Bagaimana sejarah Kerajaan Landak Kalimantan Barat ?

Kerajaan Landak

Kerajaan Landak, yang dahulu dikenal dengan nama Landa, tertulis didalam kitab Mpu Prapanca (1365) dimasa kejayaan Kerajaan Majapahit disaat pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Didalam kitab tersebut dijelaskan bahwa terdapat 21 Kerajaan yang ada di Nusa Tanjung Pura atau Kalimantan yang mana ke 21 Kerajaan itu dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit dan setiap tahunnya harus membayar upeti kepada Kerajaan Majapahit.

Bagaimana sejarah Kerajaan Landak Kalimantan Barat ?

Kerajaan Ismahayana Landak

Kerajaan Ismahayana Landak adalah sebuah kerajaan yang saat ini berlokasi di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat… Keraton Landak memiliki kronik sejarah yang relatif panjang, meskipun sumber-sumber tertulis yang membuktikan sejarah kerajaan ini bisa dikatakan sangat terbatas. Sama halnya dengan sumber dari cerita-cerita rakyat yang muncul di Ngabang, Kalimantan Barat, tempat di mana kerajaan ini berada. Kendati demikian, bukti-bukti arkeologis berupa bangunan istana kerajaan (keraton) hingga atribut-atribut kerajaan yang masih dapat kita saksikan hingga kini dan juga buku Indoek Lontar Keradjaan Landak yang ditulis oleh Gusti Soeloeng Lelanang (raja ke-19) pada tahun 1942, sesungguhnya cukup memadai untuk membuktikan perjalanan panjang kerajaan ini yang secara garis besar terbagi ke dalam dua fase, yakni fase Hindu dan fase Islam, ini telah dimulai sejak tahun 1275 M.

Periode pemerintahan


Periode pemerintahan kerajaan ini di bagi ke dalam empat periode dari dua fase, yaitu:

  • Fase Hindu

    • Kerajaan Landak di Ningrat Batur (1292–1472)
  • Fase Islam

    • Kerajaan Landak di Mungguk Ayu (1472–1703)
    • Kerajaan Landak di Bandong (1703–1768)
    • Kerajaan Landak di Ngabang (1768–sekarang)

Wilayah Kekuasaan Kerajaan Landak


Kerajaan Ismahayana Landak

Wilayah kekuasaan Kerajaan Landak kira-kira mencakup seluruh Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Pada tiga periode awal, secara geografis wilayah yang dikuasai kerajaan ini meliputi daerah sepanjang Sungai Landak berikut sungai-sungai kecil yang merupakan cabang darinya. Sungai yang merupakan anakan Sungai Kapuas ini memiliki panjang sekitar 390 km.

Dalam perkembangannya kemudian, cakupan wilayah kekuasaan Landak semakin luas hingga daerah-daerah pedalaman. Jika dibayangkan dengan kondisi saat ini, kira-kira batas wilayah Kerajaan Landak menyerupai wilayah Kabupaten Landak yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sanggau di sebelah timur; Kabupaten Mempawah di sisi barat; Kabupaten Bengkayang di bagian utara; dan bagian selatan oleh Kabupaten Ketapang.

Ditengarai bahwa alasan pokok para pendahulu Kerajaan Landak memilih bantaran Sungai Landak sebagai tempat bermukim adalah karena di sepanjang sungai ini memiliki potensi kekayaan alam yang luar biasa, yakni intan dan emas. Usman mengatakan bahwa intan terbesar yang pernah ditemukan dan dimiliki oleh Kerajaan Landak bernama Palladium Intan Kubi (intan ubi) dengan berat 367 karat. Setelah penemuan itu, intan tersebut diberi nama sebagai Intan Danau Raja.

Intan ini ditemukan tatkala Raden Nata Tua Pangeran Sanca Nata Kusuma Tua (1714–1764) bertahta sebagai raja Landak ke XIX di Bandong. Lebih lanjut, sebagai sebuah kerajaan, Landak tidak menutup diri dengan dunia luar. Kerajaan ini justru aktif menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di sekitar Kalimantan Barat. Relasi yang dibangun adalah hubungan kekerabatan, seperti dengan Kesultanan Sambas Alwazikhubillah, Kerajaan Mempawah Amantubillah, Kerajaan Sanggau, Kerajaan Matan, dan Kerajaan Tayan.

Source Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Kerajaan Landak - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bermula kisah dari Kerajaan yang bercorak Hindu yakni Kerajaan Singasari dimana pada saat itu Kerajaan Singasari mengalami masa kejayaan yang mana tidak terlepas dari Raja nya yang melegenda yakni Raja Kartanegara. Dalam dekade periode itu Raja Kartanegara bermaksud melakukan perluasan wilayah kekuasaannya, tujuannya kali ini adalah Sumatera Tengah dengan mengirimkan pasukannya disana (Sumatera Tengah).

Pengiriman pasukan ini dikenal dengan istilah ekspedisi Pamalayu.

Ekspedisi ini berlangsung dalam kurun waktu 17 tahun (1275-1292). Setelah ekspedisi ini selesai, pasukan ini kemudian kembali ke Singasari lagi, namun setelah kembalinya pasukan ekspedisi ini ke Singasarai Raja Kartanegara telah wafat, dalam hal itu juga Kerajaan Singasari diambang keruntuhan dimana Raja yang selama ini memegang tumpuk kekuasaan tertinggi ditubuh kerajaan Singasari telah tiada. Sepanjang masa pemerintahannya Raja Kartanegara menerapkan sistem manajemen yang kuat ditubuh pemerintahannya.

Sebelumnya, didalam perjalanan setelah kembalinya pasukan ekspedisi yang dikirim Raja Kartanegara itu kembali ke Singasari, namun salah satu kapal yang termasuk ikut dalam ekspedisi itu yang dipimpin oleh Bangsawan serta para pengikutnya dengan sengaja membelokkan arah kapal nya ke arah Nusa Tanjung Pura atau Kalimantan.

Setelah sampai di Kalimantan, bangsawan ini pertama-tama kali menyinggahi Padang Tikar dan kemudian melanjutkan perjalanannya mengikuti aliran sungai yang dilewatinyanya yaitu sungai Landak dan pada akhirnya berhenti didaerah Sekilap Tembawang Ambator atau yang dikenal dengan nama Ningrat Batur. Bangsawan dari Singasari ini memilih Ningrat Batur sebagai pilihan utama untuk menetap. Bangsawan inilah yang kemudian dikenal dengan nama Ratu Sang nata Pulang Pali I yang mana merupakan raja pertama di Kerajaan Landak dan Mendirikan Istana Kerajaan Landak yang pertama di Ningrat Batur,hingga sampai pada masa pemerintahan raja Pulang pali VII. (Syafaruddin,2010)

Dikatakan juga bahwa asal-usul keturunan raja-raja serta kaum bangsawan Kerajaan Landak yang mana merupakan keturunan dari Ratu Brawijaya Angkawijaya yang bergelar Ratu Paseban Condong yang memerintah di Kerajaan Majapahit yang berdiri 1294-1478. Dikatakan bahwa Raja Pulang Pali I atau Raden Kesuma Sumantri Indra Ningrat adalah Putra yang tertua dari Ratu Bra Wijaya Angkawijaya yang kemudian membawa nasib pergi ke Nusa Tanjung Pura atau Kalimantan dengan berbekal sebuah keris pusaka yang bernama Keris Selimbayo

Didalam perjalanannya, Raden Kesuma Sumantri Indra Ningrat pertama-tama singgah di Padang Tikar menyempatkan diri untuk menghibur hati singgah mandi di sepanjang aliran sungai Landak, berhubung penyakit pirai atau tulang yang dideritanya sembuh apabila dijilati oleh ikan-ikan, seperti ikan patin, kelabau, bengah, gagak, kuyungan dan binatang darat malang seperti kijang dan lainnya. Semenjak itulah Raden Kesuma Sumantri Indra Ningrat atau nenek moyang raja segala keturunan Ismahayana bersumpah tidak akan memakan daging ikan-ikan tersebut serta binatang darat sepeti kijang dan lainnya.

Setelah sembuh dan sanggup untuk melakukan perjalannya kembali Raden Kesuma Sumantri Indra Ningrat beserta pengawalnya masuk mudik kearah sungai Landak ke arah Sengah Temila dan kemudian berhenti dan menetap di Ningrat Batur dan mendirikan Kerajaan landak yang pertama (Gusti Sulung Lelanang,1942)

Sepanjang perjalanan sejarahnya bahwa Kerajaan landak berpangkal dari Kerajaan Majapahit dilihat dari waktu berdirinya Kerajaan Landak hampir sama dengan berdirinya dengan Kerajaan Majapahit namun pada akhirnya Kerajaan Landak menjadi vasal Kerajaan Majapahit.

Kemudian Ratu Sang Nata Pulang Pali I inilah yang pertama-tama kali mendirikan Kerajaan Landak dengan ibu kota di Ningrat Batur hingga sampai masa pemerintahan Ratu Sang Nata Pulang Pali VII bergelar Raden Kesuma Sumantri Indra Ningrat dengan nama lain Abhiseka Ratu Bra Wijaya Angkawijaya Sang Nata Pulang Pali VII. Adanya Sang Nata Pulang Pali I hingga sampai Sang Nata Pulang Pali VII inilah yang telah menurunkan raja-raja yang memerintah di kerajaan Landak secara turun temurun.

AlKisah, Raden Kesuma Sumantri Indra Ningrat atau Sang Nata Pulang Pali VII mempunyai kegemaran berburu, salah satu diantaranya menjala ikan ketika sedang asyik menjala ikan didapatinyalah sebuah mundam yang berisi rambut yang panjang dari seorang wanita yang hanyut dari perhuluan sungai. Raja atau Raja Pulang Pali VII merasa penasaran dan ingin tau siapakah wanita pemilik rambut yang panjang ketika didapatinya sewaktu menjala ikan di sungai sewaktu itu.

Keesokan hari nya Raja beserta pengawalnya bermaksud untuk mudik keperhuluan sungai. Setelah sampai ditempat tujuan di perhuluan sungai didapatlah sebuah kabar berita bahwa sipemilik rambut panjang yang didapati Raja ketika menjala ikan disungai ketika itu adalah kepunyaan seorang putri cantik anak seorang dukun bernama Patih Tegak Temula di Kampung Kurnia Tanjung Serlimpat,Sepangok.

Raja pun merasa jatuh cinta kepada putri tersebut kemudian atas restu Patih Tegak Temula, maka dinikahkanlah putri nya tersebut dengan Raja atau Raden Kesuma Sumantri Indra Ningrat Pulang Pali VII. Pernikahan berlangsung di Istana Ningrat Batur dan setelah menjadi istri raja maka dinobatkanlah Putri dari Tanjung Selimpat ini sebagai Ratu Permaisuri. Setelah beberapa bulan berlalu pernikahan anaknya dengan Raja, Ayah dari Sang Permaisuri atau Putri dari Tanjung Selimpat bermaksud ingin menjenguk putrinya di Istana Ningrat Batur. Disaat perjalananya menuju daerah Sepatah nasib berkata lain, Ayah dari Sang Permaisuri telah dikayau (Head hunting) oleh orang-orang suku Biaju, sekarang di daerah Kapuas Hulu.

Tak lama kemudian berita duka itupun sampai di Istana Sang Putri merasa sangat terpukul atas kehilangan orang tua yang sangat dicintainya, apalagi pada saat itu Putri dalam keadaan hamil. Didalam kesehariannya Putri Ratu Permaisuri berlarut-larut dalam kesedihannya, sebagai suami yang sangat mencintai istri nya, Raja berjanji untuk mengambil kembali kembali kepala tengkorak Patih Tegak Temula tersebut yang disimpan di Taju Tarus daerah Biaju, Kapuas Hulu.

Di sekitar Istana Ningrat Batur terdapat sebuah pohon besar yang tegak lurus yang mana nantinya pohon tersebut digunakan untuk membuat Bahtera atau Perahu/Kapal. Raja mengerahkan rakyat nya untuk melakukan pekerjaan tersebut. Sebelum dibuat sebagai perahu pohon tersebut susah untuk ditumbangkan, apabila dikampak atau dipotong sebagian kemudian keesokan harinya batang tersebut tumbuh seperti awal mulanya begitu hingga seterusnya. Melihat kenyataan seperti itu Raja hampir putus asa namun rasa cintanya yang begitu besar dan bermaksud untuk menghibur, menyenangkan istrinya, setelah beberapa lama Raja berunding dengan para kerabat Istana maka didapatilah sebuah usulan kemudian atas perintah Raja, maka pada kemudian hari diadakanlah suatu sayembara dengan hadiah yang cukup menarik dan menggiurkan, tak sedikit rakyat yang datang serta mengikuti sayembara tersebut hingga tak ada satupun yang mampu untuk menumbangkan sebatang pohon besar tersebut.

Kemudian akhirnya seorang pemuda yang kemudian dikenal dengan nama Ria Sinir dari Kampung Jering, Menyuke, merupakan anak dari seorang Arya jambi. Ria Sinir adalah seorang pemuda yang memiliki kekuatan dan kesaktian yang tinggi, dengan bacaan mantra-mantra serta sesajen yang telah disediakan kemudian beberapa saat sungguh mengherankan sebatang pohon besar yang mana susah untuk ditumbangkan, dapat ditumbangkannya dengan sebilah beliung panas dengan kekuatan dan kesaktian yang dimilikinya. Beberapa hari kemudian jadilah sebuah bahtera atau perahu yang terbuat dari batang pohon tersebut yang mana nantinya perahu tersebut digunakan untuk pelayaran pengambilan tengkorak Patih Tegak Temula ayah dari Sang ratu Permaisuri di Taras Biaju.

Setelah memenangkan sayembara itu kemudian Ria Sinir menerima hadiah yang dijanjikan Raja, kemudian ia pun bermohon diri kepada Raja untuk pamit pulang ke kampung halamannya di Jering,Menyuke.

Beberapa hari kemudian keberangkatan kapal yang telah dibuat tesebut tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Raja pun berfikir untuk tidak akan gagal sampai kedua kalinya, maka atas titah Raja dipanggil kembalilah pemuda Ria Sinir sebagi pawang peluncuran kapal pertama milik Raja Pulang Pali VII tersebut. Tidak hanya itu Raja juga memberi kehormatan kepada Ria Siner menjadi pemimpin dalam pelayaran tesebut, Raja pun mengiming-imingi hadiah kembali kali ini hadiahnya adalah salah satu seorang isterinya apabila kelak misi itu berhasil, salah satu diantaranya yakni Puteri Tanjung Selimpat dari Sepangok dan kelima istri nya yang lain. Raja Nata Pulang Pali memiliki enam orang istri.

Selang beberapa waktu kemudian dimana saat misi itu berlangsung kehebatan pemuda Ria Sinir pun terbukti kembali yang mana ia berhasil mengalahkan Suku Biaju dan menawan Kepala Suku Biaju kemudian membawa kembali kepala tengkorak Patih Tegak Temula sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Raja. Sebelum menjanjikan hadiah tersebut mendadak setelah misi itu berhasil baik Raja maupun Putri Ratu Permaisuri mendadak khawatir, namun pada akhirnya Putri Ratu Permaisuri mengakui bahwa dulunya pemuda Ria Sinir pernah menaruh hati kepadanya.

Janji itu telah diucapkan oleh Raja, dalam diri Raja Sang Nata Pulang Pali VII janji tetaplah sebuah janji. Siapakah yang akan dipilih Ria Sinir nantinya dengan pilihan enam orang istri Raja tersebut. Sebelum keputusan itu ditetapkan keenam istri Raja tersebut didandani dengan daya tarik kecantikan masing-masing, namun berbeda dengan Ratu Permaisuri Putri Tanjung Selimpat dia didandani bagaikan seorang abdi istana hitam, kotor, berdaki, dan bau busuk. Belum diketahui siapa nama asli Ratu Permaisuri Putri Tanjung Selimpat dari Kurnia sepangok ini yang sebenarnya begitulah adanya, berdasarkan cerita-cerita yang disampaikan karna kebiasaan serta dialek masyarakat setempat kemudian menyebutnya dengan Putri Dara Hitam.

Tiba saatnya upacara yang dilakukan di Istana Kerajaan Ningrat Batur sebagai ungkapan keberhasilan atas misi yang telah dijalankan, serta sekaligus pemberian hadiah kepada seorang pemuda Ria Sinir yang telah memenangkan sayembara. Tiba-tiba terbukalah kembali hati pemuda Ria Sinir untuk memiliki mantan Putri yang dicintainya pada waktu dulu. Setelah melakukan penyamaran yang cukup sulit untuk dilihat dengan kasat mata, dengan panduan mantranya dengan seekor kunang-kunang yang konon diciptakannya dari sehelai daun sirih, berhasilah pemuda Ria Sinir menembus batas kabut penyamaran Ratu Permaisuri Putri Tanjung Selimpat dan memilih Ratu Permaisuri Puteri Tanjung selimpat sebgai pilihannya.

Sungguh penyamaran yang cukup sulit untuk diterima mata tetapi begitulah kenyataannya dan Raja mengakui bahwa itulah Ratu Permaisuri Putri Tanjung Selimpat yang sebenarnya amat sangat dicintainya. Begitu berat hati nya untuk melepas Putri yang selama ini sangat dicintainya, sebagai seorang Raja yang arif dan bijaksana Raja Pulang Pali VII tetap mempertahankan prinsipnya sebagai seorang Raja dengan menepati janji-janji yang telah diucapkannya, betapa bijaksananya seorang Raja Pulang Pali VII dengan menepati janji yang telah diucapkannya sampai-sampai istri yang sangat disayanginya, direlakannya yang mana dulu sebenarnya Raja bermaksud untuk menyenangkan serta menghibur duka lara istri yang sangat dicintainya (Putri Tanjung Selimpat).

RADEN ISWARAMAHAYANA

Pada saat Raja melepas istri yang sangat disayanginya itu kepada pemuda Ria Sinir, Sang Ratu Putri Tanjung Selimpat telah mengandung anak dari Raja Pulang pali VII, Raja Pulang Pali VII kemudian memberikan amanat kepada Sang Ratu Putri Tanjung Selimpat dan Ria Sinir mereka boleh melangsungkan perkawinannya apabila anak yang dikandung oleh Putri sudah lahir dan Raja berpesan apabila kelak anak yang dilahirkanya laki-laki agar diberi nama Raden Iswaramahayana. Kemudian Raja Pulang Pali VII memberikan daerah dimana nantinya digunakan untuk pemuda Ria Sinir dan Putri Tanjung Selimpat bermukim.

Namun Ria Sinir memilih untuk pergi ke daerah pedalaman (hutan) dan mendirikan pemukiman disana dengan mata pencaharian kehidupan sebagai perambah hutan alam dan bertani. Beberapa waktu berlalu kemudian lahirlah anak yang dikandung Putri Tanjung selimpat dari pernikahannya dengan Raja Pulang Pali VII, sesuai dengan amanat Sang Raja maka diberilah anak tersebut dengan nama Raden Iswaramahayana yang sekarang dikenal dengan nama Raden Ismahayana.

Setelah beberapa bulan kelahiran Raden Ismahayana yang mana merupakan anak dari pernikahan Putri Tanjung Selimpat dengan Raja Pulang Pali VII, barulah kemudian Putri Tanjung Selimpat dan Ria Sinir melangsungkan pernikahannya,dan kemudian dari hasil pernikahannya tersebut lahirlah seorang anak yang kemudian diberi nama Arya Kanu atau Ria kanuhanjaya.

Setelah Raden Ismahayana dewasa kemudian tinggal di Istana Kerajaan. Setelah Raja Pulang Pali VII mangkat maka naik tahtalah Raden Ismahayana sebagai pewaris Kerajaan Landak sebagai pengganti Ayah nya dan kemudian bergelar Raja Adipati Karang Tanjung Tua. Setelah bertahta di Kerajaan Landak Raden Ismahayana pun memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi Raden Abdulkahar. Maka dimulai dari sinilah proses perubahan yang baru yang mana dulu nya Kerajaan Landak ini kental dengan adat istiadat Hindu sesuai dengan pembawa serta pendiri raja-raja sebelumnya yang kemudian akhirnya berubah menjadi suatu Kerajaan yang bercorak Islam.Selama masa pemerintahan Raden Abdulkahar kemudian dipindahkanlah pusat Kerajaan yang mana dulunya di Ningrat Batur kemudian dipindahkan didaerah sekitar bawah bukit dengan banyak cabang-cabang aliran dari anak sungai Landak, kemudian tempat ini dinamai dengan Ayu atau sekarang yang lebih dikenal dengan nama Mungguk

Berhubungan dengan Ria Kunuhajaya setelah dewasa dia tetap tinggal di lingkungan dimana ia dilahirkan, yakni anak dari pernikahan Putri Tanjung Selimpat dengan Ria Sinir, hingga dewasa Ria Kanuhanjaya meneruskan kehidupan transisi sosial mewarisi budaya-budaya lingkungan dimana Ayah dan Ibu nya merupakan penduduk pribumi setempat, Ria Kanuhanjaya, ia menjadi seorang yang berpengaruh dilingkungannya, dimasa kedewasaannya.

Seiring berjalan waktu Raden Ismahayana ( Raden abdulkahar) dan Ria Kanuhanjaya kedua saudara kandung namun beda ayah ini menjalin hubungan yang sangat erat, hidup berdampingan saling tolong menolong didalam kesehariannya.

Kutipan Tulisan Gusti Sulung lelanang ,1942 ( Induk Lontar Kerajaan Landak ) kemudian untuk Raden Ismahayana dan Ria Kanuhanjaya atas kebijaksanaan Nyi Limbai Sari yang merupakan anak dari Patih Wira Denta yang menjadi istri Raja dalam tujuh hari, maka didapatilah sebuah perjanjian perdamaian dengan Sumpah Buang Batu yang mengandung perjanjian dua belas perkara, yakni Bernikah dan Kawin Pengantin, Tepung Tawar Bunting ( Hamil), Guring Kelapit ( Kelahiran Bayi ), Berayun, Gunting Rambut, Turun ke Air, Masuk Laminan, Bersunat ( Khitanan ), Membuat Rumah, Membuat Negeri, Membela Negeri ( Perang ), dan Kematian"

Ria Kanuhanjaya pun berjanji akan membantu Raden Ismahayana untuk memenuhi syarat-syarat adat istiadat Perjanjian Dua Belas Perkara tersebut sampai kepada anak cucu mereka nantinya,kemudia dari pada tiap-tiap hal yang mengenai dua belas perkara tersebut, maka anak dari turunan Ria Kanuhanjaya harus memberi tiap-tiap pintu yakni Ayam seekor, Beras benar Segantang, Beras Ketan Segantang, dan Telur Ayam.
Perjanjian itu tidak saja diucapkan dengan mulut tetapi dikunci dengan Sumpah Buang Batu dimuara sungai simpang tiga depan Istana Kerajaan Landak( Raden Abdulkahar) sekarang di Munggu.

Pada perjanjian sumpah itu Ria Kanuhanjaya menyebutkan “Panca Laut salah Darat mati dan darat Salah Darat mati” Raden Ismahayana seorang yang bijakasana dan mengenal keadilan serta kebenaran mengetahui sumpah saudaranya seibu itu salah kemudian ditegurnya.

“Apakah salah Sumpah tersebut ?” kata Ria Kanuhanjaya, "

Ya" kata Raden Ismahayana, begini Adinda kalau “Laut Salah Laut Mati dan begitu juga kalau Darat Salah Darat Mati”,

kemudian Ria Kanuhanjaya berkata “oh kalah begitu tiada jadilah kita bersumpah”,

“bagaimana batu sudah dibuang kesungai” tanya Raden Ismahayana.

“Kalau begitu biarlah batu itu kami selam”.jawab Ria Kanuhanjaya.

Kemudian Ria Kanuhanjaya beserta kaumnya terjun kedalam sungai untuk mencari batu yang sudah dibuang. Setelah batu tiada diketemukan, maka Ria Kanuhanjaya berkata

“Ya apa boleh buat sudah kehendak Jubata dan terpaksa kami Bangsa Darat mengaku " Sumpah Buang Batu”.

“Hai Adinda Aria, setia pada janji-janji itu adalah kemuliaan dan mahkota serta ksatria dalam dunia ini” kata Raden Ismahayana.

Setelah selesai bersumpah Buang Batu di sungai Ria Kanuhanjaya pun bermohon diri pulang ke kampung nya di Jering( Banyuke ) dan menjadi kepala bangsa Dayak sampai pada turunan anak cucunya. Demikian juga dengan Raden Ismahayana setelah Ria Kanuhanjaya bermohon pulang, dengan diiringi istri serta perdana menterinya dan hamba rakyatnya untuk pulang ke Istananya di Munggu.

Dari sinilah selanjutnya terjadi asimilasi perkawinan yang menyebabkan masyarakat di Kerajaan Landak disebut Orang Laut atau suku Melayu yang mana tinggal disepanjang aliran sungai Landak dibawah pimpinan Adipati Karang Tanjung Tua ( Raden Abdulkahar), sedangkan saudaranya sekandung namun beda ayah Ria Kanuhanjaya yang memilih lokasi pedalaman untuk bermukim atau tinggal, mengingat jiwa perambah hutan dan bertani yang mereka kuasai, dalam perkembangan selanjutnya disebut Orang Darat atau suku Dayak (Syafaruddin,2010).

Hingga silih berganti masa pemerintahan Raja yang memerintah di Kerajaan Landak, Saat pertama kali berdirinya Kerajaan Landak di Ningrat Batur oleh Ratu Sang Nata Pulang Pali I, maka setelah itu terjadi beberapa kali perpindahan pusat pemerintahan kerajaan landak,yang mana dulu nya pada masa pemerintahan Raden Abdulkahar pusat pemerintahan berada di Ayu atau Munggu, hingga pada masa pemerintahan Raden Kesuma Agung Muda ( 1703-1709 ) pusat pemerintahan Kerajaan Landak di pindahkan ke Bandong, kemudian masa pemerintahan Pangeran Sanca Nata Kesuma Muda yang merupakan Raja yang ke XVI pusat pemerintahan dipindahkan lagi ke Ngabang dan di Ngabang inilah merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Landak yang terakhir hingga sampai masa sekarang.

Landak, daerah ini pada dulu nya merupakan suatu kawasan yang stategis dimana pada saat itu merupakan jalur perniagaan dan perdagangan kerajaan-kerajaan di Jawa dan Nusa Tanjung Pura atau Kalimantan. Landak memiliki wilayah yang luas sepanjang wilayah kekuasaan kerajaannya, di daerah ini kaya akan barang tambang, di sepanjang aliran sungai Landak terdapat barang tambang seperti intan dan emas, pernah diketemukan sebuah intan di sepanjang aliran sungai Landak yang bernama Intan Kobi atau Intan Danau Raja yang ditemukan oleh Kiai Jaya Laga di masa pemerintahan Raden Sanca Nata Kesuma Tua ( 1714-1764 ) dimana intan tersebut memiliki berat 367 karat. Pencarian intan dan emas di daerah Landak dilakukan oleh penduduk-penduduk setempat dengan cara mendulang atau dengan cara tradisional,yang mana dulu nya Intan Kobi ini merupakan benda pusaka Kerajaan Landak.

Hingga pada akhirnya Landak dengan ibu kota ngabang yang mana merupakan tempat pusat pemerintahan ( keraton ) yang terakhir di Kerajaan Landak dan tidak mengalami perpindahan lagi. Sesuai namanya Landak merupakan suatu daerah yang kaya akan barang tambang disepanjang aliran sungainya terbentang banyak intan dan emas, kemudian Ngabang dengan ibu kota Kerajaan Landak menjelma menjadi sebuah nama dengan sebutan sebagai kota intan.

Sumber : http://sekeratpudi.blogspot.com/