Al-Ma’had al-Âlî (Pendidikan Tinggi)
Masyarakat Arab yang berada di Spanyol merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga pendidikan, antara pertengahan abad VIII sampai dengan akhir abad XIII. Melalui usaha yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan Islam dapat ditranmisikan ke Eropa.
Bani Umayyah yang berada di bawah kekuasaan Al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan banyak sekali penghargaan kepada para sarjana. Ia telah membangun Universitas Cordova berdampingan dengan masjid ‘Abd al-Rahmân III yang selanjutnya tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang terkenal di antara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya di dunia. Universitas ini menandingi dua universitas lainnya, yaitu Al-Azhar di Cairo dan Nizamiyah di Baghdad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari Spanyol, tetapi juga dari tempat lain seperti dari negara-negara Eropa, Afrika dan Asia (Alawi, 2000).
Di antara para ulama yang bertugas di Universitas Cordova adalah Ibn Qutaybah yang dikenal sebagai ahli tata bahasa dan Abû ‘Alî al-Qâlî yang dikenal sebagai pakar filologi. Universitas ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar empat juta buku. Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi astronomi, matematika, kedokteran, teologi dan hukum. Jumlah muridnya mencapai seribu orang. Selain itu, di Spanyol terdapat Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Mata kuliah yang diberikan di universitas-universitas tersebut meliputi teologi, hukum Islam, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi. Sebagai prasasti pada pintu gerbang universitas yang disebutkan terakhir ditulis sebagai berikut:
Dunia ini ditopang oleh empat hal, yaitu pengajaran tentang kebijaksanaan, keadilan dari penguasa, ibadah dari orang-orang yang saleh dan keberanian yang pantang menyerah (Hitti, 1970)
Bidang Filsafat
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976 M.), karya-karya ilmiah dan filosofis “diimpor” dari Timur dalam jumlah besar sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Amawiyyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya (Fakhri, 1986). Tokoh utama dan pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abû Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bâjah.
Dilahirkan di Zaragoza, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M. dalam usia muda. Seperti AlFarabî dan Ibn Sinâ di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opus-nya adalah Tadbîr alMutawahhidîn (Yatim, 2004). Tokoh utama kedua adalah Abû Bakr ibn Tufayl, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah Timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. yang banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hayy ibn Yaqzân.
Bagian akhir abad XII M. menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rushd dari Cordova, atau lebih dikenal dengan Averroes, ia lahir tahun 1126 M. dan wafat tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatannya dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatiannya dalam menggeluti masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fikih dengan karyanya yang termasyhur Bidâyat al-Mujtahîd (Yatim, 2004) yang sampai kini masih menjadi referensi baik di pesantren maupun di perguruan tinggi Islam.
Jika dilihat perkembangan filsafat di kalangan masyarakat intelek Islam Spanyol, akan tampak dominasi dari tiga orang filosof kelahiran negeri tersebut, yakni: Ibn Bâjah (w. 1138 M.), Ibn Tufayl (w. 1185) dan Ibn Rushd (1126-1198) dengan tidak bermaksud mengecilkan para filosof yang tidak terpopulerkan oleh sejarah, yang telah berjasa meletakkan batu fondasi, membangun dan menyempurnakan filsafat di dataran Andalusia tersebut. Menurut Madkour (1988), dua yang pertama dari ketiga filosof ini berada dalam bayang-bayang al-faid-nya Al-Farabî. Ibn Bâjah, dengan Tadbîr al-Mutawahhîd-nya “mengatakan” bahwa manusia bisa berhubungan dengan akal fa’âl dengan perantara ilmu pengetahuan dan pembangunan potensi mereka. Sementara Ibn Tufayl, dengan Hayy bin Yaqzân-nya, mengatakan bahwa hanya potensi manusia yang bisa berhubungan dengan akal fa’âl.
Bidang Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbâs ibn Farnas terkenal dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu (Shalabî, 1984). Ibrâhîm ibn Yahyâ al-Naqqâs terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan beberapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm alHasan ibn Abî Ja’far dan saudara perempuannya al-Hâfiz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Bidang Kependidikan
Titik berat ilmu kependidikan yang berkembang pada masyarakat intelek Islam Spanyol adalah perhatian mereka pada keharusan seseorang bisa membaca dan menulis yang secara mendasar ditujukan kepada (kecakapan membaca dan menulis) Aquran, tata bahasa Arab dan syair. Di samping itu, kegiatan kependidikan juga dalam hal-hal tertentu, berpusat pada persoalan-persoalan hukum atau fikih, yang merupakan istilah derivasi tidak langsung dari kata syariat atau wahyu dan mengalami penyempitan makna (Watt, 1992:6). Dalam masyarakat Islam Spanyol, wanita juga memperoleh kedudukan yang tinggi dalam hal penerimaan pendidikan. Suatu keadaan yang, sedikit berbeda dengan kondisi geografis dunia Islam pada umumnya, sangat kontras dengan keadaan umum masyarakat Eropa pada waktu itu.
Dengan kondisi seperti itu, pada abad-abad berikutnya jumlah orang yang belajar ke Spanyol terus bertambah. Universitas-universitas Cordova, Toledo, Granada, Clan Sevilla dibanjiri para mahasiswa dari bebagai penjuru Eropa, Afrika Utara, Timur dan Tengah. Kondisi seperti itulah yang belakangan dipercayai berjasa mengantar Renaissance dan reformasi ilmu pengetahuan di Eropa.
Bidang Kepustakaan
Dengan menitikberatkan kepada ilmu pendidikan, masyarakat intelek Islam Spanyol sudah pasti menyediakan sarana-sarana penunjang, agar apa yang mereka lakukan bisa berhasil seoptimal mungkin. Keberadaan perpustakaan dengan sejumlah besar bukunya merupakan salah satu di antara sekian sarana penunjang kependidikan yang menjadi pusat perhatian mereka. Sebagai contoh, perpustakaan Al-Hakam yang jumlah bukunya mencapai 400.000 buah (Shalabî, 1992:183). Disamping itu, bursa buku adalah kegiatan yang sering dijumpai di Cordova. Suatu kondisi logis dari sebuah masyarakat intelek yang memusatkan perhatian kepada pengkajian-pengkajian ilmiah.
Sumber-sumber dana yang berasal dari badan-badan wakaf yang didirikan secara khusus untuk itu telah sangat membantu peningkatan kualitas perpustakaan. Managemen Lay Out berkembang seiring perkembangan perpustakaan tersebut, termasuk di dalamnya katalogisasi. Administrasi dan birokrasi peminjaman buku-buku dilaksanakan dengan baik dalam arti adanya ketentuan-ketentuan tertentu bagi peminjam yang terdiri dari dua golongan; yaitu golongan ulama dan non ulama.
Bidang Kesejarahan
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubayr dari Valencia (11451228 M.) menulis tentang negeri-negeri muslim di Mediterania dan Sicilia. Ibn Batûtah dari Tangier (1304-1377 M.) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khâtib (1317-1374 M.) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains (Yatim, 2004). Bahkan dikatakan, perkembangan ilmu kesejarahan di Spanyol tidak bisa lepas dari peran Ibn Khaldun (1332-1406 M.) sebagai sosok reformer, baik analisis sejarah murni ataupun historiografi. Kelahirannya memang agak belakangan dibanding dengan tokohtokoh sejarah Spanyol seperti Ibn Qutaybah (w. 977 M.) dan Ibn Hayyân (988-1076 M.) serta sejarahwan lainnya. Namun demikian, sebuah karya monumentalnya, Muqaddimah, telah mencuatkkan namanya menjadi sosok luar biasa terutama dalam ilmu sejarah. Teori life cycle untuk dinasti-dinasti, baik secara langsung maupun tak langsung telah diadopsi oleh para ilmuwan dunia menjadi teori civilization life cycle.
Bahkan Arnold J. Toynbee mengembangkan teorinya dalam buku A Study of History yang sangat mirip dengan teori Ibn Khaldun