Bagaimana sejarah kemajuan ilmu pengetahuan di Spanyol pada masa kekhalifahan Bani Umayyah?

Beberapa sejarawan menyatakan bahwa usaha mengkaji ilmu secara ilmiah di wilayah Barat (Spanyol dan sekitarnya), lebih dulu terjadi di wilayah Timur (Baghdad dan sekitarnya). Dengan demikian, masyarakat intelek muslim yang ada di wilayah Barat berhutang budi kepada saudara-saudara mereka yang berada di Timur (Madkour, 1988).

Cordova, Constantinopel, dan Baghdad adalah tiga kota yang merupakan pusat kebudayaan dunia pada saat itu. Di Cordova terdapat 113.000 rumah, 70 Perpustakaan, sejumlah toko buku dan ratusan masjid, bermil-mil jalan aspal diterangi dengan lampu-lampu dari rumah-rumah yang berhampiran. Semuanya membuat Cordova memperoleh popularitas internasional dan kekaguman para pengunjungnya. Banyak perutusan diplomatik berkumpul di Cordova, baik dari dalam maupun dari luar Spanyol. Delegasi berdatangan dari suku-suku Zanatah Afrika Utara yang kuat, dari dinasti Idrisiyyah, dari raja-raja Kristen Prancis, Jerman dan Konstantinopel (Hitti, 1970; Shalabî, 1984).

Sehubungan hal di atas, Hitti (1970) mengungkapkan :

In this period Umayad Capital took its place as the most cultured city and Europe and, with Constantinople and Baghdad, as one of the three cultural centres of the world. With its one hundred and thirteen thousand homes, twenty-one suburbs, seventy libraries and numerous book shops, mosques and palaces, it acquired international fame and inspired awe and admiration in the hearts of travellers. It enjoy miles of paved streets illuminated by lights from the bordering houses whereas.

Seperti apa kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang sudah diterapkan di Cordova di masa itu dan bagaimana pengaruhnya terhadap kemajuan pengetahuan di Eropa?

Berdasarkan tulisan-tulisan yang ada yang membahas seputar sejarah pendidikan dan sejarah peradaban Islam, secara global, pendidikan Islam di Spanyol terbagi ke dalam dua tingkatan, kuttab dan al-Ma’had al-‘Âlî (semacam Pendidikan Tinggi).

Kuttab


Dalam konteks kekinian, mungkin lembaga kuttab ini bisa dipadankan dengan lembaga pendidikan pesantren atau minimal halaqah atau pengajian tradisional. Pada lembaga pendidikan kuttab ini para siswa mempelajari beberapa bidang studi dan pelajaran-pelajaran yang meliputi fikih, bahasa dan sastra, serta musik dan kesenian.

Bidang Fikih
Dalam bidang fikih, karena Spanyol Islam menganut mazhab Maliki, para ulama memperkenalkan materi-materi fikih dari mazhab Imâm Mâlik. Para ulama yang memperkenalkan mazhab ini antara lain Ziyâd ibn ‘Abd al-Rahmân, perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qâdi pada masa Hishâm ibn ‘Abd alRahmân. Ahli-ahli fikih lainnya di antaranya Abû Bakr ibn al Qutiyyah, Munzir ibn Saî’d al-Balûti dan Ibn Hazm yang terkenal (Yatim, 2004).

Para siswa di kuttab-kuttab tersebut mendapatkan materi fikih cukup lengkap dari ulama-ulama tersebut yang berkompeten pada disiplin ilmunya. Perkembangan ilmu agama di lingkungan masyarakat intelek Islam Spanyol, oleh sebagian penulis sejarah, diidentikkan dengan perkembangan hukum Islam (ilmu fikih) atau ilmu syariat yang telah mengalami penyempitan makna. Namun demikian, dari penyempitan makna tadi, dampak positif yang tampak pada masyarakat adalah adanya suatu tatanan hukum yang pasti dan dipegang sebagai pedoman hidup sehingga aspek-aspek lahiriah sebagai objek kajian ilmu fikih dari masyarakat tersebut, juga tercermin pada sebagian pandangan para filosof, bisa terkendali dan berada dalam landasan-landasan normatif agama (Watt, 1992).

Bidang Bahasa dan Sastra
Menurut Hitti (1970:557), di Spanyol sebetulnya (sedikit) tertinggal jika dibandingkan dengan orang-orang Irak namun kemudian prestasi-prestasi yang cukup spektakuler bermunculan. AlQâli (901-67 M.), seorang profesor Universitas Cordova kelahiran Armenia awalnya belajar di Baghdad, baru kemudian disusul oleh Muhammad bin Hasan al-Zubaydî (928-989), seorang muridnya yang berdarah asli Spanyol kelahiran Seville yang mewarnai hampir seluruh ilmu gurunya itu. Sebagai bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol, bahasa Arab diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang muslim maupun yang non muslim. Hal ini dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka rela menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab sehingga mereka terampil dalam berbicara maupun dalam tata bahasa. Di antara ahli bahasa yang terkenal ialah Ibn Mâlik, pengarang kitab Alfiyyah, Ibn Sayyidîn, Ibn Khurûf, Ibn al-Hâjj, Abû ‘Alî al-Shiblî, Abû al-Hasan ibn Usfûr, dan Abû Hayyân al-Gharnatî.

Bahkan, orang Islam Spanyol juga berjasa atas penyusunan tata bahasa Hebrew (bahasa orang Yahudi) yang secara esensial didasarkan pada tata bahasa Arab. Selanjutnya, di bidang sastra, terdapat juga kemajuan yang sangat signifikan dan melahirkan banyak tokoh. Ibn ‘Abd al-Rabbih, seorang pujangga yang sezaman dengan ‘Abd al-Rahmân III mengarang Al-'Iqd al-Farîd dan Al-Aghânî. 'Alî bin Hazm (terkenal dengan nama Ibn Hazm) juga menulis sebuah antologi syair cinta berjudul Tawq al-Hamâmah. Dalam bidang syair, yang digabungkan dengan dengan nyanyian, terdapat tokoh ‘Abd alWahîd bin Zaydân (1003-1071) dan Walladah (w. 1087) yang melakukan improvisasi spektakuler dalam bidang ini. Karya mereka, Muwassah dan Jazal merupakan karya monumental yang pernah mereka ciptakan pada masa itu sehingga orang-orang Kristen mengadopsinya untuk himne-himne Kristiani mereka.

Bidang Musik dan Kesenian
Syair merupakan ekspresi utama dari peradaban Spanyol. Pada dasarnya, syair Spanyol didasarkan pada model-model syair Arab yang membangkitkan sintimen prajurit dan interes faksional para penakluk Arab (Lapidus, 1999). Dalam bidang musik dan seni, Spanyol Islam memiliki tokoh seniman yang sangat terkenal, yaitu al Hasan ibn Nâfî dikenal dengan julukan Ziryâb (789-857). Setiap kali ada pertemuan dan perjamuan di Cordova, Ziryâb selalu mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu, ilmu yang dimilikinya itu diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada budak-budak sehingga kemasyhurannya tersebar luas (Shalabî, 1984).

Al-Ma’had al-Âlî (Pendidikan Tinggi)


Masyarakat Arab yang berada di Spanyol merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga pendidikan, antara pertengahan abad VIII sampai dengan akhir abad XIII. Melalui usaha yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan Islam dapat ditranmisikan ke Eropa.

Bani Umayyah yang berada di bawah kekuasaan Al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan banyak sekali penghargaan kepada para sarjana. Ia telah membangun Universitas Cordova berdampingan dengan masjid ‘Abd al-Rahmân III yang selanjutnya tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang terkenal di antara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya di dunia. Universitas ini menandingi dua universitas lainnya, yaitu Al-Azhar di Cairo dan Nizamiyah di Baghdad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari Spanyol, tetapi juga dari tempat lain seperti dari negara-negara Eropa, Afrika dan Asia (Alawi, 2000).

Di antara para ulama yang bertugas di Universitas Cordova adalah Ibn Qutaybah yang dikenal sebagai ahli tata bahasa dan Abû ‘Alî al-Qâlî yang dikenal sebagai pakar filologi. Universitas ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar empat juta buku. Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi astronomi, matematika, kedokteran, teologi dan hukum. Jumlah muridnya mencapai seribu orang. Selain itu, di Spanyol terdapat Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Mata kuliah yang diberikan di universitas-universitas tersebut meliputi teologi, hukum Islam, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi. Sebagai prasasti pada pintu gerbang universitas yang disebutkan terakhir ditulis sebagai berikut:

Dunia ini ditopang oleh empat hal, yaitu pengajaran tentang kebijaksanaan, keadilan dari penguasa, ibadah dari orang-orang yang saleh dan keberanian yang pantang menyerah (Hitti, 1970)

Bidang Filsafat
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976 M.), karya-karya ilmiah dan filosofis “diimpor” dari Timur dalam jumlah besar sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Amawiyyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya (Fakhri, 1986). Tokoh utama dan pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abû Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bâjah.

Dilahirkan di Zaragoza, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M. dalam usia muda. Seperti AlFarabî dan Ibn Sinâ di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opus-nya adalah Tadbîr alMutawahhidîn (Yatim, 2004). Tokoh utama kedua adalah Abû Bakr ibn Tufayl, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah Timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. yang banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hayy ibn Yaqzân.

Bagian akhir abad XII M. menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rushd dari Cordova, atau lebih dikenal dengan Averroes, ia lahir tahun 1126 M. dan wafat tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatannya dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatiannya dalam menggeluti masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fikih dengan karyanya yang termasyhur Bidâyat al-Mujtahîd (Yatim, 2004) yang sampai kini masih menjadi referensi baik di pesantren maupun di perguruan tinggi Islam.

Jika dilihat perkembangan filsafat di kalangan masyarakat intelek Islam Spanyol, akan tampak dominasi dari tiga orang filosof kelahiran negeri tersebut, yakni: Ibn Bâjah (w. 1138 M.), Ibn Tufayl (w. 1185) dan Ibn Rushd (1126-1198) dengan tidak bermaksud mengecilkan para filosof yang tidak terpopulerkan oleh sejarah, yang telah berjasa meletakkan batu fondasi, membangun dan menyempurnakan filsafat di dataran Andalusia tersebut. Menurut Madkour (1988), dua yang pertama dari ketiga filosof ini berada dalam bayang-bayang al-faid-nya Al-Farabî. Ibn Bâjah, dengan Tadbîr al-Mutawahhîd-nya “mengatakan” bahwa manusia bisa berhubungan dengan akal fa’âl dengan perantara ilmu pengetahuan dan pembangunan potensi mereka. Sementara Ibn Tufayl, dengan Hayy bin Yaqzân-nya, mengatakan bahwa hanya potensi manusia yang bisa berhubungan dengan akal fa’âl.

Bidang Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbâs ibn Farnas terkenal dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu (Shalabî, 1984). Ibrâhîm ibn Yahyâ al-Naqqâs terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan beberapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm alHasan ibn Abî Ja’far dan saudara perempuannya al-Hâfiz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.

Bidang Kependidikan
Titik berat ilmu kependidikan yang berkembang pada masyarakat intelek Islam Spanyol adalah perhatian mereka pada keharusan seseorang bisa membaca dan menulis yang secara mendasar ditujukan kepada (kecakapan membaca dan menulis) Aquran, tata bahasa Arab dan syair. Di samping itu, kegiatan kependidikan juga dalam hal-hal tertentu, berpusat pada persoalan-persoalan hukum atau fikih, yang merupakan istilah derivasi tidak langsung dari kata syariat atau wahyu dan mengalami penyempitan makna (Watt, 1992:6). Dalam masyarakat Islam Spanyol, wanita juga memperoleh kedudukan yang tinggi dalam hal penerimaan pendidikan. Suatu keadaan yang, sedikit berbeda dengan kondisi geografis dunia Islam pada umumnya, sangat kontras dengan keadaan umum masyarakat Eropa pada waktu itu.

Dengan kondisi seperti itu, pada abad-abad berikutnya jumlah orang yang belajar ke Spanyol terus bertambah. Universitas-universitas Cordova, Toledo, Granada, Clan Sevilla dibanjiri para mahasiswa dari bebagai penjuru Eropa, Afrika Utara, Timur dan Tengah. Kondisi seperti itulah yang belakangan dipercayai berjasa mengantar Renaissance dan reformasi ilmu pengetahuan di Eropa.

Bidang Kepustakaan
Dengan menitikberatkan kepada ilmu pendidikan, masyarakat intelek Islam Spanyol sudah pasti menyediakan sarana-sarana penunjang, agar apa yang mereka lakukan bisa berhasil seoptimal mungkin. Keberadaan perpustakaan dengan sejumlah besar bukunya merupakan salah satu di antara sekian sarana penunjang kependidikan yang menjadi pusat perhatian mereka. Sebagai contoh, perpustakaan Al-Hakam yang jumlah bukunya mencapai 400.000 buah (Shalabî, 1992:183). Disamping itu, bursa buku adalah kegiatan yang sering dijumpai di Cordova. Suatu kondisi logis dari sebuah masyarakat intelek yang memusatkan perhatian kepada pengkajian-pengkajian ilmiah.

Sumber-sumber dana yang berasal dari badan-badan wakaf yang didirikan secara khusus untuk itu telah sangat membantu peningkatan kualitas perpustakaan. Managemen Lay Out berkembang seiring perkembangan perpustakaan tersebut, termasuk di dalamnya katalogisasi. Administrasi dan birokrasi peminjaman buku-buku dilaksanakan dengan baik dalam arti adanya ketentuan-ketentuan tertentu bagi peminjam yang terdiri dari dua golongan; yaitu golongan ulama dan non ulama.

Bidang Kesejarahan
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubayr dari Valencia (11451228 M.) menulis tentang negeri-negeri muslim di Mediterania dan Sicilia. Ibn Batûtah dari Tangier (1304-1377 M.) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khâtib (1317-1374 M.) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains (Yatim, 2004). Bahkan dikatakan, perkembangan ilmu kesejarahan di Spanyol tidak bisa lepas dari peran Ibn Khaldun (1332-1406 M.) sebagai sosok reformer, baik analisis sejarah murni ataupun historiografi. Kelahirannya memang agak belakangan dibanding dengan tokohtokoh sejarah Spanyol seperti Ibn Qutaybah (w. 977 M.) dan Ibn Hayyân (988-1076 M.) serta sejarahwan lainnya. Namun demikian, sebuah karya monumentalnya, Muqaddimah, telah mencuatkkan namanya menjadi sosok luar biasa terutama dalam ilmu sejarah. Teori life cycle untuk dinasti-dinasti, baik secara langsung maupun tak langsung telah diadopsi oleh para ilmuwan dunia menjadi teori civilization life cycle.
Bahkan Arnold J. Toynbee mengembangkan teorinya dalam buku A Study of History yang sangat mirip dengan teori Ibn Khaldun