Bagaimana sejarah adanya musik gambang kromong?

Bagaimana sejarah adanya musik gambang kromong ?

Nama Gambang Kromong diambil dari nama alat musik, yaitu Gambang dan Kromong. Selain Gambang dan Kromong, alat musik lain dalam orkestra adalah: kongahyan, tehyan, sukong, drum, kempul, gong, gong enam, seruling, kecrek, dan ningnong. Bagaimana sejarah adanya musik gambang kromong ?

1 Like

Sejarah Musik Gambang Kromong


Masyarakat Betawi sebagai penduduk pribumi di Jakarta merupakan hasil dari kristalisasi berbagai unsur suku bangsa yang saling berinteraksi. Beberapa suku bangsa yang datang ke Jakarta berasal dari etnis yang ada di nusantara dan mancanegara. Pembauran yang terjadi berlangsung pada abad XVI pada saat masyarakat Betawi terlihat sebagai kelompok sosial kultural yang berbeda dengan kelompok lainnya. Hal itu tampak dari adat istiadat, bahasa yang dipergunakan, dan jenis keseniannya. Asimilasi dalam pola kehidupannya memberikan nuansa heterogen pada bentuk kesenian yang dimilikinya. Sebuah bentuk kesenian yang baru dari hasil akulturasi kebudayaan terjadi pula di dalamnya yaitu musik Gambang Kromong yang merupakan hasil dari adanya penyatuan itu.

Musik Gambang Kromong banyak berkembang dikalangan masyarakat Cina Benteng (Peranakan antara orang Betawi dan orang Cina). Suku bangsa Cina yang datang ke Indonesia berasal dari kota Canton, Fukien, dan Ka-engtjiu. Perdagangan merupakan faktor penunjang kedatangan suku bangsa tersebut. Dalam kehidupan kesehariannya bahasa yang dipergunakan sebagai bahasa pengantar mempergunakan dialek kongfu, hokkian, hakka, dan kuo-yu. Pada dasarnya dalam komunitas itu bahasa yang sering dipergunakan yaitu dialek kuo-yu. Masuknya suku bangsa Cina (Tionghoa) ke Indonesia (Jakarta) membawa budaya yang berasal dari negaranya. Hal itu tampak pada pola kehidupan yang dilakukan dalam kesehariannya. Pada masyarakat Cina yang ada di Jakarta terdapat dua sebutan untuk membedakan dua kelompok yang masih orisinil dan sudah mengalami pembauran. Bagi orang Cina yang masih orisinil disebut dengan singkhek (tamu baru), sedangkan yang sudah mengalami pembauran disebut peranakan. Bentuk kesenian yang dimainkan oleh orangorang Tionghoa di Jakarta masih mencirikan dari kebudayaan Cina. Alat musik yang dipergunakan dalam bentuk hiburan dan upacara ritual seperti terompet jutao (seperti slompret di Jawa dengan enam lubang), cecer/gembreng (kecer), genderang, canang, sukong, tehyan, kongahyan, dan suling merupakan adanya indikasi penggunaan instrumen dari negeri Cina. Masyarakat Cina Benteng mengembangkan bentuk keseniannya dengan menggabungkan bentuk kesenian dari suku bangsa yang ada di Jakarta. Penggabungan tersebut membuat sebuah bentuk musik yang baru yang disebut Gambang Kromong. Penyebutan musik Gambang Kromong berasal dari alat musik yang dipergunakan dalam ensambel tersebut yaitu Gambang dan Kromong. Adapun alat-alat musik yang dipergunakan dalam ensambel Gambang Kromong yaitu: gambang, kromong, suling/basing (ditiup secara horisontal dengan mempergunakan enam lubang), jutao, kongahyan, tehyan, sukong, kecrek, ningnong, satu buah gendang besar, dua buah gendang kecil (kulanter), kempul, dan gong. Penambahan alat musik dalam ensambel Gambang Kromong menandakan adanya akulturasi budaya Cina dengan masyarakat yang ada di Jakarta. Menurut Phoa musik Gambang Kromong muncul pada tahun 1880 pada saat Bek Teng Tjoe seorang kepala kampung Tionghoa di Pasar Senen mempertunjukannya untuk penyambutan dan menghibur para tamu. Pada tahun 1937 orkes-orkes musik Gambang Kromong mencapai masa populernya.

Fungsi Musik Gambang Kromong


Jakarta yang dikenal sebagai kota metropolitan terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang mendiami tempat itu dengan pola kehidupan yang beraneka ragam. Masyarakat Betawi dikenal sebagai penduduk pribumi Jakarta yang terbentuk dengan adanya percampuran budaya dari berbagai kelompok etnis. Kristalisasi yang sudah lama dan membentuk dalam komunitas tersebut membuat suatu pola kehidupan tersendiri (ciri khas).

Dinamika kehidupan kota yang mengarah pada pola kehidupan metropolis membuat sebagian besar masyarakat Betawi tidak dapat bertahan lama untuk tinggal di pusat kota. Penyebab dari semua itu karena banyak dari orang Betawi yang mengandalkan dengan kehidupan dari berdagang secara tradisional. Jakarta dengan pola kehidupannya yang modern membuat suatu persaingan dalam mengarungi kehidupan guna pemenuhan kebutuhan hidup. Apabila suatu golongan masyarakat atau individu tidak dapat mengikuti arus kehidupan tersebut, maka ia akan tersingkir dari dinamika kehidupan kota. Perubahan yang mewarnai dari gaya hidup tersebut berlangsung karena harus menampung kehadiran berbagai budaya yang dibawa oleh suku-suku lain yang mendatangi Jakarta.

Masyarakat Betawi banyak yang tinggal di pinggiran kota Jakarta, terutama sekitar Tangerang, Bekasi, dan Bogor. Pola kehidupan mereka masih melaksanakan nilai-nilai tradisional yang diturunkan secara turun temurun. Demikian pula dalam hal berkesenian, mereka masih mempergunakan penyajian kesenian tradisional pada perayaan pesta dan penyemarakan acara ritual. Kerukunan yang dijalin oleh masyarakat Betawi karena adanya kesadaran untuk memiliki nilai-nilai tradisi yang diwariskan. Terbentuknya Lembaga Kebudayaan Betawi yang menampung segala permasalahan yang terjadi dalam komunitasnya merupakan perwujudan dari sikap masyarakatnya.

Musik Gambang Kromong yang merupakan sebuah ensambel musik yang terdiri dari gambang, kromong, kongahyan, tehyan, sukong, ningnong, jutao, kecrek, suling / basing, gendang (satu buah gendang besar dan dua buah kulanter), kempul, dan gong masih dipergunakan oleh masyarakat Betawi dalam perayaan pesta, mengiringi teater Lenong, dan penyemarakan upacara ritual. Orang Betawi peranakan/CinaBenteng (penyebutan untuk hasil perkawinan antara orang Betawi dan Cina) dalam perayaan acara pernikahan masih mempergunakan musik Gambang Kromong sebagai sajian penyemarak upacara ritual. Fungsi musik dalam suatu masyarakat menurut Allan P. Merriam mempunyai perhatian dari sebab yang ditimbulkan oleh pemakaiannya dan tujuan-tujuan yang lebih jauh dari konteksnya.

Perkawinan yang diadakan di rumah kawin (untuk orang Cina Benteng) biasanya dimeriahkan dengan musik Gambang Kromong. Pelaksanaan perkawinan dalam masyarakat Cina Benteng menurut kepercayaan setempat sangat baik apabila dilaksanakan pada bulan keenam dari hitungan tahun baru Cina. Pesta perkawinan dapat diadakan di rumah kawin atau di rumah mempelai putra/putri selama dua hari dua malam. Lagu-lagu yang disajikan dalam acara itu terdiri dari jenis instrumentalia dan lagu bersyair yang dimeriahkan dengan cokek (menari/tarian). Penyajian dari musik Gambang Kromong ditujukan untuk menghibur para tamu yang hadir. Seorang tamu dapat memesan sebuah lagu kesenangannya pada pemain gendang dengan memberikan imbalan berupa uang. Penari yang turut serta mengiringi dalam penyajian tersebut pada perkembangan yang ada sudah dikoordinasi oleh seorang calo. Tamu dapat memilih dari para penari yang diinginkan dengan memberikan imbalan uang setelah selesai menari. Para penari dalam sebuah sajian musik Gambang Kromong untuk penyemarak pesta perkawinan terdiri dari beberapa kelompok yang mempunyai seorang koordinator (biasanya seorang ibu yang sudah berumur). Sendau gurau yang terjadi pada pesta tersebut tampak dikala seorang penari mencari pasangannya untuk dikalungkan selendang dan mengajaknya untuk menari. Penjual minuman ringan (soft drink) turut serta di sekitar tempat pementasan dalam memberikan pesanan dari para penari untuk para pasangannya dan tamu undangan yang memesan minuman tersebut. Pemandangan yang demikian dapat dijumpai pada perayaan pesta pernikahan yang mempergunakan musik Gambang Kromong sebagai penyemaraknya.

Dalam upacara seijit (ulang tahun) yang dilakukan di Topekong (kelenteng) musik Gambang Kromong dipergunakan untuk memeriahkan acara tersebut. Seijit Topekong (ulang tahun kelenteng) merupakan acara untuk memperingati berdirinya sebuah Topekong (kelenteng). Pada waktu pelaksanaan upacara tersebut musik Gambang Kromong dimainkan di dalam kelenteng. Para pengunjung kelenteng mengadakan do’a permohonan pada tempat khusus dalam kelenteng di acara seijit dengan mempergunakan shio (dupa), sedangkan musik Gambang Kromong dimainkan untuk para tamu yang menunggu gilirannya. Fungsi musik Gambang Kromong selain sebagai penyemarak acara ritual, juga dapat dipergunakan dalam acara sunatan, kaul (nazar), mengiringi teater Lenong, dan hiburan yang lain.

Permainan musik Gambang Kromong yang dipergunakan untuk mengiringi teater Lenong mempunyai karakter tersendiri. Suasana pertunjukan teater tersebut dihidupkan dengan tabuhan spontanitas yang ditabuh oleh pemainnya. Lagu-lagu yang dibawakan dalam pertunjukan tersebut banyak melantunkan lagu-lagu tradisional Betawi sehingga dapat menunjang suasana pada suatu adegan dengan melalui ilustrasi musik tersebut.

Penggunaan musik Gambang Kromong masih dilakukan oleh masyarakat Betawi dalam penyelenggaraan acara tradisi, tetapi volume pelaksanaan penyajiannya semakin hari semakin menyusut. Kehidupan pada saat ini yang banyak ditunjang oleh penggunaan teknologi maju telah merubah alternatif pilihan dalam jenis hiburan yang dapat dinikmati. Penggunaan alat elektronik seperti radio dan televisi sudah memberikan alternatif pilihan dalam memberikan hiburan pribadi.

Masyarakat Betawi yang mendiami sekitar (pinggiran) Jakarta intensitas penggunaan musik Gambang Kromong sebagai hiburan dalam perayaan sudah semakin berkurang. Musik orkes Melayu (dangdut) dan acara layar tancep (layar yang dibentang dengan dua penyangga dan mempergunakan projektor film) lebih mendominasi setiap memeriahkan suatu acara. Penyusutan dari penggunaan musik Gambang Kromong dalam memeriahkan acara masyarakat Betawi semakin dirasakan oleh seniman musiknya. Sebagian besar grup musik tersebut telah merenovasi dari pola penyajiannya dengan melihat kesenangan atau kegemaran dari para penontonnya, seperti halnya dalam grup Selendang Betawi di Jakarta Utara. Masyarakat pendukung yang sudah mulai memudar kadar penggunaan musik Gambang Kromong dalam pelaksanaan acara yang dilakukan, membuat kehidupan para seniman mulai tidak stabil. Beberapa grup Gambang Kromong banyak yang mulai menjual peralatan yang dimiliki untuk dipergunakan dalam berdagang. Mencari nafkah dengan jalan berdagang dapat dijadikan sebuah alternatif yang terbaik dalam mengatur roda perekonomian keluarga. Menyusutnya grup Gambang Kromong yang ada di daerah Jakarta karena sudah berkurangnya tanggapan dari masyarakat pendukungnya.

Pariwisata yang hadir ditengah-tengah kota Jakarta membawa angin segar bagi kalangan seniman gambang kromong. Penyajian yang dilakukan ditempat-tempat wisata membawa kegairahan bagi senimannya untuk mengembangkan jenis musik itu. Walaupun demikian ada juga pengaruh yang ditimbulkan dengan adanya wisata, yaitu terjadi perubahan bentuk ensambel gambang kromong dengan dipergunakannya alat musik Barat kedalam penyajiannya.

Alternatif tempat hiburan yang banyak dijumpai di kota Jakarta seperti bioskop, karaoke, pub, diskotik, dan lain-lain membuat suatu persaingan yang ketat dalam menarik masyarakat pendukung musik Gambang Kromong. Hiburan yang serba spektakuler dapat dilihat dalam hiburan yang modern dibandingkan dengan yang tradisional. Hal itu merupakan sebuah tantangan dari para seniman musik Gambang Kromong untuk memberikan inovasi baru di dalam pola penyajiannya.

Referensi

Sukotjo. 2012. Musik Gambang Kromong Dalam Masyarakat Betawi Di Jakarta. Jurnal Etnomusikologi. Vol. 1 (1) : 1- 20.