Bagaimana risiko penerapan Gerbang Tol Otomatis dalam mengurai kemacetan ?

Salah satu cara untuk mengurai kemacetan di pintu tol adalah dengan mengaplikasikan teknologi gerbang tol otomatis, lalu bagaimana risiko penerapan gerbang tol otomatis dalam mengurai kemacetan ?

Kebijakan baru dengan menghapuskan pembayaran tunai dari gardu tol merupakan gebrakan besar yang dilakukan oleh Jasa Marga selaku pengelola. Jasa Marga menggunakan teori Big Bang dengan mengganti transaksi di gardu tol dengan uang elektronik (e-money). Pengaplikasian gardu tol otomatis bertujuan untuk mengurai antrian panjang di gardu pembayaran dan mengurai kemacetan. Selain itu, Jasa Marga dapat melakukan efisiensi pegawai dengan berinvestasi teknologi. Perencanaan yang baik ini tidak sejalan dengan pengaplikasiannya dilapangan.

Di hari pertama penerapan kebijakan Gardu Tol Otomatis saja, terjadi kemacetan di gerbang tol Cibubur sampai 2 kilometer. Butuh waktu 30 menit untuk menempuh jarak 500 meter saja. Kurangnya informasi menjadi salah satu faktor mengapa pengaplikasian teknologi ini tidak sesuai harapan. Masih banyak pengguna jalan tol yang belum mengerti teknis dari penggunaan Uang elektronik. Mulai dari cara pengisiannya, batas saldo agar masih dapat dipakai untuk bertransaksi, hingga cara menempelkannya. Karena itu terjadilah kekacauan disaat teknologi ini dijalankan.

Sebetulnya GTO ini sudah digunakan oleh Jasa Marga sejak pertengahan tahun 2015, 2 tahun sebelum kebijakan ini dikeluarkan. Namun, masyarakat Indonesia memang saat itu masih belum terbiasa menggunakan teknologi seperti ini. Padahal teknologi ini menawarkan suatu nilai lebih, yaitu waktu tempuh yang lebih cepat. Pada awal 2016 saja, antrian pembayaran melalui GTO hanya setengah dari antrian gardu biasa. Namun, masyarakat masih memilih menggunakan gardu biasa.

Risiko dari penerapan kebijakan ini cukup banyak, mulai dari antrian panjang sampai deadlock bisa terjadi. Namun, Jasa Marga dapat meminimalisir itu seiring dengan waktu. Risiko-risiko yang sudah disebutkan diatas masih dapat terjadi. Untuk meminimalisir hal itu terjadi, perlu adanya satu gardu dimana pengguna jalan tol bisa mengisi uang elektroniknya di gardu itu. Dengan adanya gardu seperti itu, Jasa Marga dapat meminimalisir kemacetan yang timbul akibat saldo uang elektronik pengguna habis disaat perjalanan dan menjadi salah satu cara untuk mengurai kemacetan di gardu pembayaran.

Referensi

Kemacetan sudah tak aneh lagi ditemukan di ruas-ruas jalan di ibu kota. Bukan hanya diruas utama, kemacetan juga terjadi di ruas jalan tol. Padahal jalan tol harusnya berfungsi sebagai jalan bebas hambatan. Jalan tol dewasa ini sepertinya mengalami peralihan fungsi. Fungsi tol yang awalnya ditujukan sebagai jalan alternatif untuk memperlancar lalu lintas di jalan non-tol, kini malah digunakan sebagaian besar pengguna jalan menjadi jalan utama. Akibatnya, antrian kendaraan pun tak dapat lagi dihindarkan. Terutama ketika memasuki gerbang tol, pengguna jalan non-tol pun ikut kena imbas dari kemacetan tersebut.

Di tahun 2013 ruas jalan tol Jakarta-Cikampek dengan panjang 72 kilometer dilalalui rata-rata sebanyak 490.462 kendaraan setiap hari. Dan sekitar 5-6 kendaraan melalui jalan tol ini setiap detik nya. Sehingga tak heran jika kemacetan pun bisa teradi di jalan tol. Belum lagi dengan ‘hiburan’ tambahan yang terjadi di jalan tol, seperti kecelakaan beruntun yang menambah panjang ularan kendaraan. Dengan demikian, adanya jalan tol sebagai jalan alternatif, hanya memberikan pilihan kemacetan tanpa motor kepada pengguna jalan.

Demi mengurangi dampak kemacetan, pihak Jasa Marga menerapkan Gardu Tol Otomatis (GTO). GTO dijalankan dengan menggunakan kartu elektronik (E-toll card) yang secara otomatis memotong saldo. Penggunaan e-toll card khusus untuk pembayaran tol di GTO. Pemegang kartu cukup menempelkan kartu pada mesin yang tersedia, kemudian saldo pada e-toll card akan berkurang sesuai tarif tol yang berlaku dan palang gardu akan terbuka secara otomatis. Dengan adanya pembayaran tol non-cash ini diharapkan akan meningkatkan kapasitas penerimaan kendaraan di gardu jalan tol. Sehingga antrian di gardu tol dapat berkurang.

Penerapan teknologi ini diharapkan bisa mengurangi kemacetan yang sering terjadi di jalan tol, terutama ketika memasuki gerbang tol. Selain itu, penggunaan e-toll card, bisa mempermudah dan mengurangi risiko pembayaran cash bagi pihak pengelola. Mengingat dengan pembayaran secara cash, pihak pengelola diharuskan menyediakan uang kembalian sebesar Rp 18 miliar setiap harinya. Dengan jumlah yang cukup besar tersebut memungkinkan banyak risiko yang dapat terjadi.

Namun pada kenyataannya, penerapan GTO ini tidak sesuai dengan ekspektasinya. GTO yang diharapkan bisa memecah kemacetan, kenyataannya malah sama saja tetap terjadi kemacetan. Hal ini terjadi karena banyak orang yang belum tahu caranya. Kurangnya sosialisasi atau publikasi yang mengakibatkan hal tersebut terjadi. Walau bagaimana pun, teknologi secanggih apa pun tetap tidak akan berfungsi secara maksimal apabila tidak ada kerjasama dari pengguna jalan. Kemacetan bisa dihindari dengan adanya peran serta dari para pengguna jalan dengan menumbuhkan kesadaran untuk menjaga ketertiban dan mematuhi peraturan lalu lintas.

Referensi:

PT Jasa Marga semakin menggenjot otomalisasi pembayaran non tunai di seluruh ruas jalan tol untuk menciptakan arus lalu lintas yang semakin lancar.

Namun, hal ini tampaknya tidak berjalan semulus rencana. Kemacetan panjang di terjadi di Gerbang Tol Cibubur.

Menurut sejumlah penuturan masyarakat, penyebabnya mesin pembaca kartu uang elektronik (reader) di gardu belum siap dan masih banyak warga belum tahu sekarang tidak bisa membayar tol secara tunai.

“Mesin banyak yang rusak, dan banyak gardu yang belum dioperasikan. Selain itu, tampaknya sosialiasi juga belum berjalan baik, sebab banyak masyarakat yang belum tahu regulasi ini. Akibatnya, yang tidak punya kartu harus membeli dulu, inilah yang membuat kendaraan menumpuk,” ujar Galih Ardana, salah seorang warga Cibubur.

Selain itu, sejumlah kartu terbitan lawas produksi di bawah tahun 2012 banyak yang tidak terbaca oleh mesin. Dan tidak seluruh jenis kartu elektronik dapat diterima dalam transaksi.

Hal ini juga pernah terjadi di toll senayan - semanggi pada tanggal 30 agustus 2016

Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Ajun Komisaris Besar Budiyanto mengatakan, sejak diberlakukannya GTO Senayan, arus lalu lintas semakin macet. “Kemacetannya menjadi luar biasa,” katanya kepada Tempo, kemarin.

Budiyanto menjelaskan, kemacetan itu disebabkan adanya kepadatan antrean gerbang yang bertepatan dengan jam pulang kantor atau pukul 17.00-19.00. Selain itu, ada pengendara yang belum memiliki kartu elektronik (e-Toll) tapi memaksa masuk ke pintu GTO Senayan. “Alasannya, mereka tidak tahu, jadi ada yang mundur dan bikin kemacetan,” ujarnya.

Jadi terdapat risiko yang malah membuat semakin macet dari kurangnya sosialisai dan kesiapan dari mesin GTO itu sendiri.

referensi: