Bagaimana sejarah Konferensi Asia Afrika ?

Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika

Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia Afrika atau KAA; kadang juga disebut Konferensi Bandung) adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.

Bagaimana sejarah Konferensi Asia Afrika ?

Kondisi Dunia Sebelum Konferensi Asia Afrika


Berakhirnya Perang Dunia II pada Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula situasi permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia. Di beberapa belahan dunia masih ada masalah dan muncul masalah baru.

Penjajahan yang dialami oleh negara-negara di kawasan Asia dan Afrika merupakan masalah krusial sejak abad ke-15. Walaupun sejak tahun 1945 banyak negara, terutama di Asia, kemudian memperoleh kemerdekaannya, seperti : Indonesia (17 Agustus 1945), Republik Demokrasi Vietnam (2 September 1945), Filipina (4 Juli 1946), Pakistan (14 Agustus 1947), India (15 Agustus 1947), Birma (4 Januari 1948), Ceylon (4 Februari 1948), dan Republik Rakyat Tiongkok (1 Oktober 1949), namun masih banyak negara lainnya yang berjuang bagi kemerdekaannya seperti Aljazair, Tunisia, Maroko, Kongo, dan di wilayah Afrika lainnya. Beberapa Negara Asia Afrika yang telah merdeka pun masih banyak yang menghadapi masalah sisa penjajahan seperti daerah Irian Barat, Kashmir, Aden, dan Palestina. Selain itu konflik antarkelompok masyarakat di dalam negeri pun masih berkecamuk akibat politik devide et impera.

Lahirnya dua blok kekuatan yang bertentangan secara ideologi, yaitu Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat (kapitalis) dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Sovyet (komunis), semakin memanaskan situasi dunia. Perang Dingin berkembang menjadi konflik perang terbuka, seperti di Jazirah Korea dan Indo-Cina. Perlombaan pengembangan senjata nuklir meningkat. Hal tersebut menumbuhkan ketakutan dunia akan kembali dimulainya Perang Dunia.

Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani masalah dunia, namun pada kenyataannya badan ini belum berhasil menyelesaikan persoalan tersebut, sementara akibat yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini sebagian besar diderita oleh bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.

Lahirnya Ide Pembentukan Konferensi Asia Afrika


Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon, Sir John Kotelawala, mengundang para perdana menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan suatu pertemuan informal di negaranya. Undangan tersebut diterima baik oleh semua pimpinan pemerintah negara tersebut. Pada kesempatan itu, Presiden Indonesia, Soekarno, menekankan kepada Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, untuk menyampaikan ide diadakannya Konferensi Asia Afrika pada pertemuan Konferensi Kolombo tersebut. Beliau menyatakan bahwa hal ini merupakan cita-cita bersama selama hampir 30 tahun telah didengungkan untuk membangun solidaritas Asia Afrika dan telah dilakukan melalui pergerakan nasional melawan penjajahan.

Sebagai persiapan, maka Pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh para Kepala Perwakilan Indonesia di Asia, Afrika, dan Pasifik, bertempat di Wisma Tugu, Puncak, Jawa Barat pada 9 – 22 Maret 1954, untuk membahas rumusan yang akan dibawa oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo pada Konferensi Kolombo, sebagai dasar usulan Indonesia untuk meluaskan gagasan kerja sama regional di tingkat Asia Afrika.

Pada 28 April – 2 Mei 1954, Konferensi Kolombo berlangsung untuk membicarakan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama.

Dalam konferensi tersebut, Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, mengusulkan perlunya diadakan pertemuan lain yang lebih luas antara Negara-negara Afrika dan Asia karena masalah-masalah krusial yang dibicarakan itu tidak hanya terjadi di Negara-negara Asia yang terwakili dalam konferensi tersebut tetapi juga dialami oleh negara-negara di Afrika dan Asia lainnya.

Usul ini diterima oleh semua peserta konferensi walaupun masih dalam suasana skeptis. Konferensi memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk menjajaki kemungkinannya dan keputusan ini dimuat di bagian akhir Komunike Konferensi Kolombo.

Usaha-Usaha Persiapan Konferensi


Pemerintah Indonesia, melalui saluran diplomatik, melakukan pendekatan kepada 18 Negara Asia Afrika, untuk mengetahui sejauh mana pendapat negara-negara tersebut terhadap ide pelaksanaan Konferensi Asia Afrika. Ternyata pada umumnya mereka menyambut baik ide ini dan menyetujui Indonesia sebagai tuan rumah konferensi tersebut, walaupun mengenai waktu penyelenggaraan dan peserta konferensi terdapat berbagai pendapat yang berbeda.

Pada 18 Agustus 1954, melalui suratnya, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dari India mengingatkan Perdana Menteri Indonesia tentang perkembangan situasi dunia dewasa itu yang semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika. Memang Perdana Menteri India dalam menerima usul itu masih disertai keraguan akan berhasil-tidaknya usul tersebut dilaksanakan. Barulah setelah kunjungan Perdana Menteri Indonesia pada 25 September 1954, beliau yakin benar akan pentingnya diadakan konferensi tersebut, seperti tercermin dalam pernyataan bersama pada akhir kunjungan Perdana Menteri Indonesia :

“Para perdana menteri telah membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah konferensi yang mewakili Negara-negara Asia dan Afrika serta menyetujui konferensi seperti ini sangat diperlukan dan akan membantu terciptanya perdamaian sekaligus pendekatan bersama ke arah masalah (yang dihadapi). Hendaknya konferensi ini diadakan selekas mungkin“.

Keyakinan serupa dinyatakan pula oleh Perdana Menteri Birma, U Nu, pada 28 September 1954.

Pada 28 – 29 Desember 1954, atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para perdana menteri peserta Konferensi Kolombo (Birma, Ceylon, India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan pertemuan di Bogor, untuk membicarakan persiapan Konferensi Asia Afrika.

Konferensi tersebut berhasil merumuskan kesepakatan tentang agenda, tujuan, dan negara-negara yang diundang pada Konferensi Asia Afrika.

Kelima negara peserta Konferensi Bogor menjadi sponsor Konferensi Asia Afrika dan Indonesia dipilih menjadi tuan rumah pada konferensi tersebut, yang ditetapkan akan berlangsung pada akhir minggu April tahun 1955. Presiden Indonesia, Soekarno, menunjuk Kota Bandung sebagai tempat berlangsungnya konferensi.

Sumber
http://asianafricanmuseum.org/sejarah-konferensi-asia-afrika/