Bagaimana sejarah gamelan di tanah jawa?

Gamelan Jawa memiliki perjalanan yang sangat panjang. Menurut Bambang Yudoyono, Gamelan Jawa muncul pada sekitar tahun 326 Saka atau 404 Masehi, dengan ditambahkan sebuah informasi dari pujangga Ranggawarsita dalam Pustaka Raja Purwa bahwa pada saat itu, banyak masyarakat Jawa yang mendapatkan transformasi sosial – budaya dari Hindu – Buddha, yang membawa pengetahuan tentang bunyi, seperti bunyi dari kicauan burung, kuda, gajah, dan mulailah dikenal nada pukulan (yang dipukul) pada alat tertentu pada saat itu, seperti kendang, ketipung, dan sejenisnya.

Hal tersebut banyak menginspirasi mereka di dalam membuat gamelan Jawa secara utuh, terutama dalam pembawaan alat musik gong dalam bentuk yang standar pada saat itu (Bambang Yudoyono, 1984 : 24), dan dalam bagian ini terdapat pada relief di bangunan candi – candi, misalkan pada candi Prambanan, Borobudur, ataupun Candi Panataran, dengan tradisinya di dalam membuat suatu nyanyian persembahan kepada dewa – dewa pada saat itu.

Sejarah gamelan di Jawa dapat dibagi menjadi beberapa jaman, yaitu ;

  • Jaman Pra-Historis
  • Jaman Hindu-Buddha
  • Jaman Islam
  • Jaman Kolonial

###Jaman Pra-Historis

Banyak menggunakan benda – benda alam untuk kehidupan

Seorang sarjana berkebangsaan Belanda bernama Dr. J.L.A. Brandes secara teoritis mengatakan bahwa jauh sebelum datangnya pengaruh budaya India, bangsa Jawa telah memiliki keterampilan budaya atau pengetahuan yang mencakup 10 butir yaitu :

  1. Wayang,
  2. Gamelan,
  3. Ilmu irama sajak,
  4. Batik,
  5. Pengerjaan logam,
  6. Sistem mata uang sendiri,
  7. Ilmu teknologi pelayaran,
  8. Astronomi,
  9. Pertanian sawah, dan
  10. Birokrasi pemerintahan yang teratur.

Sepuluh butir keterampilan budaya tersebut bukan pemberian dari bangsa Hindu atau India, dan kalau teori tersebut benar berarti keberadaan Gamelan dan wayang sudah ada sejak jaman prasejarah.

Namun tahun yang tepat sulit diketahui, karena pada masa prasejarah masyarakat belum mengenal sistem tulisan, dan tidak ada cukup bukti tertulis yang dapat dipakai untuk melacak dan merunut Gamelan pada masa prasejarah, namun ada sumber tertulis yang menyatakan bahwa masyarakat Jawa sudah mengenal kebudayaannya sekitar 800.000 tahun yang lalu lewat sistem berburunya (Koentjaraningrat, 1984 : 31), dengan banyak menggunakan batu (terutama perunggu).

###Jaman Hindu-Buddha

Gamelan Jawa mulai masuk ke dalam ritual keagamaan

Gamelan Jawa selalu mengalami perkembangan di dalam sejarahnya, baik sebagai alat upacara, maupun mediasi berdakwah atau seni. Gamelan jawa yang dimulai dengan kunci pada permainan Gong sebagai seni utamanya, dan setiap nada slendro yang memistikan suasana, supaya upacara keagamaannya berjalan sakral, dengan tambahan sesaji di dalamnya, agar ada makhluk halus (secara metafisik) yang dapat benar – benar membantu untuk melancarkan upacara yang sakral tersebut, dan hal ini terjadi ketika zaman Hindu – Budhha, terutama pada zaman Majapahit.

Ritual keagamaan seperti itu sudah mulai diperkenal oleh setiap Raja yang ada di ranah Jawa, dan untuk menjaga keseimbangan kerajaannya, maka sang Raja mesti melaksanakan segala macam ritus dan upacara keagamaan di mana ada berbagai benda keramat, nyanyian, dan kesusasteraan yang keramat (Koentjaraningrat, 1984 : 41),

Raja yang sangat kental kemistikkannya pada saat itu adalah Raja kertanegara, dengan memperlihatkan suatu metode atau cara simbolik mistik yang gaib (pemersatuan suci dengan Bhairawa), daripada melakukan hal – hal yang bersifat rasional (Koentjaraningrat, 1984 : 45-46).

Selain hal tersebut, akan ada kesustraan Jawa Kuno kakawin yang muncul dari kerajaan Kediri dan akan berubah fungsinya menjadi macapat, (Koentjaraningrat, 1984 : 44)

Setiap data tentang keberadaan Gamelan juga ditemukan di dalam sumber - sumber tertulis yang berupa prasasti, dan kitab – kitab kesusastraan yang berasal dari masa Hindu – Budha, yaitu berupa relief yang dipahatkan pada bangunan candi baik pada candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Tengah (abad ke-7 sampai abad ke-10), dan candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Timur yang lebih muda (abad ke-11 sampai abad ke-15).

Pada beberapa bagian dinding candi Borobudur dapat dilihat relief 17 jenis instrumen Gamelan yang terdiri dari kendang bertali yang dikalungkan di leher, kendang berbentuk seperti periuk, siter dan kecapi, simbal, suling, saron, dan gambang.

Pada candi Lara Jonggrang (Prambanan) dapat dilihat juga gambar relief kendang silindris, kendang cembung, kendang bentuk periuk, simbal (kècèr), dan suling. Di dalam beberapa kitab kesastraan India seperti kitab Natya Sastra menjelaskan bahwa seni musik dan seni tari sangat berfungsi untuk aktivitas upacara keagamaan.

###Jaman Islam

Gamelan Jawa dijadikan mediasi untuk berdakwah

Persebaran agama Islam yang sejak abad ke-13 makin lama makin cepat meluas di kepulauan Indonesia ini, terutama terjadi berkat usaha para penyiar dengan ajaran mistik Islamnya (sufi), terutama akan lebih terasa pada zaman sunan Kalijaga.

Para penyiar itu menjadi anggota aliran mistik Islam (tariqa) yang melarikan diri dari bagdad, ketika kota itu diserbu Manusia Mongol dalam tahun 1258 (Koentjaraningrat, 1984 : 53).

Gagasan mengenai mistik memang mendapat sambutan hangat di Jawa, karena sejak zaman sebelum masuknya agama Islam, tradisi kebudayaan Hindu – Buddha yang terdapat di Jawa sudah didominasi oleh unsur – unsur mistik.

Berbagai karya kesustraan Jawa – Islam yang ditulis pada awal masuknya Islam di pantai utara pulau Jawa, memang menunjukkan kuatnya unsur – unsur tradisi di dalam Hindu – Buddha, dan hasrat untuk menyiarkan suatu gagasan mistik, dapat merupakan motivasi bagi para penyiar agama Islam untuk membawa dan menyiarkan agama Islam kearah Timur.

Aceh dan Cirebon telah lebih banyak terpengaruh oleh aliran mistik sufi, sedangkan kota – kota lain seperti Malaka dan Demak, atau wilayah yang berdekatan dengan kekuasaan dari kedua kota tersebut, malah lebih banyak mendapat pengaruh dari penyiar Islam yang tidak beraliran mistik, walaupun para penyiar ajaran agama Islam dari kedua aliran itu juga sedikit-banyak terlibat dalam perdagangan Asia yang sama (Koentjaraningrat, 1984 : 53-54).

Gamelan Jawa sebagai salah satu kebudayaan Manusia Jawa yang masih bertahan, ketika zaman Islam mempunyai pembaharuan lebih lanjut. Pada zaman sunan Kalijaga ada penambahan nada pada Gong, serta lagu Gamelan jawa yang terkenal pada zaman tersebut adalah Ilir – ilir, dan nilai sufistik juga akan sangat terasa pada zaman sunan Kalijaga,

Gamelan digunakan sebagai proses untuk mengIslamkan Jawa secara perlahan – lahan melalui budaya dan spiritualitas mereka, walaupun akan ada sinkretisme (perpaduan Islam dengan jawa atau Islam kejawen) yang dilakukan oleh masyarakat Jawa sendiri, dan diluar dari keinginan sunan Kalijaga sendiri, yang ingin suatu budaya terutama Jawa mengikuti agama atau paham Islam, dan bukan agama atau paham Islam yang mengikuti budaya.

Gamelan yang diwariskan pada sunan Kalijaga biasa digunakan untuk upacara sekatenan (upacara untuk memperingati maulid nabi), dan selalu ada syarat untuk menonton permainan Gamelan Jawa yang diwariskan oleh sunan Kalijaga ini, yang terdiri dari membasuh kedua kaki dan mengucapkan kalimat syahadat. Kebiasaan ini mulai hilang, ketika masyarakat Jawa sudah terpengaruh dengan paham Islam itu sendiri.

Gamelan biasa dimainkan pada malam hari, atau sesudah masyarakat Jawa pulang dari pekerjaan mereka pada siang hari, dan tidak dimainkan setiap malam jumat, karena memiliki kesakralan tersendiri bagi Umat Islam.

Ada kepercayaan bahwa Gamelan Sekaten sebagai pusaka kerajaan juga ikut berpindah tangan mengikuti siapa yang akan berkuasa selanjutnya. Sejak Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram, dan sebanyak itulah Gamelan Sekaten berpindah tangan dari satu penguasa ke penguasa lainnya, atau diturunkan secara turun – temurun.

Namun, perjalanan sejarah belum berakhir, karena Mataram Hadiningrat sendiri kemudian juga pecah menjadi dua, pada tahun 1755 Masehi melalui perjanjian Giyanti, atau menjadi Surakarta dan Yogyakarta.

Gong Kiai Sekar Delima

Harta kekayaan termasuk Gamelan Sekaten itu kemudian dibagi dua. Namun, tidak dapat dipastikan manakah dari kedua kerajaan pecahan Mataram Hadiningrat itu yang mendapat Gong Kiai Sekar Delima warisan Brawijaya V dan Gong Kiai Sekati warisan Sunan Kalijaga. Hasil penelitian sejarah sekaten yang dilakukan Depdikbud (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) pada tahun 1991-1992 menyebutkan, bahwa Gamelan Sekaten memang harus sepasang, yang masing – masing kerajaan pecahan Mataram Hadiningrat (Surakarta dan Yogyakarta), dan membuat Gong baru sebagai pasangannya (Kiai Nogowilogo dan Guntur Sari).

###Jaman Kolonial - Modern

Rasionalitas diagung – agungkan

Pada zaman kolonial belanda atau bangsa Eropa, seni Gamelan Jawa yang bersifat irasional pada zaman dahulu, mulai dirasionalkan pada masa penjajahan Belanda ini, dan mencari sesuatu hal yang praktis di dalamnya, atau mencoba untuk keluar dari “pakem”yang ada, dan dapat dibahasakan secara mudah dari segala spiritualitas yang muncul dari permainan ini, atau membahasakan segala hal yang metafisis di dalam permainan Gamelan Jawa, sehingga membuat seni permainan ini menjadi lebih modern (rasional), atau sampai pada suatu pembaharuan (kontemporer) yang lebih lanjut.

Penjajahan Belanda atau bangsa Eropa dimulai, ketika ada aktivitas – aktivitas perdagangan Manusia Portugis dalam abad ke 16 terutama terhadap Kepulauan Indonesia. Pada tahun 1511, kekuatan mereka berhasil menaklukkan Malaka (Koentjaraningrat, 1984 : 62).

Para seniman Jawa mulai menggunakan cara berseni dari barat sekitar akhir abad 18 atau pada tahun 1811-1815, ketika kekuasaan Inggris mulai memasuki atau mengambil – alih wilayah jawa,dan mereka mulai melakukan pendekatan dengan masyarakat pribumi jawa.

Ketika kerajaan Inggris melakukann hubungan diplomatik dengan kerajaan di jawa, dan pada saat diambil-alih oleh kekuasaan Belanda pun para Raja di Jawa tetap melakukan hubungan dengan kerajaan Inggris,

Tidak semua gaya barat ditiru cara berseninya oleh para seniman Indonesia (terutama seniman jawa), karena para seniman Jawa masih banyak mempertahankan identitas asli mereka sebagai sebuah muatan lokal, atau seperti proses panjang pengaruh luar negeri ke Indonesia yang tidak semua budaya mereka diambil oleh masyarakat kita.

Seni Gamelan Jawa mulai memasuki ranah pendidikan atau kegiatan ekstrakulikuler, ketika Ki Hajar Dewantara mengangkatnya sebagai salah satu identitas yang perlu dijadikan pembelajaran akan sesuatu yang baik dari budaya kita sendiri, selain alat musik dari daerah lain, walaupun ki hajar dewantara lebih mengapresiasi musik Gamelan Jawa daripada yang lainnya, dan ingin dijadikan sebagai perwakilan untuk kesenian atau musik dari daerah yang lain di Indonesia.

Gamelan Jawa pada masa Ki Hajar Dewantara (kolonial Belanda) mencoba untuk keluar dari pakem yang ada pada setiap seniman tradisional Jawa, dan mencoba untuk memainkan musik dari luar negeri atau memainkan suatu musik yang mengikrarkan rasa kesatuan, seperti musik Indonesia Raya yang dimainkan melalui alat musik Gamelan Jawa ini, walaupun akan banyak terjadi kegagalan, karena tangga nada musik modern yang diatonis, dipadukan dengan musik Gamelan Jawa yang pentatonik.

Pada akhir dekade 1970-an beberapa komponis dari dunia pentatonis menggarap karya-karya mereka dengan kredo instrumen sebagai sumber bunyi, dan dengan kredo ini dilema pentatonis-diatonis dengan sendirinya dapat dipecahkan.

Para komponis ini tidak lagi memusatkan kekuatan musiknya pada tangga-nada, akan tetapi lebih kepada warna suara yang digali dari segala macam kemungkinan bentuk dan materi instrumen.

Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang, gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan
Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu–Budha yang mendominasi Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia. Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan Majapahit.
Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.
Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur, Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.

Pengertian Gamelan
Gamelan merupakan salah satu alat musik yang terkenal di Indonesia. Alat musik yang satu ini sering kita jumpai pada beberapa kesenian tradisional di Indonesia, terutama di Jawa. Sebenarnya alat musik gamelan juga ada di beberapa daerah disekitar Jawa, yaitu Bali, Madura dan Lombok.
Asrti gamelan sebenarnya berasal dari kata “gamel” yang dalam bahasa jawa mempunyai arti memukul atau menabuh. Sedangkan pada akhiran kata ada imbuhan kata “an” yang berfungsi membentuk kata benda. Dengan begitu makna gamelan bisa kita artikan sebagai kumpulan dari beberapa alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul atau ditabuh.
Pada awalnya, relief gamelan ada pada dinding Candi Borobudur yang dibangun pada abad kesembilan. Relief pada dinding itu menggambarkan beberapa alat musik gamelan seperti: kendang, seruling bambu, kecapi, dawai dan lonceng. Kemudian pada masa kerajaan Hindu-Budha, alat musik gamelan mulai diperkenalkan pada masyarakat jawa kemudian berkembang di Kerajaan Majapahit.

Secara tradisional, masyarakat jawa meyakini bahwa alat musik gamelan adalah diciptakan oleh dewa. Sang Hyang Era Saka adalah dewa yang diyakini sebagai pencipta gamelan itu, selain itu juga dipercaya sebagai dewa yang menguasai semua Tanah Jawa dengan istananya yang ada di daerah Gunung Mahendra (sekitar Gunung Lawu), daerah Medang Kamulan. Alat musik gamelan yang pertama kali diciptakan ialah Gong, yang pada saat itu dipakai untuk memanggil para dewa.
Lalu diciptakan pula beberapa alat musik pengiring untuk menyampaikan pesan yang bersifat khusus. Sampaai akhirnya terciptalah alat musik gamelan dengan lengkap yang sama seperti saat ini.
Selain itu Gamelan Jawa juga berkembang pesat saat zaman Majapahit. Bahkan pada saat itu bisa menyebar ke beberapa daerah disekitar Jawa, seperti Bali dan Sunda.
Akan tetapi gamelan yang ada di Jawa Tengah berbeda dengan gamelan dari Bali dan Sunda. Gamelan Jawa biasanya mempunyai ciri khas yang berbeda, yakni dengan nada yang lembut. Sementara gamelan Bali lebih cenderung rancak dan gamelan Sunda biasanya terdengar lebih mendayu karena lebih didominasi dengan alat musik seruling.


Perkembangan Gamelan

Gamelan Jawa pada umumnya digunakan untuk mengiringi sebuah kesenian seperti wayang kulit dan pertunjukan tari. Sampai pada sekarang ini gamelan bisa berdiri sendiri sebagai sebuah pertunjukan alat musik yang banyak diminati. Selain itu, supaya lebih lengkap lagi, kemudian pada pertunjukan itu diiringi oleh sinden.
Pertunjukan alat musik gamelan ini biasanya berlangsung pada acara resmi di keraton, contohnya pada saat sehari sebelum diadakannya sekaten. Selain itu gamelan juga dipakai untuk mengiringi sebuah acara pernikahan yang diadakan oleh keluarga keraton. Pada umumnya kegiatan itu terjadi di keraton Yogyakarta.


Jenis-Jenis Gamelan


• Gamelan Gedhe
Gamelan Gedhe terdiri dari ricikan yang lengkap antara laras slendro dengan laras pelog. Gamelan ini biasanya dipakai pada keperluan konser karawitan atau uyon-uyon.


• Gamelan Wayangan
Dilihat dari namanya, gamelan ini biasanya dipakai untung mengiringi pertunjukan wayang. Di lingkungan Keraton Surakarta, gamelan wayangan terdiri dari kendang, gender barung, gender penerus, slentrem, saron barung dua buah, demung, gambang, seruling, siter, kecer, ketuk, kempyang, kenong, kempul, dan juga gong suwukan. Sementara untuk gamelan laras pelog juga digunakan untung mengiringi wayang madya dan wayang gedog.


• Gamelan Pakurmatan
Gamelan ini ada 3 jenis, yaitu:
• Gamelan Monggang, di lingkungan keraton Surakarta biasanya dipakai untuk mengiringi Grebeg Mulud ketika keluarnya gunungan.
• Gamelan Carebaen, gamelan ini dimainkan di kalangan rumah keluarga keraton ketika punya hajat sebagai simbol untuk menghormati para tamu yang telah datang.
• Gamelan Kodhok Ngorek, di daerah keraton Surakarta biasanya dipakai gamelan ini pada saat raja mengkhitankan putranya. Selain itu gending kodhok ngorek juga dipakai untuk mengiringi acara perkawinan.


• Gamelan Sekaten
Alat musik ini biasanya hanya dipakai dalam sekali dalam setahun di keraton Yogyakarta dan Surakarta yakni untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW. Selain itu gamelan Sekaten dimainkan di halaman Masjid Agung pada tanggal 6 – 12 Mulud (pada bulan jawa).


• Gamelan Gadhon
Jenis gamelan yang satu ini hanya terdiri dari: kendang, siter, gender, slentem, gambang serta gong saja. Alat musik ini dipakai untuk keperluan orang yang memiliki hajad climen (sederhana), seperti khitanan, 5 setelah hari kelahiran anak (sepasaran bayi), pindah rumah, ulang tahun dan lainnya.


• Gamelan Cokekan
Jenis gamelan ini hanya dipakai untuk mengamen saja. Untuk instrumennya hanya terdiri dari kendang, siter dan juga gong bumbung (gong dari kayu).


• Gamelan Senggani (Sengganen)
Gamelan ini dibuat dari besi dan kuningan yang berbentukdari bilah dengan ukuran yang lebih kecil, sampai lebih ringan dan praktis.Alat musik ini terdiri dari: bonang barung, bonang penerus, demung, saron,slentem, kendang,kenong dan juga kempul. Fungsi dari gamelan Senggani hanyasebagai latihan karawitan di desa-desa untuk mengiringi tari tayub.


Macam Bagian Alat Musik Gamelan
Bagian Alat Musik Gamelan, nama-nama alat musik dalam Gamelan Jawa:


• Kendhang
Terbuat dari kulit hewan (Sapi atau kambing) Kendhang berfungsi utama untuk mengatur irama. Kendhang ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu.Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa disebut kendang kalih.
Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi.

Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk bermain kendhang, dibutuhkan orang yang sangat mendalami budaya Jawa, dan dimainkan dengan perasaan naluri si pemain, tentu saja dengan aturan-aturan yang ada.


• Demung, Saron, Peking
Alat ini berbentuk bilahan dengan enam atau tujuh bilah (satu oktaf ) ditumpangkan pada bingkai kayu yang juga berfungsi sebagai resonator.
Instrumen mi ditabuh dengan tabuh dibuat dari kayu.


• Bonang
Bonang dibagi menjadi dua jenis, yaitu bonang barung dan bonang panerus. Perbedaannya pada besar dan kecilnya saja, dan juga pada cara memainkan iramanya.
Bonang barung berukuran besar, beroktaf tengah sampai tinggi, adalah salah satu dari instrumen-instrumen pemuka dalam ansambel.

Khususnya dalam teknik tabuhan pipilan, pola-pola nada yang selalu mengantisipasi nada-nada yang akan datang dapat menuntun lagu instrumen-instrumen lainnya. Pada jenis gendhing bonang, bonang barung memainkan pembuka gendhing dan menuntun alur lagu gendhing. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, bonang barung tidak berfungsi sebagai lagu penuntun; ia membentuk pola-pola lagu jalin-menjalin dengan bonang panerus, dan pada aksen aksen penting bonang boleh membuat sekaran (lagu-lagu hiasan), biasanya di akhiran kalimat lagu.


• Slenthem
Menurut konstruksinya, slenthem termasuk keluarga gender; malahan kadang-kadang ia dinamakan gender panembung. Tetapi slenthem mempunyai bilah sebanyak bilah saron;

Slenthem beroktaf paling rendah dalam kelompok instrumen saron. Seperti demung dan saron barung, slenthem memainkan lagu balungan dalam wilayahnya yang terbatas.


• Kethuk dan Kenong
Kenong merupakan satu set instrumen jenis mirip gong berposisi horisontal, ditumpangkan pada tali yang ditegangkan pada bingkai kayu. Dalam memberi batasan struktur suatu gendhing, kenong adalah instrumen kedua yang paling penting setelah gong. Kenong membagi gongan menjadi dua atau empat kalimat kalimat kenong.

• Gender
Instrumen terdiri dari bilah-bilah metal ditegangkan dengan tali di atas bumbung-bumbung resonator. Gender ini dimainkan dengan tabuh berbentuk bulat (dilingkari lapisan kain) dengan tangkai pendek.


• Gambang
Instrumen dibuat dari bilah – bilah kayu dibingkai pada gerobogan yang juga berfungsi sebagai resonator. Berbilah tujuh-belas sampai dua-puluh bilah, wilayah gambang mencakup dua oktaf atau lebih. Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar dengan tangkai panjang biasanya dari tanduk/sungu.

Kebanyakan gambang memainkan gembyangan (oktaf) dalam gaya pola pola lagu dengan ketukan ajeg. Gambang juga dapat memainkan beberapa macam ornamentasi lagu dan ritme, seperti permainan dua nada dipisahkan oleh dua bilah, atau permainan dua nada dipisahkan oleh enam bilah, dan pola lagu dengan ritme– ritme sinkopasi.


• Rebab
Instrumen kawat-gesek dengan dua kawat ditegangkan pada selajur kayu dengan badan berbentuk hati ditutup dengan membran (kulit tipis) dari babad sapi. Sebagai salah satu dari instrumen pemuka, rebab diakui sebagai pemimpin lagu dalam ansambel, terutama dalam gaya tabuhan lirih.
Pada kebanyakan gendhing-gendhing, rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan gendhing, laras, dan pathet yang akan dimainkan.

Wilayah nada rebab mencakup luas wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab memberi petunjuk yang jelas jalan alur lagu gendhing. Pada kebanyakan gendhing, rebab juga memberi tuntunan musikal kepada ansambel untuk beralih dari seksi yang satu ke yang lain.


• Siter
Siter merupakan bagian ricikan gamelan yang sumber bunyinya adalah string (kawat) yang teknik menabuhnya dengan cara di petik. Jenis instrumen ini di lihat dari bentuk dan warna bunyinya ada tiga macam, yaitu siter, siter penerus (ukurannya lebih kecil dari pada siter), dan clempung (ukurannya lebih besar dari pada siter). Dalam sajian karawitan klenengan atau konser dan iringan wayang fungsi siter sebagai pangrengga lagu.