Bagaimana Sejarah Konvensi Hukum Laut III?

Sejarah Konvensi Hukum Laut III

Bagaimana Sejarah Konvensi Hukum Laut III ?

Sejarah Konvensi Hukum Laut III


Pada tanggal 30 April 1982 ketika itu Ketua Konferensi Hukum Laut III mengambarkan pengesahan rancangan konvensi sebagai suatu “pertemuan dengan sejarah” . Pengesahan yang dilakukan setelah melalui proses selama delapan tahun di dalam draft rancangan Konvensi Hukum Laut III, atau empat belas tahun setelah Arvid Pardo, Duta Besar Malta untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, meminta perhatian akan pentingnya pembentukan rezim hukum baru untuk dasar laut dalam.

Konvensi ini merupakan salah satu konvensi terbesar, terpanjang, terpenting yang pernah diselenggarakan United Nations (UN) karena dihadiri lebih 160 negara, dengan sekitar 5000 anggota delegasi dengan bermacam latar belakang disiplin ilmu, yaitu diplomat, ahli hukum, pertambangan, perikanan, perindustrian, kelautan, perkapalan, lingkungan alam, dan lain-lain. Terpanjang, karena konvensi ini berlangsung selama sembilan tahun dari Desember 1973 sampai September 1982, yang keseluruhannya berjumlah 12 sidang sekitar 90 minggu. Terpenting, karena bukan hanya hasil yang dicapai tetapi dengan adanya kemauan bersama para peserta konvensi untuk mencapai suatu tujuan, betapapun banyak dan rumitnya permasalahan yang harus diatasi.

Lahirnya konvensi hukum laut yang baru ini merupakan hasil dari upaya masyarakat internasional selama 14 tahun, yaitu semenjak didirikannya Ad Hoc Committee bulan Desember 1967. Konvensi baru tersebut juga merupakan kemenangan bagi negara-negara berkembang yang pada umumnya buat pertama kali betul-betul aktif berpartisipasi dalam merumuskan berbagai ketentuan yang mencerminkan kepentingan mereka dibidang hukum laut berbeda dengan konferensi-konferensi tahun 1958 dan 1960. Selain itu pula, sesuai pasal 308, konvensi mulai berlaku 12 bulan setelah tanggal didepositkannya piagam ratifikasi atau aksesi yang ke-60. Konvensi tersebut telah mulai berlaku semenjak tanggal 16 November 1994 dan sampai bulan Juli 2004 telah diratifikasi oleh 145 negara.

Bagi Indonesia penanda-tanganan konvensi ini sangat penting, karena dengan demikian konvensi telah memberikan landasan hukum internasional bagi kepentingan-kepentingan Indonesia yang menyangkut kepentingan internasional. Dengan telah diundangkannya UndangUndang No 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Peserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) pada tanggal 31 Desember 1985, Indonesia telah menyatakan dirinya terikat oleh ketentuan-ketentuan konvensi tersebut. Oleh karena itu, diharapkan bahwa langkah selanjutnya bagi Indonesia adalah untuk melaksanakan dan menuangkan ke dalam peraturan perundang-undangan nasional.

Fungsi dan Tujuan Konvensi Hukum Laut III

Konvensi Hukum Laut baru ini merupakan penjelmaan dari upaya untuk mewujudkan rezim hukum yang mengatur sekitar 70% dari keseluruhan luas permukaan bumi. Dan lebih penting lagi dari presentase luas tersebut adalah kenyataan dimana sekarang peranan laut semakin besar, yaitu sebagai sumber makanan, energi dan bahan mentah. Sebagai contoh, jumlah tangkapan ikan dunia meningkat dari 20 juta ton pada tahun 1950 menjadi 70 juta ton pada tahun 1970, dan apabila jenisjenis ikan yang belum dieksploitasi juga dimanfaatkan, maka jumlah tersebut akan lebih meningkat lagi.

Penambangan minyak dan gas bumi dari dasar laut yang belum begitu dikenal pada masa sebelum Perang Dunia II kini telah mencapai 20% dari keseluruhan produksi dunia. Jumlah ini pun akan semakin meningkat, apabila penambangan dari dasar laut yang lebih dalam lagi mempunyai nilai ekonomis. Disamping itu teknik baru untuk menambah energi dari laut kini sudah mulai dikembangkan (seperti dari perbedaan suhu air laut).

Disisi lain keuntungan yang diperoleh dari Konvensi Hukum Laut III ini antara lain :

  1. Kodifikasi ketentuan-ketentuan hukum laut yang ada, misalnya kebebasan-kebebasan di laut lepas dan hak lintas damai di laut tertorial;

  2. Pengembangan hukum laut yang sudah ada, seperti ketentuan lebar laut teritorial menjadi maksimum 12 mil laut dan kriteria landas kontinen;

  3. Penciptaan aturan-aturan baru, seperti asas negara kepulauan, zona ekonomi ekslusif dan penambangan di dasar laut internasional.

Secara otomatis dengan adanya beberapa peraturan-peraturan baru dalam Konvensi Hukum Laut III, perlu digaris bawahi adanya resiko baru yang muncul dalam aturan tersebut khusunya konsep negara kepulauan menimbulkan suatu pertentangan dengan konsepsi kepulauan suatu negara. Namun persoalan tersebut dengan mudah diatasi yaitu dengan mengadakan pertemuan para pejabat diplomatik sehingga diplomasi bisa berjalan dengan lancar.

Negara-negara yang langsung berkepentingan dengan prinsip negara kepulauan dapat kita bagi dalam beberapa golongan sebagai berikut :

  1. Negara-negara tetangga yakni anggota-anggota ASEAN dan negara tetangga lainnya termasuk Australia;

  2. Negara yang mempunyai kepentingan perikanan dan komunikasi (kabel telekomunikasi di dasar laut). Jepang termasuk golongan ini karena telah melakukan kegiatan perikanan di perairan Indonesia sejak sebelum perang;

  3. Negara maritim. Negara-negara ini berkepentingan agar lalu lintas maritim tidak mengalami gangguan. Dalam golongan ini dapat dimasukkan negara yang memiliki armada niaga yang kebanyakan terdiri dari negara maju, misalnya negara-negara di Eropa Barat. Dalam kelompok ini negara Skandinavia mempunyai kedudukan khusus karena sejak konferensi Hukum Laut Jenewa, negara-negara ini dipelopori oleh Norwegia selalu memperlihatkan sikap yang penuh pengertian terhadap konsepsi negara kepulauan;

  4. Negara maritim besar yang mempunyai kepentingan strategi militer. Termasuk golongan ini negara Amerika Serikat dan Uni Sovyet.

Diantara berbagai macam golongan fokus utama konsep negara kepulauan yang diusulkan Indonesia terletak pada poin pertama mengenai permasalaha mengenai masalah perbatasan dengan negara tetangga, terutama negara anggota ASEAN. Dalam hal ini sengketa perbatasan wilayah maritim antara Indonesia dengan Timor Leste, meskipun Timor Leste bukan merupakan negara ASEAN, namun Timor Leste merupakan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia.