Bagaimana reaksi-reaksi Klien terhadap Proses Konseling?

Konseling adalah suatu kegiatan antar konselor dan klien yang berlangsung untuk mencari akar masalah dan memecahkannya.

Bagaimana reaksi-reaksi Klien terhadap Proses Konseling ?

Pada proses konseling, konselor akan menemui beberapa reaksi yang dimunculkan oleh klien dalam usahanya mendapatkan bantuan atau anjuran untuk melakukan konseling. Sejumlah reaksi normal terhadap konseling dapat berwujud kecemasan, keengganan, sikap mempertahankan diri dan menutup diri. Dalam hal ini konselor harus siap menghadapi klien yang memperlihatkan sikap-sikap seperti ini. Berikut ini beberapa uraian reaksi atau sikap klien terhadap konseling:

  1. Klien yang bersikap enggan
    Klien yang bersikap enggan biasanya adalah klien yang tidak memiliki kerelaan untuk melakukan konseling (Yeo, 2003). Klien datang untuk konseling di bawah paksaan entah dari keluarga atau dari lembaga-lembaga yang secara resmi mempunyai kekuatan untuk memaksa (sekolah, perusahaan,dsb). Mereka beranggapan bahwa dirinya tidak bermasalah dan sejumlah klien memperlihatkan keraguan tentang manfaat konseling. Dengan keadaan seperti itu, klien biasanya tetap diam, menolak bekerjasama dengan konselor, datang terlambat atau sama sekali mengabaikan janji untuk bertemu konselor.

  2. Klien yang menutup diri
    Sikap menutup diri ini merupakan satu cara untuk memperlambat proses konseling. Mengapa klien bersikap demikian?. Beberapa ahli memberikan pandangan tentang klien yang bersikap menutup diri. Menurut Ellis, Anderson & Stewart, Strean, Nichols, Shazer dalam Yeo (2003) mengemukakan bahwa:

Klien akan menutup diri terhadap konseling karena ia harus menempatkan dirinya sendiri dalam suatu relasi ketergantungan dengan berbicara tentang dirinya sendiri dan masalah-masalahnya. Dalam hal ini klien cemas terhadap suatu hubungan ketergantungan (konseling) karena klien menganggap setiap saat dan setiap waktu ketika ia menghadapi masalah tergantung dengan konselor

Ketakutan akan hal yang tidak diketahui

Kadang-kadang klien menutup diri karena ia takut terhadap hal-hal yang tidak diketahui. Apa yang tersirat dalam konseling adalah tuntutan untuk berubah dan hal ini dapat menjadi satu gagasan yang menakutkan. Dengan kata lain sebagian klien menganggap lebih aman untuk tetap mempertahankan diri mereka seperti apa yang sekarang mereka alami daripada membuat perubahan-perubahan dalam hidup mereka.

Relasi dengan konselor

Klien juga menutup diri karena relasinya dengan konselor. Ia tidak yakin konselor dapat menolong karena usia, pengalaman, atau kemampuan konselor.

Bingung dan takut

Klien dapat bersikap menutup diri hanya karena ia bingung dan takut. Mereka membutuhkan konseling, namun sayangnya konselor tidak menjelaskan secara tepat apa saja yang tercakup dalam konseling jenis bantuan apa saja yang sedang diberikan.

Ungkapan-ungkapan Sikap Enggan dan Menutup Diri Klien

Sikap menutup diri yang diperlihatkan oleh klien dapat dilakukan dengan banyak cara. Biasanya sikap meutup diri dan enggan dapat diperlihatkan dalam perilaku atau gaya komunikasi klien. Menurut Yeo (2003) ada beberapa gaya komunikasi klien berkaitan dengan sikap enggan dan menutup diri, diantara sebagai berikut:

  1. Membisu
    ungkapan yang paling banyak ditemui adalah membisu. Klien datang untuk mendapatkan pertolongan, tetapi ia tidak bersedia berbicara. Ia sekedar duduk dan menatap, atau bersikap mempertahankan jawaban-jawabannya.

  2. Tidak serius
    Ada klien yang membicarakan berbagai hal dengan ringannya dann kelihatannya tidak mempunyai masalah-masalah. Ia mungkin tersenyum ketika membicarakan masalah-masalahnya atau melihat berbagai hal dalam persepsi yang dangkal. Mungkin ia setuju bahwa ia memiliki masalah-masalah yang harus dipecahkan, namun ia tidak mengijinkan konselor mengeksplorasi lebih jauh.

  3. Berbicara Berlebihan
    Terkadang konselor menemukan klien yang berbicara berlebihan, sampai- sampai konselor tidak banyak mendapat kesempatan untuk memberi jawaban atau ”mengarahkan”.Klien macam ini biasanya memiliki banyak masalah yang perlu diselesaikan.

  4. Mendebat
    Klien seringkali berusaha mendebat konselor atas rencana terapi yang akan dilakukan bersama klien. Klien cenderung beralasan sekan-akan ia tidak merasa bermasalah, menilai apa yang dikatakan konselor sekedar omong kosong.

  5. Intelektualisme
    Klien yang memiliki intelektual tinggi cenderung hanya tertarik pada suatu diskusi inteletual atas masalah-masalah yang dialaminya. Ia akan menanyakan bahan-bahan bacaan untuk penelaahan pribadi.

  6. Menolak bekerja sama
    Ada klien yang terus-menerus tidak bersedia atu acuh menyelesaikan komitmen (tugas hasil konseling) yang dibuatnya bersama konselor. Ia akan setuju terhadap semua rencana untuk memecahkan masalahnya. Ketika ia meninggalkan konselor, ia lupa untuk melaksanakan dan mengabaikan begitu saja. Ia juga akan datang terlambat atau tidak menepati janji setelah menyetujui sendiri untuk melakukan konseling.

Sumber :
Mulawarman, Eem Munawaroh, Psikologi Konseling: Sebuah Pengantar bagi Konselor Pendidikan, Universitas Negeri Semarang