan islam di tanah Mandar Sulawesi Barat. Menurut beberapa sumber masuknya islam di tanah mandar pada masa abad ke-16 dan abad ke-17. Pada masa itu terdapat 2 kerajaan besar yaitu kerajaan Balanipa dan Kerajaan Binuang. Berikut penjelasan singkat dua kerajaan tersebut. Kerajaan Balanipa
Kerajaan ini terletak di Kabupaten Polman, Sulawesi Barat. Kerajaan ini adalah kerajaan yang terbesar yang ada di Tanah Mandar, yang mempunyai pengaruh yang sangat besar di Tanah Mandar. Dan sistem pemerintahan di Balanipa pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.

Perkembangan agama Islam pada masa kepemimpinan Raja ke-4 (empat), memanfaatkan pemerintahannya untuk mengembangkan agama islam, dengan ditandai dengan berdirinya sebuah tempat ibadah (mesjid) yang pada awal mulahnya dikenal Langgar (yang dikenal di Sumatra dengan kata surau) dimana digunakan sebagai tempat mengajar ajaran agama Islam. Masjid yang pertama di Tanah Mandar terletak di Pallis atau yang dikenal saat ini sebagai Desa Lembang dan masjid yang kedua didirikan di Desa Tangga – taangga Kecamatan Tinambung, yang sekarang lebih dikenal sebagai masjid Raja.

Masjid kedua ini berdiri hasil dari perpindahan mesjid pertama dengan membawa empat tiang dan meninggalkan/menyisahkan kepala mesjid yang dalam bahasa daerah disebut Coppo’ masigi.

Sebelum Islam masuk, masyarakat Mandar menganut kepercayaan animisme yang banyak di pengaruhi oleh agama Budha dan Hindu dalam melakukan praktek-praktek penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan dalam penyelesaian perselisihan atau sengketa di Tanah Mandar, kerajaan Balanipa memiliki 2 (dua) lembaga hukum yaitu:

1. Lembaga I (Balanipa)

Dimana bala bararti sebuah kandang dan nipa adalah sejenis tumbuh-tumbuhan yang dijadikan bahan dalam pembuatan kandang tempat pertaruangan duel tikam menikam tersebut (berkelahi dalam kandang sampai salah satunya tewas, dan tewas dinyatakan bersalah sedangkan yang hidup dinyatakan benar).

2. Lembaga II (merendam tangan di air mendidih)

Yaitu mereka yang bersengketa merendam tangan di air mendidih (siapa yang lebih dahulu mengangkat tangannya maka ialah yang bersalah). Secara psikologis, 2 (dua) lembaga peradilan tersebut adalah untuk mempermudah penetapan hukum. Namun setelah Islam masuk dan diterima baik oleh masyarakat, khususnya pihak Kerajaan. Hukum yang dijalankan pada masa itu berangsur-angsur berubah dengan aturan-aturan yang ada di ajaran Islam.

3. Kerajaan Binuang

Kerajaan ini terletak di kabupaten Polman, sulawesi barat atau yang dekat dengan perbatasan Sul – Sel . Kerajaan ini adalah kerajaan yang nomor 2 terbesar yang ada di Mandar, yang mempunyai kerjasama dengan Kerajaan Balanipa, baik dalam perekonomian, budaya, dan lain – lain. Dan sistem pemerintahan di Binuang pada saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.

Dikerajaan Binuang adalah tempat dimana wafatnya Syaek Bil Ma’ruf (Kamaluddin rahim). Pada waktu itu makam beliau dijadikan tempat ziarah para umat muslim. Ketika pada abad 18 masehi, yang berkuasa di Goa (Sul – Sel) adalah islam Muhammadia. Islam Muhammadia ini tidak sepakat makam Kamaluddin Rahim (Tosalama’ Binuang) dijadikan tempat siarah. Lalu dia mengambil tindakan untuk menghancurkan makam tersebut, dengan membuang batu – batu nisannya ke laut. Setelah selesai dibuang batu nisan itu kembali posisi semula. Jadi makam itu tidak diganggu lagi hingga saat ini.

Setelah melihat sejarah kerajaan besar yang ada di Mandar, selanjutnya kita akan melihat beberapa pendapat yang menjelaskan tentang sejarah perkembangan islam di mandar. Berikut beberapa pendapat mengenai masuknya islam di sulawesi barat.

1. Pendapat Abdullah ( Toko adat Balanipa )

Abad ke-17 merupakan awal agama Islam masuk ke tanah Mandar di daerah Toma’ngalle (Toma’ngalle itu nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle), pada masa itu pemerintahan di Wilayah Tanah Mandar berbentuk kerajaan. Kerajaan besar di Tanah Mandar pada masa itu yaitu kerajaan Binuang dan Kerajaan Balanipa. Awal penyebaran agama Islam di mulai dari daerah Kerajaan Binuang, yang disebarkan oleh seorang musafir bangsa arab yang bernama Kamaruddin Rahim.

Awal mula beliau menyebarkan agama islam yaitu ketika beliau melakukan shalat 5 ( lima ) waktu diatas batu yang berbentuk kasur dan dilihat oleh warga sekitar. Kejadian tersebut kemudian dilaporkan kepada raja Balanipa, sehingga beliau dijemput dan dibawa ke Kerajaan Balanipa. Arayang pada saat itu adalah Daetta’ Tummuanae (Raja ke-IV Kerajaan Balanipa). Ketika berada di wilayah Kerajaan Balanipa Beliau memutuskan untuk memilih tempat pedalaman agar lebih mudah untuk menyebarkan agama islam tepatnya di daerah Pallis. Dan hasilnya yang pertama masuk islam pada saat itu adalah raja Pallis ( kannasunan ).

2. Pendapat Pundi (Tokoh Masyarakat Daerah Lambanan)

Agama Islam mulanya dibawa oleh seorang berbangsa Arab bernama Kapar pada abad ke-17. Beliau menyebarkan agama islam di tanah mandar bersama dengan Yusuf dengan julukan To Salama yang berasal dari daerah Gowa. Ketika itu perayaan hari besar Islam di Balanipa tidak akan terlaksana apabila Yusuf tidak ada. Hal ini dikarenakan saat itu Yusuf bertindak sebagai khatib di Balanipa dan Beliaulah yang mengajarkan tentang tata cara sebagai khatib. Namun setelah beliau kembali ke Goa, Beliau digantikan oleh muridnya yaitu Sopu Gus Diris yang dikuatkan dengan diberikannya sebuah SK sebagai bukti pelimpahan wewenang sebagai khatib tanggal 5 Januari 1952 di Madjene.

Kapar (To Salama di Binuang) menyebarkan agama islam di Balanipa pada masa kepemimpinan Raja ke-IV, Tomatindo di Burio yang merupakan keturunan dari Torilaling (raja pertama). Islam berkembang luas di daerah Balanipa dikarenakan oleh adanya dukungan penuh dari raja yang berkuasa. Penyebaran agama Islam pada masa itu terjadi secara berangsur-angsur dikarenakan sebuah kepercayaan baru yang datang pada suatu wilayah tentunya tidak akan langsung dapat diterima begitu saja.

3. Pendapat Arifin (Penjaga Makam Syaeh Bil Ma’ruf)

Islam masuk ke Tanah Mandar pada Abad ke-17 dibawa oleh Rahim Kamaruddin (Syaek Bil Ma’ruf), yang berasal bangsa Arab, Beliau tiba di Kerajaan Binuang dengan satu tujuan menyebarkan Islam di Tanah Mandar. Ketika Beliau melaksanakan shalat, ada penduduk yang melihat, dan langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Raja. Rajapun menemui Syeik Bil Ma’ruf untuk menanyakan siapa, dari mana, dan tujuan beliau datang ke Binuang. Kemudian Syeik Bil Ma’ruf menjelaskan maksud dan tujuannya yaitu menyebarkan Agama Islam. Awalnya Raja tidak percaya dan meminta bukti-bukti.

Beberapa bukti yang beliau perlihatkan diantaranya :

  1. Berjalan di atas air
  2. Memegang bara api
  3. Shalat di atas daun pisang
  4. Berjalan di atas pohon kelapa

Setelah melihat bukti-bukti tersebut, Raja percaya dan memeluk agama Islam, kemudian diikuti oleh para pejabat dan seluruh masyarakat. Pendapat ini sangat mirip dengan pendapat yang dikemukakan oleh Abdullah ( Tokoh adat Balanipa )

4. Menurut Lontara Balanipa

Masuknya Islam di Mandar dipelopori oleh Abdurrahim Kamaluddin yang juga dikenal sebagai Tosalamaq Dibinuang. Ia mendarat di pantai Tammangalle Balanipa. Orang pertama ialah Kanne Cunang Maraqdia ‘Raja’ Pallis, kemudian Kakanna I Pattang Daetta Tommuane, Raja Balanipa ke-4.

5. Menurut Lontara Gowa

Masuknya Islam di Mandar dibawa oleh Tuanta Syekh Yusuf (Tuanta Salamaka).

6. Menurut salah sebuah surat dari Mekah

Masuknya Islam di Sulawesi (Mandar) dibawa oleh Sayid Al Adiy bergelar Guru Ga’de berasal dari Arab keturunan Malik Ibrahim dari Jawa.

Pendapat yang menurut Lontara Gowa diatas secara tidak langsung ditolak oleh Dr. Abu Hamid yang dalam penelitiannya (diterbitkan oleh Yayasan Obor, Jakarta) menyimpulkan bahwa Syekh Yusuf Tuanta Salamaka tidak pernah kembali ke Sulawesi Selatan sejak kepergiannya ke Pulau Jawa sampai dibuang ke Kolombo Srilanka, kemudian ke Afrika Selatan dan meninggal di sana. Diperkirakan agama Islam masuk ke daerah Mandar berlangsung dalam abad-16. Tersebutlah para pelopor membawa dan menyebarkan Islam di Mandar yaitu Syekh Abdul Mannan Tosalamaq Disalabose, Sayid Al Adiy, Abdurrahim Kamaluddin, Kapuang Jawa dan Sayid Zakariah. Masuknya Islam di daerah ini dengan cara damai melalui raja-raja.