Bagaimana Rules of Origin dalam CEPT-AFTA?

Rules of Origin dalam CEPT-AFTA

Bagaimana Rules of Origin dalam CEPT-AFTA ?

Rules of Origin dalam CEPT-AFTA


Rules of Origin atau ROO didefininisikan sebagai sejumlah kriteria yang digunakan untuk menentukan negara atau wilayah pabean asal dari suatu barang atau jasa dalam pergadangan internasional. Pada praktiknya, penentuan Rules of Origin atau ROO sulit dilakukan seiring dengan maraknya perkembangan Free Trade Area yang mengakibatkan hampir tidak ada suatu barang yang diproduksi oleh satu negara saja. Permasalahan semakin kompleks ketika kriteria Rules of Origin atau ROO untuk barang tersebut ditetapkan berbeda antara satu negara atau blok perdagangan dengan negara atau blok perdagangan yang lain. Kesulitan menentukan asal barang dalam Rules of Origin atau ROO sering dikenal dengan istilah “ Noodle Bowl Effect ”.

Pada skema CEPT-AFTA, Rules of Origin atau ROO diatur tersendiri dalam Rules of Origin for the Agreement on the Common Effective Preferential Tariff Scheme for the ASEAN Free Trade Area . Dalam Skema CEPT-AFTA, produk yang memperoleh keringanan tarif haruslah produk yang memenuhi ketentuan asal barang (ROO), yang diatur sebagai berikut:

Produk seluruhnya dibuat atau diperoleh dari satu negara ASEAN ( wholly produced or obtained goods )

Produk yang tidak seluruhnya diperoleh dari satu negara ASEAN, yaitu lebih dari satu negara yang terlibat dalam pembuatan produk tersebut dengan ketentuan produk tersebut menggunakan material yang berasal dari negara ASEAN minimal empat puluh persen, atau material pembuatan produk menggunakan kandungan impor non ASEAN maksimal enam puluh persen, atau secara akumulasi ( not wholly produced or obtained goods dan accumulation ).

Untuk not wholly produced or obtained goods , terdapat kriteria yang harus dipenuhi agar produk tersebut dapat menikmati tarif konsesi CEPT yaitu:

  1. Produk yang dibuat dengan menggunakan material yang dari berasal dari negara ASEAN, di mana kandungan ASEAN atau sering disebut dengan “ASEAN Value Content ” atau “ the Regional Value Content (RVC)” terdapat empat puluh persen dari harga FOB dari produk tersebut. Cara perhitungan yang dipakai adalah pendekatan langsung atau disebut juga pendekatan positif. Rumus yang digunakan yaitu:
    image

  2. Produk yang dibuat dengan material impor dari negara non ASEAN, di mana kandungan non ASEAN maksimal enam puluh persen. Penghitungan the Regional Value Content (RVC) dilakukan dengan pendekatan tidak langsung atau pendekatan negatif yang rumusnya:

image

Untuk memastikan bahwa barang tertentu dihasilkan atau diproduksi di ASEAN, maka diperlukan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO) atau yang dikenal pula dengan sebutan “Formulir D” untuk produk ASEAN. Surat Keterangan Asal (SKA) juga dimaksudkan untuk menghindari penyalahgunaan oleh negara ketiga yang ingin memasukkan produknya ke ASEAN melalui negara-negara di ASEAN. Karena dengan adanya Surat Keterangan Asal (SKA) negara-negara di ASEAN dapat menikmati keringanan tarif sesuai skema the Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Di Indonesia, yang mengeluarkan SKA adalah kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan di tingkat kota/kabupaten.

Terkait dengan ROO, kebanyakan importir masih memilih untuk dikenakan tarif umum (MFN Tariff) daripada harus mengurus SKA melalui Formulir D yang membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Perbedaan MOP antara the Common Effective Preferential Tariff (CEPT).dengan MFN Tarif yang tidak terlalu besar, kurangnya informasi mengenai the Common Effective Preferential Tariff (CEPT). di kalangan dunia usaha juga menyebabkan mekanisme ROO CEPT-AFTA menjadi jarang digunakan. Di samping itu, rendahnya komitmen negara anggota karena dapat menarik komitmen yang pernah diberikan dan tidak adanya kemajuan yang berarti dalam mengatasi hambaran non-tarif, juga turut rendahnya penggunaan the Common Effective Preferential Tariff (CEPT).