Bagaimana sejarah depresi besar yang dialami Amerika Serikat tahun 1930 ?

Depresi Besar

The Great Depression atau Depresi Besar (1929-1939) merupakan titik nadir dalam perekonomian dunia barat, khususnya negeri Paman Sam. Di negeri tersebut The Great Depression dibuka dengan kejatuhan bursa saham Wall Street pada Oktober 1929 yang menggoyang seluruh sektor perekonomian. Bagaimana pertistiwa itu dapat terjadi ?

Black Thursday dan Black Tuesday yang Mengancam

Awalnya negeri Paman Sam hanya mengalami krisis ekonomi biasa pertengahan 1929 ketika tingkat daya beli masyarakat mulai turun dan banyak barang yang tidak terjual. Pasar saham pun masih dalam keadaan normal, bulan Oktober tahun itu menjadi mimpi buruk bagi Amerika, tepatnya tanggal 24 Oktober 1929 ketika terjadi market bubble atau kenaikan besar dalam pasar saham Amerika. Sejumlah 12,9 juta lembar saham dijual dan peristiwa tersebut dikenang sebagai Peristiwa Kamis Hitam atau “Black Thursday.”

Beberapa hari kemudian “Black Tuesday” pun terjadi dimana saat itu terjadi penjualan saham yang luar biasa banyaknya, tepatnya 16 juta lembar saham terjual saat itu karena kepanikan dalam bursa Wall Street. Jumlah saham yang sebanyak itu ternyata tidak menguntungkan, bahkan merugikan para pialang saham yang membelinya.

Dalam tiga tahun berikutnya bursa saham anjlok, hingga pada akhit 1932 nilai pasar saham turun hingga 80 persen dari nilai tahun 1929. Masalah pasar saham pun merembet hingga ke zona perbankan. Banyak bank dinyatakan bankrut, faktanya saat itu 11 ribu dari 25 ribu bank di Amerika dinyatakan bankrut.

Pengangguran dan Kelaparan Dimana-mana


image

Jumlah pengangguran terus merangkak naik, jika tahun 1930 jumlahnya sekitar 4 juta orang, maka tahun berikutnya jumlah pengangguran meningkat hingga 6 juta orang. Puncaknya pengangguran naik mencapai 12 hingga 15 juta jiwa atau sekitar 30 persen populasi Amerika.

Fenomena seperti tunawisma, pengemis dan orang-orang kelaparan menjamur di belahan kota di Amerika akibat krisis ini. Produksi barang-barang turun hingga 54 persen dibandingkan dengan tahun 1929. Hal yang menyedihkan juga terjadi di desa dimana saat itu para penduduk yang berprofesi sebagai petani bahkan tidak memiliki modal untuk bercocok tanam karena harga bahan pangan yang anjlok.

Kegagalan Sistem Pasar Bebas


image

Penurunan daya beli masyarakat yang sangat besar bukan tanpa sebab, namun karena masyarakat saat itu sangat hati-hati dalam mengeluarkan uang mereka. Kehati-hatian itu justru berbuah petaka, akibat perilaku mereka terjadi keruntuhan siklus produksi dimana penurunan produksi yang signifikan berdampak kepada PHK besar-besaran perusahaan karena produk mereka tidak laku/sedikit sekali terjual.

Dalam penanganan masalah ini, pemerintah terlalu mengandalkan prinsip perdagangan bebas dan tidak mengambil langkah mengatur pasar karena menganggap kondisi pasar akan menemukan titik keseimbangannya sendiri dan akan digerakkan oleh invisible hand dalam perekonomian, namun mereka salah. Harga pangan semakin anjlok, daya beli masyarakat semakin turun mengakibatkan perekonomian semakin kacau.

Depresi ini mencapai puncaknya tahun 1933 disaat 13-15 juta penduduk Amerika menjadi pengangguran dan hampir separuh bank-bank di Amerika tutup. Langkah sigap Presiden Franklin D. Roosevelt dengan program “New Deal” berangsur-angsur memulihkan Amerika dari krisis yang berlangsung.

Sumber: hariansejarah.id

Depresi Besar

  • Depresi hebat ( great depression) merupakan periode depresi ekonomi yang terjadi pada tahun 1929 hingga 1940-an. Ini disebut sebagai depresi terbesar yang pernah membuat Amerika Serikat benar-benar mengalami kebangkrutan. Sepanjang sejarahnya, Amerika Serikat belum pernah mengalami kehancuran ekonomi yang membuat rakyat hampir mati kelaparan dan hampir menghancurkan seluruh bidang kehidupan di Amerika Serikat seperti yang terjadi pada periode depresi ini. Depresi ini juga ibarat bom yang merusak tatanan ekonomi, politik, sosial, dan budaya, yang sudah dibangun selama era kemakmuran Amerika Serikat.

  • Depresi tidak hanya mempengaruhi kehidupan ekonomi, tetapi juga kehidupan sosial dan politik di Amerika Serikat. Pabrik-pabrik dan bank-bank yang menjadi tumpuan hidup sebagian besar masyarakat Amerika Serikat tutup. Ini mengakibatkan banyaknya pengangguran, yang kemudian berkorelasi dengan terjadinya kejahatan-kejahatan, akibat pesimisme untuk bertahan hidup.Selain ekonomi dan sosial, perubahan juga terjadi dalam aspek politik, program-program dari pemerintahan Herbert Hoover, yang masih mempertahankan konservatisme, dianggap oleh sebagian besar rakyat Amerika belum mampu memperbaiki dampak depresi.

  • Akibatnya, rakyat tidak percaya lagi dengan kemampuan pemerintah, hingga muncullah demonstrasi-demonstrasi menuntut pertanggungjawaban pemerintah. Munculnya sosok Franklin Delano Roosevelt yang berasal dari Partai Demokrat dengan konsep pembenahannya bertajuk “New Deal”, menjadi awal perubahan konsep ekonomi Amerika Serikat dari liberalisme murni berprinsip pada konsep laissez faire”, menjadi konsep ekonomi Neoliberalisme yang melibatkan peran pemerintah dalam perekonomian. Perubahan lainnya pun tampak di bidang sosial budaya, munculnya aliran seni yang dikembangkan oleh orang Negro dan kelompok marginal lainnya, merupakan salah satu contohnya.

Titik Permulaan Depresi Hebat ( *Great Depression)

  • Selama beberapa tahun, banyak pihak yang menyampaikan pendapatnya mengenai penyebab Depresi Hebat. Jatuhnya harga-harga di pasar saham Amerika Serikat dianggap menjadi penyebab utama, namun beberapa ahli menyangkal pendapat itu. Para ahli yang mempelajari sejarah perekonomian Amerika Serikat, berpendapat bahwa keruntuhan di pasar saham, bukanlah penyebab depresi, tapi peristiwa inilah yang mempercepat depresi. Depresi Hebat yang terjadi di Amerika Serikat merupakan kulminasi dari beberapa peristiwa yang terjadi selama era kemakmuran Amerika Serikat.

  • Namun, terlepas dari pendapat para ahli tersebut, perlu kita menelusuri kronologi terjadinya depresi ekonomi ini. Depresi Hebat berawal dari kegiatan di pasar saham Amerika Serikat. Untuk mendapatkan modal lebih mudah, rakyat Amerika Serikat mencari cara baru yaitu dengan cara sistem pembelian secara kredit ( buying on margin). Buying on margin ialah sistem pembelian saham dimana para investor saham (spekulator) hanya membayar paling sedikit sepuluh persen dari nilai saham, dan selebihnya meminjam dari pialang (broker) atau bank. Untuk mendapatkan keuntungan, mereka menunggu dan berharap agar nilai saham naik. Jika nilai saham turun, mereka harus merugi. Spekulator harus cerdas melihat perkembangan di pasar saham, untuk mendapatkan keuntungan, mereka membeli di saat harga saham rendah dan menjualnya di saat harga saham tinggi. Permintaan spekulatif terhadap saham inilah yang berperan besar terhadap peningkatan harga sehingga obligasi meningkat.

  • Selama beberapa bulan, aksi spekulasi rakyat Amerika Serikat di Bursa Efek New York (New York Stock Exchange, NYSE) semakin meningkat, bersama dengan harga saham yang semakin tinggi. Penjualan saham di NYSE meningkat dari 236 juta saham pada tahun 1923 menjadi 451 juta pada tahun 1926, sedangkan harga per saham yang semula 108 dolar menjadi 166 dolar. Jumlah pinjaman meningkat dari 3 milyar mulai bulan Juni 1927 hingga September 1929, aksi pinjam spekulator kepada bursa saham New York dan bankers meningkat dari 3,5 milyar dolar menjadi 8,5 milyar dolar. Sementara itu volume perdagangan di NYSE mengalami peningkatan dari 451 juta pada tahun 1926 menjadi 577 juta dolar pada tahun 1927 (Link dan Catton, 1973).

  • Peningkatan aktivitas di pasar saham mempengaruhi aktivitas bisnis di Amerika Serikat. Pada saat harga saham semakin tinggi, semakin banyak pengusaha yang tertarik untuk turut serta dalam aktivitas ini. Untuk mendapatkan modal lebih banyak guna membeli saham, mereka meningkatkan produksi mereka, dan keuntungan tersebut dipertaruhkan di pasar saham. Padahal daya beli rakyat Amerika pada saat itu sedang dalam kondisi rendah, sehingga terjadilah ketidakseimbangan ekonomi, yaitu jumlah penawaran lebih tinggi dari jumlah permintaan. Kondisi ini tentu saja sangat merugikan industri. Sikap kurang bijaksana dari para pengusaha ini mengakibatkan terjadinya produksi berlebih, dan kemudian kebangkrutan bagi industri mereka.

  • Pada awal September 1928, terjadi penurunan harga saham di NYSE (bear market). Ini mengakibatkan kegiatan di pasar saham lesu. Pada pertengahan tahun 1928 harga saham kembali stabil dari yang semula 12 dolar per saham menjadi 159 dolar per saham pada awal September 1929. Kondisi ini meningkatkan kembali volume perdagangan di bursa saham. Tahun 1929 menjadi puncak kegiatan permainan saham di Amerika Serikat. Total nilai saham di bursa saham New York mencapai 87 milyar dolar pada 1 Oktober 1929, volume perdagangan saham mencapai 1,1 milyar dolar, dan total pinjaman dari para pialang mencapai 8,5 milyar dolar pada September 1929(Moore, 1982, hal. 772). Kepercayaan akan kenaikan harga saham, menjadi motivasi bagi rakyat Amerika Serikat untuk terus melakukan aksi spekulasi di bursa saham.

  • Pada awal Oktober 1929, harga saham di NYSE kembali turun. Tanggal 21 Oktober 1929, terjadi bank on run, yaitu aktivitas penjualan saham secara besar-besaran karena ketakutan akan terjadinya penurunan yang lebih besar. Di seluruh pelosok kota New York para spekulan menjual saham-saham mereka, akibatnya nilai-nilai saham merosot dengan cepat. Pada 24 Oktober 1929, total jumlah saham yang diperdagangkan mencapai 13 juta saham, dengan harga yang rendah. Pada sore harinya J.P. Morgan & Company dan beberapa bank menyediakan dana mencapai 240 juta dolar untuk membeli saham, demi menjaga kestabilan pasar serta melindungi pinjaman dan investasi mereka. Bersamaan dengan itu, Treasury Officials (dewan pemimpin ekonom dan bankers), memberikan pernyataan kepada publik untuk tetap tenang, dan menjalankan aktivitas seperti biasa, karena kondisi ini tidak akan berlangsung lama, dan setelah ini berakhir akan tercipta kondisi yang lebih menguntungkan daripada sebelumnya (Link dan Catton, 1973).

  • Presiden Hoover turut menenangkan rakyat untuk tetap bekerja normal dan tidak panik, ia kembali meyakinkan akan kemakmuran abadi Amerika Serikat. Upaya-upaya untuk menormalkan kembali harga saham tidak terwujud karena pada 29 Oktober 1929 yang dikenal dengan Black Tuesday, saham yang diperdagangkan di NYSE mencapai 16,5 juta saham, dengan harga saham yang merosot tajam hingga turun 43 poin. Selama bulan Oktober 1929, nilai saham pada bursa New York turun dari 87 milyar dolar sampai 55 milyar dolar atau sekitar 37% (Current, 1987, hal. 704). Anjloknya pasar saham di bulan Oktober 1929, mengakibatkan krisis keuangan yang akhirnya meluas menjadi depresi. Depresi berlangsung bertahun-tahun dan tidak hanya merusak kehidupan ekonomi Amerika saja, tetapi juga merubah kehidupan sosial dan politik rakyat Amerika Serikat yang telah terbentuk dalam tahun sebelumnya.

Faktor-faktor Penyebab Depresi Hebat

  • Terdapat banyak pendapat tentang faktor penyebab Depresi Hebat di Amerika Serikat tahun 1929. Sebagian pendapat menyalahkan jatuhnya pasar saham di Wall Street sebagai alasan utamanya. Pendapat lain menyatakan bahwa terjadinya Depresi Hebat di Amerika Serikat merupakan titik kulminasi dari resesi-resesi ekonomi yang terjadi sebelumnya, sedangkan jatuhnya pasar saham di Wall Street merupakan faktor yang mempercepat proses depresi tersebut. Berikut adalah faktor-faktor penyebab Depresi Hebat di Amerika Serikat.
  1. Kemunduran dan depresi di bidang pertanian

    • Awal abad kedua puluh, teknologi dan industrialisasi berkembang pesat. Pada saat yang sama, doktrin laissez-faire yang memberikan kebebasan penuh kepada usaha swasta dalam menjalankan bisnis, juga berkembang di negara ini. Semenjak itu di Amerika Serikat mulai berkembang perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, seperti Ford Company, dan perusahaan-perusahaan milik swasta lainnya. Perang Dunia I memperkuat kedudukan perekonomian Amerika Serikat. Produk pertanian dan produk-produk industri Amerika Serikat menjadi primadona bagi orang-orang Eropa, sehingga intensitas perdagangan naik. Memasuki periode tahun 1920-an –akhir Perang Dunia I- seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi, negara-negara di benua Eropa tidak lagi membeli produk- produk dari Amerika. Eropa mulai membangkitkan kembali pertaniannya, dan mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Kebijakan tarif impor yang tinggi menyebabkan petani kesulitan untuk menjual produknya ke luar negeri. Selain harus memenuhi kebutuhan sehari- hari, petani juga harus membayar mesin-mesin yang mereka gunakan, bibit dan pupuk, sementara itu pendapatan mereka terus menurun (Conte dan Karr, 2004, hal. 121).Mereka juga semakin mengurangi investasi di negara ini. Salah satu alasannya ialah karena kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif impor. Akibatnya terjadi produksi berlebih (overproduction) bagi beberapa produk lokal, terutama pertanian, yang tidak diiringi dengan permintaan yang meningkat, sehingga menyebabkan terjadinya resesi pada tahun 1921 hingga 1922.

    • Resesi tahun 1921-1922, menjadi awal hancurnya kehidupan petani Amerika Serikat. Kebijakan pertanian yang dilakukan pemerintah malah membahayakan perekonomian. Hal ini disebabkan sedikitnya keuntungan yang diberikan kepada petani oleh pemerintah pada era kemakmuran. Sepanjang tahun 1920-an sektor pertanian mengalami produksi berlebih hasil- hasil pertanian seperti gandum, karet, kopi, gula dan kapas, sehingga menyebabkan turunnya harga-harga produksi pertanian dan peningkatan utang petani. Turunnya harga ini, menyebabkan daya beli petani menurun. Padahal, petani merupakan konsumen yang besar bagi industri.

  2. Ketergantungan ekonomi terhadap industri besar

    • Setelah terjadi resesi pada tahun 1921, produksi disesuaikan dengan kebutuhan- kebutuhan yang baru. Pabrik-pabrik tidak lagi membuat meriam dan mesiu, melainkan mobil dan alat-alat elektronik. Berkembangnya industri di Amerika Serikat, mengubah masyarakat Amerika Serikat yang agraris menjadi industrialis. Pola hidup konsumeristik menjadi pola baru dalam masyarakat Amerika Serikat. Selama era kemakmuran, di Amerika Serikat berkembang banyak industri, tetapi pada dasarnya ada dua industri induk yang mempengaruhi berjalannya perekonomian di Amerika Serikat, yakni industri mobil dan industri konstruksi. (Current, 1987, hal. 704) Pada tahun 1920-an ketika kedua industri ini mengalami perkembangan pesat, maka industrialisasi di Amerika Serikat pun turut berkembang. Namun ketika pada tahun 1929 kedua industri ini mengalami kemunduran, industrialisasi dan perekonomian Amerika Serikat juga turut mengalami kemunduran.
  3. Spekulasi

    • Spekulasi di pasar saham, bukanlah faktor utama terjadinya depresi, namun kegiatan ini membuat depresi semakin hebat. Milyaran dollar yang seharusnya digunakan untuk mengembangkan produksi baru dan membayar tenaga kerja baru, dialihkan ke pasar saham. Untuk masyarakat yang tidak memiliki banyak modal, sistem buying on margin mempermudah mereka mendapatkan modal. Permintaan terhadap obligasi meningkat kemudian mendorong terjadinya praktek-praktek yang tidak jujur. Ketika harga saham jatuh, permintaan uang dari para investor meningkat. Padahal bank-bank tidak bisa memenuhi semua permintaan tersebut, akhirnya terjadi tekanan kredit.

      Crash yang terjadi tahun 1929 menyebabkan kurangnya permintaan terhadap barang- barang, akhirnya harga-harga turun. Kemudian produksi berkurang, yang menyebabkan perusahaan memecat tenaga kerjanya. Banyaknya pengangguran menyebabkan peredaran uang di pasar berkurang dan berkurangnya kredit bank, yang kemudian menyebabkan berkurangnya pembangunan pabrik-pabrik dan rumah-rumah. (Clements, 1975) Hal ini menyebabkan semakin sedikitnya jumlah tenaga kerja. Akhirnya permintaan produksi kembali berkurang, dan terjadi depresi. Proses terjadinya Depresi Hebat ini dikenal dengan The downward spiral of deflation .

  4. Produksi pabrik yang berlebihan dan sistem pembelian dengan cicilan

    • Seperti halnya pertanian, dalam dekade 1920-an pabrik juga mengalami produksi berlebih. Awalnya produksi disesuaikan dengan jumlah permintaan, namun lama kelamaan pengusaha memproduksi barang lebih banyak. Maka untuk menarik minat pembeli, produsen mengijinkan pembeli untuk membawa barang produksi mereka sebelum melunasinya. Sistem ini dikenal dengan sistim cicilan. Sistem ini berbahaya karena melemahkan daya beli dan membuat menumpuknya utang-utang pribadi. (Bragdon dan McCutchen, 1964).
  5. Menurunnya daya beli

    • Produksi industri dan pertanian meningkat, namun keuntungan hanya menjadi milik pengusaha besar, tidak diperoleh para petani, pekerja pabrik, dan para pengusaha rumahan (home industry) yang tidak mampu bersaing dengan pabrik-pabrik besar. Kondisi ini membuat kehidupan mereka jauh di bawah kehidupan para industrialis, kemudian membuat daya beli mereka menurun. The Brooking Institution mengungkapkan fakta bahwa dalam tahun 1929 lebih dari dua per tiga keluarga Amerika Serikat hanya membelanjakan kurang dari $ 2500 uang mereka dalam setahun. (Bragdon dan McCutchen, 1964) Lebih dari setengah warga Amerika Serikat yang hidup dalam tingkatan bawah, mereka tidak mampu membeli rumah, mobil, dan barang-barang produksi lainnya, karena untuk melengkapi menu makanan saja mereka tidak mampu. Padahal jumlah produksi yang berlebih, menuntut jumlah konsumen yang banyak pula. Di Amerika Serikat kondisi ini tidak terjadi, maka terjadilah depresi.
  6. Pengaruh tidak langsung dari Perang Dunia I

    • Berakhirnya Perang Dunia I tidak hanya menyisakan kehancuran produksi, tetapi juga meninggalkan utang-utang yang sangat besar, terutama bagi negara-negara Eropa. Utang- utang ini tidak hanya membebankan pajak yang besar bagi penduduk, tetapi juga menghambat jalannya perdagangan internasional. Beberapa negara Eropa mulai memproduksi barang-barang mereka. Pengusaha Eropa menjual produksi mereka lebih banyak dan membeli lebih sedikit, untuk itu mereka mengurangi kegiatan impor. Ini membuat petani-petani dan industri-industri di Amerika Serikat mengalami kerugian.
  7. Kebijakan Pemerintah

    • Kebijakan pemerintah Amerika Serikat untuk menerapkan tarif impor tinggi, mengakibatkan sulitnya pengusaha-pengusaha Eropa memasarkan barang-barang mereka. Ini mengakibatkan berhentinya perdagangan luar negeri dan tingginya harga. Pemerintah yang terlalu berkonsentrasi untuk mengembangkan bisnis di Amerika, membuat bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti pertanian, kehidupan buruh, dan sebagainya terabaikan. Padahal petani, buruh, dan kalangan bawah serta menengah merupakan penggerak ekonomi di Amerika Serikat.

    • Depresi Hebat di Amerika Serikat yang berlangsung hingga tahun 1940an, pada dasarnya berawal dari krisis keuangan yang seharusnya bisa diatasi. Tetapi karena kurang sigapnya pemerintah dalam mengangani krisis, maka depresi berlanjut dan berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan. Semua kesengsaraan yang dialami selama masa depresi merupakan rangkaian dari peristiwa-peristiwa sebelumnya.

Referensi

Hicks, John D. (1943). A Short History of American Democracy. Massachussets: Houghton Mifflin Company.

Faulkner, Harold Underwood. (1954). American Economic History: Seventh Edition. New York: Harper & Brothers Publisher.

Hicks, John D. (1943). A Short History of American Democracy. Massachussets: Houghton Mifflin Company

Hoffstadter, Richard. (1959). The American Republic, Volume Two Since 1865. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Link, Arthur S. dan William B. Catton. (1973). American Epoch: A History of The United States Since 1900, Volume II: The Age of Franklin D. Roosevelt 1921-1945 . New York: Alfred A. Knopf.

Lipset, Seymour Martin. (1994). Amerika Serikat: Bangsa Baru yang Pertama . Dalam Perspektif Sejarah dan Komparatif. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan