Bagaimana Seharusnya Memandang Profesi Seorang Guru?

Sudut pandang saya mengenai guru sudah banyak berubah, meski saya baru duduk di tingkat dua Fakultas Ilmu Pendidikan.

Setiap hari sel otak saya ‘berbincang’ mengenai cara mendidik, cara melakukan pendekatan pada siswa, cara memastikan siswa mendapatkan informasi yang berguna selama pembelajaran, cara membangun atmosfer pembelajaran yang menyenangkan, dan bahkan cara menjadi sosok pendidik yang senantiasa dibanggakan oleh siswa-siswanya.

Ketika melanjutkan ke perguruan tinggi, saya paham betul, bahwa saat memutuskan mengikuti keinginan orang tua, saya akan memaksa diri saya keluar dari zona nyaman saya di bidang pariwisata.

Beberapa tahun lalu, ketika saya masih menjadi seorang siswi di jurusan pariwisata, saya sangat bangga akan hal itu. Mengingat saya adalah tipe orang yang mudah terkesima dengan hal baru, terlepas dari akan betah atau tidak, jauh atau dekat, tiga hari atau tiga bulan, menemukan hal baru selalu bisa menyenangkan saya.

Saya berpikir bahwa mempunyai pekerjaan di bidang pariwisata akan sangat menyenangkan. Sebab pekerjaan tersebut memungkinkan saya berkunjung ke tempat-tempat baru dan menemukan banyak hal baru.

Sebaliknya, pekerjaan sebagai guru saya anggap sangat monoton dan membosankan karena harus berada di sekolah setiap hari. Selain itu, banyak orang berkata bahwa: “Siapapun bisa menjadi guru”.

Anggapan tersebut membuat saya melihat profesi guru semakin tidak menarik. Namun, dengan niat menyenangkan orang tua saya, saya bergabung ke fakultas pendidikan.

Saya ingat hari pertama saya bergabung sebagai mahasiswa di fakultas pendidikan. Hari itu pandangan saya mengenai profesi guru perlahan-lahan berubah.

Dari hanya pandangan sebelah mata saja, setelah mencoba melihat profesi guru dari sudut pandang lain dan belajar memposisikan diri sebagai pendidik dan bukan siswa, saya merasa bahkan dengan kedua mata pun rasanya belum cukup untuk melihat detail dari profesi tersebut.

Saya mulai terkesima dengan dunia pendidikan. Sejauh ini, hal yang menarik perhatian saya mengenai profesi guru adalah bagaimana menjalani hubungan dengan siswa-siswa saya kelak.

Oleh karena itu, saya pernah mencoba membandingkan pengalaman belajar mengajar di kelas yang sudah saya alami sebagai siswa selama 12 tahun, dengan pengalaman satu kali mengajar di sebuah sekolah dasar. Ternyata kedua hal tersebut sangat tidak sebanding.

Ceritanya, pada semester lalu, saya melakukan SEP (School Experience Program) di sebuah sekolah dasar dan diminta untuk mengajar di kelas lima. Di sana, saya bertemu dengan seorang siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar di kelas matematika dan menganggap matematika adalah hal yang sulit.

Dengan pengetahuan saya sebagai mahasiswa tingkat dua saya mencoba memberikan motivasi pada siswa tersebut. Namun ternyata saya gagal.

Setelah mengalami hal tersebut, saya berbincang dengan salah seorang guru matematika di sana mengenai siswa yang saya temui di kelas. Beliau mengakui, meskipun beliau sudah mengajar matematika selama beberapa tahun, beliau masih terus belajar bagaimana cara mendidik.

Jika seorang guru yang sudah berpengalaman saja masih menemukan kesulitan dalam mengajar, lalu atas dasar apa orang-orang berkata siapapun bisa menjadi guru? Karena untuk bisa mengajar, menguasai konten saja tidak cukup. Guru harus bisa menangani semua siswa dengan karakter yang berbeda.

Setelah cukup banyak berbincang, salah satu hal yang saya ingat sampai sekarang adalah ketika beliau berkata: “Jangan khawatir, sama halnya dengan bekerja di bidang pariwisata dan berjalan-jalan untuk melihat keindahan alam, dengan menjadi seorang guru pun kamu tetap masih bisa menikmati sesuatu yang tak kalah indah ketika melihat siswamu sukses dalam belajar.”

Maka dari itu, dengan tulisan ini saya mengajak semua pembaca untuk berhenti memandang sebelah mata pada profesi guru.

Sumber:


Bagaimana Seharusnya Memandang Profesi Seorang Guru?