Bagaimana sejarah lahirnya pendidikan inklusi?

Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Lalu bagaimana sejarah lahirnya pendidikan inklusi?

Cikal bakal lahirnya pendidikan inklusi bisa dikatakan dari sebuah pengamatan terhadap sekolah luar biasa berasrama dan institusi berasrama lainnya yang menunjukkan bahwa anak maupun orang dewasa yang tinggal disana mengembangkan pola perilaku yang biasanya ditunjukkan oleh orang yang berkekurangan. Perilaku-perilaku ini mencakup kepasifan, stimulasi diri, perilaku repetitive stereotip dan kadang-kadang perilaku perusakan diri. Anak penyandang cacat yang meninggalkan sekolah luar biasa berasrama sering kali tidak merasa betah tinggal dengan keluarganya di komunitas rumahnya. Ini karena setelah bertahun-tahun disegregasikan/ dipisahkan, ia dan keluarga serta komunitasnya akan tumbuh menjadi orang asing satu sama lainnya.

Banyak orang yang kemudian benar-benar merasa situasi tersebut tidak benar. Orang tua, guru, dan orang-orang mempunyai kesadaran politik pun mulai memperjuangkan hak-hak semua anak pada umumnya dan hak anak dan orang dewasa penyandang cacat pada khususnya. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk memperoleh hak untuk berkembang di dalam sebuah lingkaran yang sama dengan orang lain. Mereka menyadari akan pentingnya interaksi dan komunikasi sebagai dasar bagi semua pembelajaran. Ini merupakan awal pembaharuan menuju ‘normalisasi’ yang pada akhirnya mengarah pada proses inklusi.

Legitimasi awal bagi pelaksanaan pendidikan inklusi dalam dunia internasional sendiri tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi pada tahun 1948 . Konvensi ini mengemukakan gagasan mengenai Pendidikan untuk semua ( Education for AII/EFA ) dimana dinyatakan bahwa pendidikan dasar harus wajib dan bebas biaya bagi setiap anak. Konferensi dunia yang khusus membahas EFA kemudian baru diadakan pada tahun 1990 dan berlangsung di Jomtien, Thailand. Para peserta menyepakati pencapaian tujuan pendidikan dasar bagi semua anak dan orang dewasa pada tahun 2000. Konferensi Jomtien merupakan titik awal dari pergerakan yang kuat bagi semua negara untuk memperkuat komitmen terhadap EFA.

Dalam pergerakan EFA, anak dan orang dewasa penyandang cacat adalah salah satu kelompok target. Oleh karena itu, dunia internasional kemudian mengadakan konferensi yang secara khusus membahas Pendidikan Kebutuhan Khusus. Konferensi ini pertama kali diadakan di Salamanca pada tahun 1994 dan yang kedua diadakan di Dakar pada tahun 2000. Keduanya dihadiri oleh Indonesia. Dalam Konferensi Dunia Salamanca, pendidikan inklusi ditetapkan sebagai prinsip dalam memenuhi kebutuhan belajar kelompok-kelompok yang kurang beruntung, terpinggirkan dan terkucilkan. Upaya-upaya tindak lanjut bagi pendidikan kebutuhan khusus hingga sekarang diamanatkan kepada UNESCO.

Di Indonesia , pendidikan inklusi sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1986 namun dalam bentuk yang sedikit berbeda. Sistem pendidikan tersebut dinamakan Pendidikan Terpadu dan disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.002/U/1986 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu di Indonesia. Pada pendidikan terpadu, anak penyandang cacat juga ditempatkan di sekolah umum namun mereka harus menyesuaikan diri pada sistem sekolah umum. Sehingga mereka harus dibuat ‘siap’ untuk diintegrasikan ke dalam sekolah umum. Apabila ada kegagalan pada anak maka anak dipandang yang bermasalah. Sedangkan yang dilakukan oleh pendidikan inklusi adalah sebaliknya, sekolah dibuat siap dan menyesuaikan diri terhadap kebutuhan anak penyandang cacat. Apabila ada kegagalan pada anak maka sistem dipandang yang bermasalah.

Jumlah sekolah pelaksana pendidikan terpadu hingga tahun 2001 adalah 163 untuk tingkat SD/MI dengan jumlah murid 875,15 untuk tingkat SLTP/MTs dengan jumlah murid 4 orang, dan 28 untuk tingkat SMU/MA dengan jumlah murid 59 orang. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, maka konsep pendidikan terpadu pun berubah menjadi pendidikan inklusi.