Bagaimana respon sistem imun terhadap Kanker?

Kanker

Kanker merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali, serta mengancam nyawa individu penderitanya (Siburian dan Wahyuni, 2012). Kanker adalah pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal, berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus membelah diri, selanjutnya menyusup ke jaringan sekitar (invasive) dan terus menyebar melalui jaringan ikat, darah, dan menyerang organ-organ penting serta syaraf tulang belakang. Sel-sel yang berkembang ini akan menumpuk, mendesak dan merusak jaringan dan organ yang ditempati. Penumpukan sel baru inilah yang disebut tumor ganas (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015).

1 Like

Respon imun terhadap sel kanker


Sel kanker dikenal sebagai nonself yang bersifat antigenik pada sistem imunitas tubuh manusia sehingga ia akan menimbulkan respons imun secara seluler maupun humoral. Imunitas humoral lebih sedikit berperan daripada imunitas seluler dalam proses penghancuran sel kanker, tetapi tubuh tetap membentuk antibodi terhadap antigen tumor. Dua mekanisme antibodi diketahui dapat menghancurkan target kanker yaitu, Antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC) dan Complement Dependent Cytotoxicity . Pada ADCC antibodi IgG spesifik berikatan terhadap Tumor Associated Antigen (TAA) dan sel efektor yang membawa reseptor untuk bagian Fc dari molekul Ig. Antibodi bertindak sebagai jembatan antara efektor dan target. Antibodi yang terikat dapat merangsang pelepasan superoksida atau peroksida dari sel efektor. Sel yang dapat bertindak sebagai efektor di sini adalah limfosit null (sel K), monosit, makrofag, lekosit PMN (polimorfonuklear) dan fragmen trombosit. Ini akan mengalami lisis optimal dalam 4 sampai 6 jam (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).

Pada Complement Dependent Cytotoxicity , pengikatan antibodi ke permukaan sel tumor menyebabkan rangkaian peristiwa komplemen klasik dari C 1,4,2,3,5,6,7,8,9. Komponen C akhir menciptakan saluran atau kebocoran pada permukaan sel tumor. IgM lebih efisien dibanding IgG dalam merangsang proses ini (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).

Pada pemeriksaan patologi-anatomik tumor, sering ditemukan infiltrat sel-sel yang terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel plasma dan sel mastosit. Meskipun pada beberapa neoplasma, infiltrasi sel mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang baik, pada umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel dengan prognosis. Sistem imun yang nonspesifik dapat langsung menghancurkan sel tumor tanpa sensitisasi sebelumnya. Efektor sistem imun tersebut adalah sel Tc, fagosit mononuklear, polinuklear, Sel NK. Aktivasi sel T melibatkan sel Th dan Tc. Sel Th penting pada pengerahan dan aktivasi makrofag dan sel NK (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).

Kontak langsung antara sel target dan limfosit T menyebabkan interaksi antara reseptor spesifik pada permukaan sel T dengan antigen membran sel target yang mencetuskan induksi kerusakan membran yang bersifat letal. Peningkatan kadar cyclic Adenosine Monophosphate (cAMP) dalam sel T dapat menghambat sitotoksisitas dan efek inhibisi Prostaglandin (PG) E1 dan E2 terhadap sitotoksisitas mungkin diperantarai cAMP. Mekanisme penghancuran sel tumor yang pasti masih belum diketahui walaupun pengrusakan membran sel target dengan hilangnya integritas osmotik merupakan peristiwa akhir. Pelepasan Limfotoksin (LT), interaksi membran-membran langsung dan aktifitas sel T diperkirakan merupakan penyebab rusaknya membrane. Interleukin (IL), interferon (IFN) dan sel T mengaktifkan pula sel NK. Lisis sel target dapat terjadi tanpa paparan pendahuluan dan target dapat dibunuh langsung. Kematian sel tumor dapat sebagai akibat paparan terhadap toksin yang terdapat dalam granula, produksi superoksida atau aktivitas protease serine pada permukaan sel efektor. Aktivitas NK dapat dirangsang secara in vitro dengan pemberian IFN.

Penghambatan aktivasi sel NK terlihat pada beberapa PG (PGE1, PGE2, PGA1 dan PGA2), phorbol ester, glukokortikoid dan siklofosfamid. Sel NC ( Natural Cytotoxic ) juga teridentifikasi menghancurkan sel tumor. Berbeda dengan sel NK, sel NC kelihatannya distimulasi oleh IL-3 dan relatif tahan terhadap glukokortikoid dan siklofosfamid (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).

Selain itu, sitotoksisitas melalui makrofag menyebabkan makrofag yang teraktivasi berikatan dengan sel neoplastik lebih cepat dibanding dengan sel normal. Pengikatan khusus makrofag yang teraktivasi ke membran sel tumor adalah melalui struktur yang sensitif terhadap tripsin. Pengikatan akan bertambah kuat dan erat dalam 1 sampai 3 jam dan ikatan ini akan mematikan sel. Sekali pengikatan terjadi, mekanisme sitotoksisitas melalui makrofag berlanjut dengan transfer enzim lisosim, superoksida, protease, faktor sitotoksis yang resisten terhadap inhibitor protease dan yang menyerupai LT. Sekali teraktivasi, makrofag dapat menghasilkan PG yang dapat membatasi aktivasinya sendiri. Makrofag yang teraktivasi dapat menekan proliferasi limfosit, aktivitas NK dan produksi mediator. Aktivasi supresi dapat berhubungan dengan pelepasan PG atau produksi superoksida. Sebagai tambahan, makrofag dapat merangsang dan juga menghambat pertumbuhan sel tumor. Makrofag dapat pula berfungsi sebagai efektor pada ADCC terhadap tumor. Indometasin dapat menghambat efek perangsangan makrofag pada pertumbuhan tumor ovarium yang diperkirakan prostaglandin mungkin berperan sebagai mediatornya. Di samping itu makrofag dapat menimbulkan efek negatif berupa supresi yang disebut makrofag supresor. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tumor itu sendiri atau akibat pengobatan (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).

Sel Kanker dapat luput dari pengawasan sistem imun


Walaupun ada sistem imunosurveilan, kanker dapat luput dari pengawasan sistem imun tubuh bila faktor-faktor yang menunjang pertumbuhan tumor lebih berpengaruh dibanding dengan faktor-faktor yang menekan tumor, sehingga terjadi apa yang dinamakan immunological escape kanker. Faktor- faktor yang mempengaruhi luputnya tumor dari pengawasan sistem imun tubuh sebagai berikut (Baratawidjaja, 1998) :

  • Kinetik tumor (sneaking through)
    Pada binatang yang diimunisasi, pemberian sel tumor dalam dosis kecil akan menyebabkan tumor tersebut dapat menyelinap (sneak through) yang tidak diketahui tubuh dan baru diketahui bila tumor sudah berkembang lanjut dan di luar kemampuan sistem imun untuk menghancurkannya. Mekanisme terjadinya tidak diketahui tapi diduga berhubungan dengan vaskularisasi neoplasma tersebut.

  • Modulasi antigenik
    Antibodi dapat mengubah atau memodulasi permukaan sel tanpa menghilangkan determinan permukaan.

  • Masking Antigen
    Molekul tertentu, seperti sialomucin, yang sering diikat permukaan sel tumor dapat menutupi antigen dan mencegah ikatan dengan limfosit.

  • Penglepasan Antigen (Shedding Antigen)
    Antigen tumor yang dilepas dan larut dalam sirkulasi, dapat mengganggu fungsi sel T dengan mengambil tempat pada reseptor antigen. Hal itu dapat pula terjadi dengan kompleks imun antigen antibodi.

  • Toleransi
    Virus kanker mammae pada tikus disekresi dalam air susunya, tetapi bayi tikus yang disusuinya toleran terhadap tumor tersebut. Infeksi kongenital oleh virus yang terjadi pada tikus-tikus tersebut akan menimbulkan toleransi terhadap virus tersebut dan virus sejenis.

  • Limfosit yang terperangkap
    Limfosit spesifik terhadap tumor dapat terperangkap di dalam kelenjar limfe. Antigen tumor yang terkumpul dalam kelenjar limfe yang letaknya berdekatan dengan lokasi tumor, dapat menjadi toleran terhadap limfosit setempat, tetapi tidak terhadap limfosit kelenjar limfe yang letaknya jauh dari tumor.

  • Faktor genetik
    Kegagalan untuk mengaktifkan sel efektor T dapat disebabkan oleh karena faktor genetik.
    (h) Faktor penyekat Antigen tumor yang dilepas oleh sel dapat membentuk kompleks dengan antibodi spesifik yang membentuk pejamu. Kompleks tersebut dapat menghambat efek sitotoksitas limfosit pejamu melalui dua cara, yaitu dengan mengikat sel Th sehingga sel tersebut tidak dapat mengenal sel tumor dan memberikan pertolongan kepada sel Tc.

  • Produk tumor
    PG yang dihasilkan tumor sendiri dapat mengganggu fungsi sel NK dan sel K. Faktor humoral lain dapat mengganggu respons inflamasi, kemotaksis, aktivasi komplemen secara nonspesifik dan menambah kebutuhan darah yang diperlukan tumor padat.

  • Faktor pertumbuhan
    Respons sel T bergantung pada IL. Gangguan makrofag untuk memproduksi IL-1, kurangnya kerjasama di antara subset-subset sel T dan produksi IL-2 yang menurun akan mengurangi respons imun terhadap tumor.

3 Likes