Akibat dari Agresi Militer Belanda II ke Yogyakarta, dunia Internasional, terutama Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuan mereka kepada Belanda, melakukan tekanan dan memaksa Belanda untuk mengadakan perundingan kembali dengan Republik Indonesia. Akibat tekanan dunia Internasional dan kelelahan melawan kegiatan gerilya militer yang dilakukan oleh TNI, Belanda akhirnya bersedia untuk melakukan perundingan dengan Republik Indonesia, dan pada tanggal 14 April Belanda dan Indonesia melakukan perundingan damai di Jakarta untuk menyelesaikan beberapa persoalan mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag pada tahun yang sama.
Perundingan tersebut disebut Perjanjian Roem – Roijen (diambil dari nama kedua pimpinan delegasi yaitu Mohammad Roem dan Herman van Roijen). Perjanjian Roem – Roeijen menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:
- Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya mereka;
- Pemerintah Republik Indonesia bersedia menghadiri Konferensi Meja Bundar;
- Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta;
- Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua Operasi Militer dan membebaskan semua tawanan perang;
- Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada tahun 1948;
- Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak;
- Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia.
Setelah kembali dari pengasingan ke ibukota Yogyakarta, pada tanggal 6 Juli 1949, pada tanggal 13 Juli 1949 kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem- Roeijen. Kemudian pada bulan Agustus 1949 gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai untuk mempersiapkan jalan menuju ke perundingan damai berikutnya yaitu Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, guna menentukan status Negara Republik Indonesia.
Setelah semua usaha Belanda untuk meredam kemerdekaan Indonesia melalui jalan kekerasan yaitu Agresi Militer I dan II selalu berakhir dengan kegagalan yang memalukan Belanda. Agresi Militer Belanda tersebut menuai kecaman keras dari dunia Internasional yang memaksa Belanda untuk mengakhiri penggunaan kekuatan militer terhadap Indonesia, yang akhirnya membuat Belanda bersedia untuk mengadakan beberapa perundingan dengan Republik Indonesia untuk menyelesaikan perseteruan mereka secara diplomasi.
Perundingan-perundingan yang kemudian dilaksanakan oleh Belanda dan Republik Indonesia adalah perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville, Perjanjian Roem – Roijen, dan Konferensi Meja Bundar. Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville dan Perjanjian Roem - Roijen.
Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan pertemuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang diadakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 Nopember 1949. Sebagaimana perjanjian-perjanjian sebelumnya, KMB pun berjalan alot walaupun akhirnya menghasilkan beberapa butir kesepakatan, diantaranya adalah serah terima kedaulatan dari Pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian Barat.
Walaupun Indonesia menginginkan agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi wilayah Indonesia, Belanda bersikeras agar Papua bagian Barat terpisah dari Indonesia karena alasan perbedaan etnis. KMB ditutup tanpa keputusan mengenai status Papua bagian Barat sehingga dalam pasal 2 disebutkan bahwa masalah Papua bagian Barat bukan bagian dari serah terima kekuasaan kepada Republik Indonesia, dan masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
Kesepakatan berikutnya adalah dibentuknya sebuah persekutuan Belanda – Indonesia dengan Kerajaan Belanda sebagai Kepala Negara, dan pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia.
Setelah penandatangan KMB, pada tanggal 27 Desember 1949, Pemerintahan sementara dibentuk dengan Soekarno sebagai Presiden, dan Mohamad Hatta sebagai Perdana Menteri yang segera membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Walaupun Pemerintah Indonesia menerima persetuan KMB dengan berat hati, hal yang paling menarik adalah bahwa hasil kesepakatan KMB, antara lain pembentukan Negara Indonesia Serikat bukanlah akhir dari perjuangan Negara Republik Indonesia, karena tujuan sebenarnya adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Presiden Soekarno ketika menabur bunga di Taman Makam Pahlawan Semaki di Yogyakarta.
Referensi
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20232943-S237-Agresi%20militer.pdf