Ayat 150,
Firman Allah ta’ala,
“Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.” (al-Baqa.rah: 150)
Sebab turunnya ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan dari jalur as-Suddi dengan sanad- sanadnya, dia berkata, "Ketika kiblat shalat Rasulullah dipindahkan ke arah Ka’bah setelah sebelumnya ke arah Baitul Maqdis, orang- orang musyrik Mekah berkata,"Muhammad bingung dengan agamanya sehingga kiblatnya mengarah kepada kalian. Dia tahu bahwa kalian lebih benar darinya dan dia pun akan masuk ke dalam agama kalian.’ Maka Allah ta’ala menurunkan firman-Nya,
‘… agar tidak ada alasan bagi manusia (untuk menentangmu), …"’ (al- Baqarah: 150)
Ayat 154,
Firman Allah ta’ala,
“Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (al-Baqarah: 154)
Sebab turunnya ayat
lbnu Mandah meriwayatkan dalam Ma’rifatush Shahabah dari jalur as-Sud di ash-Shaghiir dari al-Kalbi dari Abu Shaleh dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Tamim ibnul-Hammam terbunuh pada Perang Badar, dan padanya serta pada yang lainnya turun firman Allah ta’ala,
‘Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati…"’
Abu Nu’aim berkata, “Para ulama sepakat bahwa yang terbunuh itu adalah Umair ibnul-Hammam dan as-Suddi melakukan kesalahan ketika menuliskan namanya.”
Ayat 158,
Flrman Allah swt.,
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 158)
Sebab turunnya ayat
Imam Bukhari, Imam Muslim, dan yang lainnya meriwayatkan dari Urwah, dia berkata, "Saya katakan kepada Aisyah istri Nabi saw., 'Perhatikanlah firman Allah,
'Sesungguhnya Syafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya…" (al-Baqarah: 158)
Saya kira tidak ada dosa bagi orang yang tidak melakukan sai di antara keduanya.’
Maka Aisyah berkata, 'Buruk sekali yang kau katakan itu wahai anak saudariku. Seandainya arti ayat itu seperti yang engkau pahami, maka artinya, ‘Maka tidak ada dosa baginya untuk tidak melakukan sai di antara keduanya.’
Akan tetapi ayat itu turun karena orang- orang Anshar sebelum masuk Islam, melakukan sai di antara kedua- nya sambil menyebut-nyebut nama patung Manat sebagai sebuah prosesi ritual. Setelah masuk Islam, mereka merasa keberatan untuk melakukan sai antara Shafa dan Marwa.
Maka mereka bertanya kepada Rasulullah,
‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami merasa tidak suka untuk melakukan sai antara Shafa dan Marwah pada masa jahiliah.’
Maka Allah menurunkan firman-Nya,
'Sesunggulmya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah…" (HR Bukhari dalam Kitaabut Tafsiir, No. 4495 dan Muslim dalam Kitubul Hajj, No. 1277)
Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Ashim bin Sulaiman, dia berkata, "Saya bertanya kepada Anas tentang bukit Shafa dan Marwa. Maka dia menjawab, 'Dulu keduanya adalah bagian dari ritual jahiliah. Ketika Islam datang, kami pun tidak melakukannya Iagi. Lalu Allah menurunkan firman-Nya,
'Sesunggulmya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syi’ar (agama) Allah…" (HR Bukhari dalam Kitaabut Tafsiir. No. 4496.)
Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Pada masa jahiliah, setan-setan bemyanyi di seluruh malam di antara Shafa dan Marwa. Dan dulu di antara keduanya terdapat sejumlah berhala yang disembah oleh orang-orang musyrik. Ketika Islam datang, orang-orang muslim berkata kepada Rasulullah,
‘Wahai Rasulullah, kami tidak akan melakukan sai antara Shafa dan Marwa karena kami melakukan hal itu pada masa jahiliah.’ Maka Allah menurunkan ayat 158 surah al-Baqarah." (HR al-Hakim dalam al-Mustadrak, Vol. 2, No. 298.)
Ayat 159,
Firman Allah ta’ala,
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati,” (al-Baqarah: 159)
Sebab turunnya ayat
Ibnu Jarir dan dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa’id atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Mu’adz bin Jabal, Sa’ad bin Mu’adz dan Kharijah bin Zaid bertanya kepada beberapa pendeta Yahudi tentang beberapa hal di dahlm Taurat. Namun para pendeta Yahudi itu tidak mau memberi tahu mereka tentang hal-hal yang ditanyakan itu. Maka Allah menurunkan firman-Nya pada mereka,
‘Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, …"’
Ayat 164,
Firman Allah ta’aia,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (al-Baqarah: 164)
Sebab turunnya ayat
Sa’id bin Manshur dalam Sunannya, al-Faryabi dalam tafsimya dan al-Baihaqi di dalam Syuabul Iman meriwayatkan dari Abudh Dhuha, dia berkata, "Ketika tyryn firman Allah,
'Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang."(al-Baqarah: 163)
Orang-orang musyrik pun terheran-heran, lalu mereka berkata, ‘Satu Tuhan? Kalau benar apa yang dikatakannya, coba dia datangkan kepada kami sebuah ayat.’ Maka turunlah firman Allah,
‘Sesungguhya pada penciptaan langit dan bumi, … bagi orang-orang yang mengerti."’ (al-Baqarah: 164)
Saya katakan, "Hadits ini adalah mu’dlzal, akan tetapi ada riwayat lain yang menguatkannya yaitu yang diriwayatkan oleh lbnu Abi Hatim dan Abusy Syekh di dalam kitab al-‘Azhamah dari Atha’, dia berkata, 'Ketika turun firman Allah,
'Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang." (al-Baqarah: 163)
Rasulullah masih berada di Mekah. Mendengar ayat itu, orang- orang kafir Quraisy berkata, ‘Bagaimana satu Tuhan cukup untuk semua orang?’
Maka Allah menurunkan firman-Nya,
'Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, … bagi orang-orang yang mengerti.“” (al-Baqarah: 164)
Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan sanad yang baik dan bersambung dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Orang-orang Quraisy berkata kepada Nabi saw., ‘Mintalah kepada Allah untuk mengubah bukit Shafa dan Marwah menjadi emas untuk kita jadikan bekal menghadapi musuh kami.’ Maka Allah mewahyu- kan kepada Rasulullah,
‘Aku akan memberikan apa yang mereka minta, akan tetapijika mereka kafir setelah, itu, maka Aku akan mengazabnya dengan aib yang belum pernah diterimakan kepada.seorang manusia pun.’
Namun Rasulullah berdoa,
‘Ya Allah, biarlah aku berdakwah kepada lawanku hari demi hari secara perlahan.’
Maka Allah menurunkan firman-Nya,
‘Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang…,’ hingga akhir ayat."
Bagaimana mereka memintamu agar bukit Shafa dan Marwah menjadi emas, sedangkan mereka telah melihat bukti-bukti kebesaran Allah yang lebih besar?
Ayat 170,
Firman Allah ta’ala,
''Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”." (al-Baqarah: 170)
Sebab turunnya ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Sa’id atau lkrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Rasulullah mengajak dan mendorong orang-orang Yahudi untuk masuk Islam. Beliau juga memperingatkan mereka akan siksa Allah. Maka Rafi’ bin Huraimalah dan Malik bin Auf berkata,
‘Kami hanya akan mengikuti apa yang dipahami nenek moyang kami karena mereka lebih tahu dan lebih baik dari kami.’ Maka pada peristiwa itu Allah menurunkan firman-Nya,
'Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturun- kan Allah,“…”’
Ayat 174,
Firman Allah ta’ala, •
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.” (al-Baqarah: 174)
Sebab turunnya ayat
lbnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah tentang firman Allah, "Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Kitab, … "
Dan tentang ayat dalam surah Ali Imran,
“Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan janji … .” (Ali Imran: 77)
lbnu Jarir berkata, “Keduanya turun pada orang-orang Yahudi.” Ats-Tsa’labi meriwayatkan dari jalur al-Kalbi dari Abu Shaleh dan Ibnu Abbas, dia berkata, "Ayat di atas turun kepada para pembesar dan para agamawan Yahudi yang mendapatkan hadiah-hadiah dan pemberian-pemberian dari rakyat jelata di kalangan mereka. Mereka berharap agar nabi yang akan diutus adalah dari kalangan mereka. Ketika Rasulullah diutus dari kaum selain mereka, mereka pun takut sumber kehidupan dan kedudukan mereka hilang. Maka, mereka mengubah isi Taurat yang menyebutkan tentang sifat-sifat Nabi Muhammad. Kemudian mereka memperlihatkan isi Taurat yang sudah diubah itu kepada orang-orang Yahudi lainnya dan mereka berkata, ‘Sifat nabi yang akan turun di akhir zaman tidak sesuai dengan sifat orang yang mengaku nabi itu.’
Maka Allah menurunkan firman-Nya,
‘Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Kitab: … ."’
Ayat 177,
Firman Allah ta’ala,
''Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."(al-Baqarah: 177)
Sebab turunnya ayat
Abdurrazzaq berkata, "Muammar memberi tahu kami dari Qatadah, dia berkata, 'Orang-orang Yahudi melakukan sembahyang menghadap ke barat, sedangkan orang-orang Nasrani sembahyang menghadap. ke arah timur, maka turunlah firman Allah,
‘Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, … ."’
Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Abul Aliyyah seperti riwayat di atas.
Ibnu Jarir dan ibnul-Mundzir meriwayatkan dari Qatadah, dia berkata, "Kami diberi tahu bahwa seorang lelaki pemah bertanya kepada Nabi saw. tentang kebajikan, maka Allah menurunkan firman: Nya,
‘Kebajikan itu bukanlah menghadapkan. wajahmu ke arah timur dan ke barat, … .’
Kemudian beliau memanggil lelaki yang bertanya tadi dan beliau membacakannya. Ketika orang itu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan Nya, kewajiban menunaikan ibadah-ibadah fardhu belum turun. Kemudian orang itu meninggal dunia. Rasulullah pun mengharapkan kebaikan Untuk- nya, maka Allah menuntnkan firman-Nya,
‘Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah tim,ur dan ke barat, … .’
Dan ketika itu, orang-orang Yahudi bersembahyang menghadap ke barat, sedangkan orang-orang Nasrani bersembahyang menghadap ke arah timur."
Ayat 178,
Firman Allah ta’ala,
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (al-Baqarah: 178)
Sebab turunnya ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair, dia berkata, "Pada masa jahiliah, penduduk dua perkampungan Arab pernah berperang karna sesuatu yang sepele. Dan di antara mereka banyak yang mati dan terluka. Namun ketika mereka membunuh budak-budak dan para wanita, mereka tidak mempermasalahkannya hingga mereka masuk Islam. Ketika itu salah satu perkampungan mempunyai persenjataan dan harta yang lebih banyak dibanding dengan kampung iainnya sehinggga mereka bertindak sewenang-wenang terhadap yang lain.
Mereka bersumpah bahwa apabila budak mereka terbunuh, mereka akan menganggap impas jika mereka telah membunuh orang merdeka dari pihak pembunuh. Maka turunlah firman Allah pada mereka yang menyatakan bahwa orang merdeka dihukum dengan merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita."
Ayat 184,
Firman Allah ta’ala,
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”’ (al-Baqarah: 184)
Sebab turunnya ayat
Ibnu Sa’ad dalaJn kitab ath-Thabaqaat meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, “Ayat ini turun pada tuan saya, Qais ibnus-Saa’ib. Lalu dia pun tidak berpuasa dan memberi makan kepada orang miskin untuk setiap harinya.” ( lbnu sa’ad dalam Kitab ath-Thabaqaat, Vol. 5, him. 4.)
Ayat 186,
Firman Allah ta’ala,
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (al-Baqarah: 186)
Sebab turunnya ayat
lbnu Jarir, lbnu Abi Hatim, lbnu Mardawaih, Abusy Syekh, dan yang lainnya meriwayatkan dari beberapa jalur dari Jarir bin Abdul Hamid dari Ubadah as-Sijistani dari ash-Shilt bin Hakim bin Mu’ awiyah dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, ''Pada suatu hari seorang Arab Badui mendatangi Nabi saw., lalu berkata, ‘Apakah Tuhan kita dekat sehingga kita cukup berbisik saat memohon kepada-Nya, ataukah Dia jauh sehingga kita perlu berteriak memanggilnya?’ Rasulullah pun terdiam, lalu turun firman Allah,
‘Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat."’
Abdurrazzaq meriwayatkan dari Hasan al-Bashri, dia berkata, "Beberapa orang sahabat bertanya kepada Rasulullah, ‘Di rnanakah Tuhan kita?’ Maka turunlah firman Allah,
‘Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat… ."’
Riwayat ini mursal. Namun ada jalur-jalur lain untuk riwayat ini. Pertama, lbnu Asakir meriwayatkan dari Ali, dia berkata, "Rasulullah bersabda,'"Janganlah kalian putus asa untuk berdoa. Sesungguhnya Allah telah menurunkan firman-Nya kepadaku,
'Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu…"’ (al-Mu’min: 60)
Lalu seseorang bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, Tuhan kita mendengarkan doa atau bagaimana?’
Maka Allah menurunkan firman-Nya,
‘Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. … ."’
Kedua, lbnu Jarir meri.waya tkan dari Atha’ bin Abi Rabah bahwa ketika turun firman Allah,
“Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu…”’ (al-Mu’min: 60)
Orang-orang bertanya, “Kami tidak tahu pada waktu apa hendakny.a berdoa kepada Allah?”
Maka turunlah firman Allah,
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.”" (al-Baqarah: 186)
Ayat 187,
Firman Allah ta’ala,
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (al-Baqarah: 187)
Sebab turunnya ayat
Imam Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim meriwayatkan dari jalur Abdurr.ahman bin Abi Laila dari Mu’adz bin Jabat dia berkata… "Dulu orang-orang ketika berpuasa, mereka makan minum , dan menggauli istrinya di malam hari selama tidak tidur sebelumnya. Apabila mereka sudah tidur sebelumnya, maka mereka pun tidak boleh melakukan semua itu. Kemudian pada suatu ketika., ada seorang Anshar yang bemama Qais bin Sharmah melakukan shalat isya,’ lalu dia tidur sedangkan dia belum makan dan belum mimum setelah berpuasa pada siangnya hingga tiba waktu pagi. Pada pagi harinya dia pun sangat lemah. Pada• suatu ketika juga, Umar pemah menggauli istrinya pada malam hari puasa, setelah tidur sebelumnya. Lalu dia pun mendatangi Nabi saw. dan menceritakan apa yang dia lakukan, maka Allah menurunkan firman-Nya,
'Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu …,"hingga firman-Nya, Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam … ’ "
Ini adalah hadits masyhur dari Ibnu Abi Laila, akan tetapi dia tidak pernah mendengar hadits dari Mu’adz secara langsung. Dan, riwayat ini mempunyai sejumlah penguat.
Imam Bukhari meriwayatkan dari al-Barra’, dia berkata, "Dulu jika salah seorang sahabat Rasulullah berpuasa pada siang harinya, lalu tiba waktu berbuka sedangkan dia tertidur sebelum berbuka, maka dia pun tidak boleh makan pada malam hari itu hingga tiba waktu berbuka lagi. Dan Qais bin Sharmah al-Anshari pernah berpuasa.
Ketika waktu berbuka tiba, dia bertanya kepada istrinya, " ‘Apakah engkau mempunyai makanan?’ lstrinya menjawab, ‘Tidak. Tapi tunggu dulu saya akan pergi dan mencari makanan untukmu.’ Lalu istrinya pergi. Saat itu Qais bin Sharmah kelelahan karena siangnya dia bekerja sehingga rasa kantuk pun menyerangnya. Ketika istrinya kembali, dia melihatnya sedang tertidur. Maka istrinya pun terkejut dan berkata, ‘Celakalah engkau!’
Di siang harinya, ketika panas matahari terik, Qais pingsan. Maka hal itu diceritakan kepada Nabi saw., lalu turunlah firman Allah ta’ala,
‘Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu…’
Maka, orang-orang muslim sangat bahagia dengan turunnya ayat tersebut.
Lalu turun juga firman Allah,
…Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar… …"’
Imam Bukhari meriwayatkan dari al-Barra’, dia berkata, "Ketika turun kewajiban berpuasa bulan Ramadhan, orang-orang muslim tidak menggauli istri-istri mereka selama satu bulan penuh. Namun beberapa orang melanggar larangan itu, maka Allah munurunkan firman-Nya,
:…Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima. tobatmu dan memaafkan kamu … ."’ (al-Baqarah 187)
Imam Ahmad, lbnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur Abdullah bin Ka’ab bin Malik dari ayahnya, dia berkata, “Dulu para sahabat jika berpuasa di bulan Ramadhan, lalu tiba waktu sore untuk berbuka sedangkan dia tertidur, maka diharamkan baginya untuk makan, minum, dan menggauli istrinya hingga tiba waktu berbuka pada esok harinya. Pada suatu malam, Umar pulang dari rumah Nabi saw. setelah berbincang-bimcang dengan beliau. Ketika sampai di rumah, dia ingin menggauli istnnya. Namun istrinya berkata, ‘Saya sudah tidur tadi.’ Umar menyahut, ‘Tidak, kamu tidak tidur.’ Maka Umar pun menggaulinya. Ka’ab juga melakukan hal yang sama. Maka ketika siang, keduanya menemui Rasulullah dan memberitahu beliau tentang hal itu. Maka turunlah firman Allah ayat 187 surah al- Baqarah.”
Imam Bukhari meriwayatkan dari Sahl bin Sa’id, dia ber-kata, "Pada awalnya firman Allah, ’ … .dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam’, turun tanpa disertai dengan firman-Nya, ‘Mina/ Fajr’, (yaituJajar). Maka ketika itu, jika orang-orang ingin berpuasa pada esok harinya, mereka mengikatkan benang berwama putih dan benang wama hitam di kedua kakinya. Dan mereka pun terus makan dan minum hingga merka dapat melihat kedua benang itu dengan jelas. Maka setelah itu Allah menurunkan firman-Nya,
'Minal Fajr. “Maka mereka pun tahu bahwa yang dimaksud dengan kedua benang ini adalah malam dan siang.”
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah, dia berkata, "Dulu apabila seseorang sedang beritikaf, lalu dia keluar dari masjid dan pulang ke rumah, jika dia mau dia menggauli istrinya. Maka turunlah firman Allah,
'… Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beritikaf dalam masjid …
Ayat 188,
Firman Allah ta’ala,
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (al-Baqarah: 188)
Sebab turunnya ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa’id ibnuz-Zubair, dia berkata, "Umru’ul Qais bin Abis dan Abdan bin Asywa’ al-Hadhrami memperebutkan sebidang tanah. Lalu Umru’ul Qais ingin bersumpah, maka padanya turun firman Allah,
‘Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, … "’
Ayat 189,
Firman Allah ta’ala,
"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (al-Baqarah: 189)
Sebab turunnya ayat
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari jalur al-Aufi dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang hilal (permulaan munculnya bulan) Lalu turunlah ayat ini.”
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abul Aliyyah, dia berkata, "Kami mendengar bahwa para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah, ‘Mengapa hilal-hilal itu diciptakan?’
Maka Allah ta’ala menurunkan firman-Nya,
‘Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit…"’
Abu Nu’aim dan Ibnu Asakir meriwayatkan dalam Tarikh Dimasyq dari jalur as-Suddi ash-Shaghir dari al-Kalbi dari Abu Shaleh dari lbnu Abbas bahwa Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah bin Ghanamah bertanya, “Mengapa Hilal awalnya tampak sangat kecil seperti benang, kemudian bertambah besar dan terus membesar hingga menjadi bulat utuh, kemudian dia kembali berkurang dan menjadi kecil seperti semula, dan tidak tetap pada satu bentuk?”
Lalu turunlah finnan Allah,
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit…”
Imam Bukhari meriwayatkan dari al-Barra’, ''Pada zaman jahiliah orang-orang memasuki Baitul Haram dari arah belaka:ng. Maka turunlah firman Allah,
'Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya … ." (al-Baqarah: 189)
Ibnu Abi Hatim dan al-Hakim meriwayatkan dari Jabir, dan al- Hakim menshahihkannya, bahwa Jabir berkata, ,"Dulu orang-orang Quraisy disebut sebagai al-Hums. Dan mereka memasuki rumah atau yang lainnya melalui pintunya ketika dalam keadaan ihram. Sedangkan orang-orang Anshar dan yang lainnya ketika berihram tidak memasuki rumah atau yang lainnya melalui pintu-pintunya. Pada suatu ketika, Rasulullah berada di dalam sebuah kebun. Lalu beliau keluar melalui pintunya. Ketika itu Quthbah bin Amir al-Anshari keluar bersama beliau melalui pintunya. Maka orang-orang pun berkata, ‘Sesungguhnya Quthbah bin Amir adalah orang yang jahat, dan tadi dia keluar dari kebun itu bersamamu melalui pintu.’ Maka Rasulullah bertanya kepada Quthbah bin Amir, 'Apa yang membuatmu melakukan hal ‘itu?’
Dia menjawab,
‘Saya melihatmu melakukannya, maka saya juga melakukannya.’ Maka Rasulullah bersabda, ‘Saya terrnasuk orang Ahmas.’ Quthbah pun berkata, ‘Sesungguhnya agamaku adalah agamamu.’
Maka Allah menurunkan firman-Nya,
‘Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya … ."’ (al-Baqarah: 189)
lbnuJarir meriwayatkan dari jalur al-Aufi dari lbnuAbbas riw ayat yang serupa dengan di atas.
Ath-Thayalisi meriwayatkan di dalam musnadnya dari al-Barra’, “Dulu orang-orang Anshar jika tiba di rumahnya dari perjalanan, dia tidak memasukinya dari pintu depan rumahnya. Maka, turunlah firman Allah ayat 189 surah al-Baqarah.”
Abd lbnu Hamid meriwayatkan dari Qais bin Habtar an-Nah- syali. dia berkata,. “Dulu orang-orang jika melakukan ihram, mereka tidak memasuki apa saja melalui pintu. Sedangkan al-Hums (atau orang-orang Quraisy) tidak demikian. Pada suatu ketika Rasulullah memasuki sebuah kebun, kemudian beliau keluar melalui pintunya dan diikuti oleh seorang lelaki yang bemama Rifa’ah bin Tabut, sedangka n dia bukan dari kalangan al-Hums. Maka orang-orang pun berkata kepada beliau,”‘Wahai Rasulullah, Rifa’ah adalah orang munafik.’ Rasulullah berkata kepada Rifa’ ah,‘Apa yang membuatmu melakukan hal itu?’ Dia menjawab, ‘Saya menirumu.’ Maka Rasu- Iullah berkata kepadanya, ‘Saya adalah dari golongan al-Hums.’ Rifa’ ah pun berkata, ‘Sesungguhnya agama kita adalah satu.’ Maka turunlah firman Allah,
‘Dan bukanlah kebajkan memasuki rumah-rumah dari belakangnya…"’ (al-Baqarah: 189)
Ayat 190,
Firman Allah ta’ala,
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (al-Baqarah: 190)
Sebab turunnya ayat
Al-Wahidi meriwayatkan dari jalur al-Kalbi dari Abu Shaleh dari lbnu Abbas, dia berkata, “Ayat di atas turun pada Perjanjian Hudaibiyyah. Yaitu ketika Rasulullah dihalangi untuk mendatangi Baitul Haram, kemudian beliau diajak berdamai oleh orang-orang musyrik agar kembali pada tahun depan. Ketika tahun depannya, beliau dan para sahabat bersiap-siap untuk melakukan umrah qadha’. Namun mereka khawatir jika orang-orang Quraisy tidak memenuhi janji mereka dan menghalangi mereka lagi untuk memasuki Baitul Haram, serta memerangi mereka, sedangkan para sahabat tidak senang untuk berperang dengan orang-orang musyrik pada bulan-bulan Haram. Maka, Allah menurunkan fuman-Nya ayat 190 surah al-Baqarah.”
Ayat 194,
Firman Allah ta’ala,
“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(al-Baqarah: 194)
Sebab turunnya ayat
lbnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah, dia_ berkata, "Nabi Muhammad saw. dan para sahabat pergi ke Baitul Haram untuk melakukan umrah pada bulan Dzul Qa’idah. Mereka juga membawa binatang-ibinatang hadyu. Ketika mereka sampai di Hudaibiyyah, orang-orang musyrik menghalangi mereka agar tidak sampai ke Baitul Haram. Maka Nabi saw. berdamai dengan mereka dan tidak jadi ke Baitul Haram tahun ini dan pergi ke Baitul Haram pada tahun depan. Kemudian pada tahun depannya, Rasulullah dan para sahabat melakukan umrah pada bulan Dzul Qa’idah lalu mereka menetap di Mekah selama tiga malam. Sebelumnya orang-orang musyrik merasa bangga karena berhasil menghalangi Rasulullah melakukan umrah dan membuat beliau kembali ke Madinah. Maka pada tahun ini, Allah memberikan ganti kepada orang-orang muslim dengan membawa beliau masuk Mekah pada bulan yang sama dengan bulan k,etika beliau tidak jadi melakukan umrah. Lalu Allah menurunkan firman- Nya,
‘Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash …"’
Ayat 195,
Firman Allah ta’ala,
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)
Sebab turunnya ayat
Imam Bukhari meriwayatkan dari Hudzaifah, dia berkata, “Ayat ini turun pada masalah sedekah.”
Abu Dawud, at-Trrmidzi (dan dia menshahihkanya), Ibnu Hibban, al-Hakim, dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Ayyub al- Anshari, dia berkata, "Ayat ini turun pada kami, orang-orang Anshar, ketika Allah membuat kami jaya dan para penolongnya berjumlah banyak. Ketika itu secara diam-diam sebagian dari kami ada yang berkata kepada sebagian yang lainnya, ‘Sesungguhnya sudah banyak harta kita yang hilang. Dan kini Allah telah membuat Islam jaya. Bagaimana kalau kita merawat harta agar kita dapat mengembalikan jumlah yang telah hilang itu?’ Maka Allah menurunkan ayat yang membantah apa yang kami katakan tadi, yaitu firman-Nya,
‘Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, …’
Maka, kebinasaan adalah menjaga dan merawat harta deng.an meninggalkan perang melawan musuh Islam."
Ath-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abu Jabirah ibnudh Dhahhak, dia berkata, "Dulu orang-orang Anshar menginfakkan harta mereka dengan jumlah yang banyak. Lalu pada suatu ketika paceklik menimpa mereka, sehingga mereka pun tidal berinfak lagi, maka Allah menurunkan ayat,
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan … …"29
Ath-Thabrani juga meriwayatkan dengan sanad shahih dari an-Nu’man bin Basyir, dia berkata, "Dulu ada orang yang melakuan sebuah perbuatan dosa, lalu karena putus asa dia berkata, ‘Allah tidak akan mengampuniku.’
Maka Allah menurunkan firman-Nya,
'… dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, …
Riwayat ini mempunyai penguat dari hadits yallg diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dari al-Barra’.
Ayat 196,
Firman Allah ta’ala,
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (al-Baqarab: 196)
Sebab turunnya ayat
Ibnu Abi Hatiin meriwayatkan dari Shafwan bin Umayyah, dia berkata, “Seorang lelaki yang pakaiannya berlumuran minyak wangi ja’faran mendatangi Rasulullah. Lalu dia berkata,”‘Apa yang engkau perintahkan kepadaku untuk umrah yang sedang saya lakukan ini wahai Rasulullah?’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya,
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.’
Setelah beberapa saat berlalu, Rasulullah bertanya, ‘Mana orang yang bertanya tentang umrah tadi?’
Lelaki yang bertanya tadi menyahut,"Saya wahai Rasulullah.’
Rasulullah bersabda, ‘Lepaslah bajumu kemudian mandilah dan beristinsyaaq-lah semampumu. Kemudian apa yang telah kamu lakukan ketika engkau. haji, lakukanlah dalam umrahmu."’
Firman Allah ta’ala,
“jika ada di antaramu yang sakit… .”
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ka’ab bin Ajrah bahwa dia ditanya tentang firman Allah,
“… maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa… .”
Dia menjawab, "Ketika saya sedang sakit, saya dibawa menghadap Nabi saw. dan kutu-kutu bertebaran di wajahku. Maka Rasulullah bersabda, ‘Saya tidak mengira engkau mengalami hal yang sangat berat ini. Apakah engkau tidak mempunyai seekor kambing?’ Aku jawab, ‘Tidak.’
Lalu Rasulullah bersabda lagi,
‘Berpuasalah tiga hari atau berilah makan kepada enam orang miskin, setiap orang dari mereka setengah sha’, dan cukurlah rambutmu.’
Lalu turunlah ayat di atas pada satu orang, tapi ia berlaku umum."
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ka’ab, dia berkata,"'Kami bersama Rasulallah di Lembah Hudaibiyyah. Ketika itu karni sedang dalam keadaan ihram dan orang-orang musyrik menghalangi kami untuk menuju Baitullah. Saat itu panjang rambut saya hlngga cuping telinga dan kutu-kutu berjatuhan di wajah saya. Ketika Nabi saw. berpapasan dengan saya, beliau bertanya kepada, ‘Apakah kutu-kutu di kepalamu mengganggumu?’
Lalu beliau memerintahkan agar rambut saya dicukur. Lalu turun firman Allah,
‘… .jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban … ."’ (al-Baqarah: 196)
Al-Wahidi meriwayatkan dari jalur Atha’ dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Ketika kami singgah di Hudaibiyyah, Ka’ab bin Ajrah datang dengan kutu-kutu rambutnya yang menyebar di kepalanya. Lalu dia berkata, "Wahai Rasulµliah, kutu-kutu ini mengganggu saya.’ Pada saat itulah Allah menurunkan firman-Nya,
‘… .jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), … "’
Ayat 197,
Firman Allah ta’ala,
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (al-Baqarah: 197)
Sebab turunnya ayat
Al-Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Orang-orang Yaman selalu menunaikan haji tanpa membawa bekal, dan mereka berkata, ‘Kami bertawakal kepada Allah.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya,
‘…Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…"’ (HR Bukhari dalam Kitabul Hajj, No. 1532 dan an-Nasa’i dalam Kitab Tafsiir, No. 53.)
Ayat 198,
Firman Allah ta’ala,
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” (al Baqarah: 198)
Sebab turunnya ayat
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Pada masa jahiliah, Ukazh, Majinah, dan Dzul Majaz adalah pasar-pasar. Lalu orang-orang takut berdosa jika berjualan pada musim haji. Maka mereka bertanya kepada Rasulullah tentang hal itu. Maka turunlah firman Allah, Tidak ada dosa bagi.mu untuk mencari karunia (rezeki hasil . perniagaan) dari Tuhanmu. “Di .musim-musim haji.””
Imam Ahtnad, Ibnu Abi Hatitn, Ibnu Jarir, al-Hakim, dan yang lainnya meriwayatkan dari sejumlah jalur dari Abu Umamah at- Taiil\y, dia berkata, "Saya bertanya kepada Umar, ‘Kami menyewakan tanah kami, apakah pada waktu yang sama kami boleh melakukan haji?’ Umar menjawab, 'Rasulullah pemah didatangi oleh seorang lelaki dan menanyakan hal yang sama dengan pertanyaanmu. Rasulullah tidak langsun g menjawabnya hingga Jibril turun kepada beliau dan menyampaikan ayat ini,
'Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu."
Lalu Rasulullah memanggil si penanya tadi dan berkata kepadanya, ‘Kalian adalah orang-orang yang sedang menunaikan haji.’"
Ayat 199,
Firman.Allah ta’ala,
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Baqarah; 199)
Sebab turunnya ayat
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Dulu orang-orang Arab berdiri di Arafah dan orang-orang Quraisy berdiri di dekatnya, yaitu di Muzdalifah. Maka Allah menurunkan firman- Nya,
‘Kemudian bertolaklah kamu dari tempat orang banyak bertolak (Arafah)’: •…"’
Ibnul Mundzir juga meriwayatkan dari Asma’ binti Abi Bakar, dia berkata, "Dulu orang-orang Quraisy berhenti di Arafah dan selama mereka berhenti di Muzdalifah, kecuali Syaibah bin Rabi’ah, maka Allah menurunkan firman-Nya,
‘Kemudian bertolaklah kamu dari tempat orang banyak bertolak (Arafah)’…