Bagaimana prospek Everything on Demand?

Everything on demand merupakan salah satu trend IT yaitu dimana masyarakat bisa mengakses produk dan layanan secara instan melalui internet.

on-demand-everything-9-638
Manage your life with one tap of a button at work and at home”, John Lloyd.

Internet telah memungkinkan sebuah lahan yang sangat menakjubkan bagi konsumen dan konsumen menormalkan ini dengan sangat cepat, dalam empat sampai lima tahun terakhir. Bantuan hanya dengan sekali klik, berkat banyaknya start up on-demand yang saat ini mengganggu industri tradisional dan model bisnis di seluruh dunia.

Pada dasarnya, jika kita dapat memikirkan layanan yang ingin kita pesan menggunakan aplikasi, kemungkinan bagus itu tersedia sekarang - terutama jika kita tinggal di salah satu perkotaan besar.
Dan dengan cara kapitalis, ketika satu segmen ekonomi berkembang, kelompok produsen cepat berpadu. Mereka mengklaim bahwa selera konsumen yang tampaknya tak terpuaskan untuk segala hal dan apa pun, sekarang, sedikit lebih dari sekedar mode – teknologi.

Tentu, tahun lalu adalah tahun yang sulit dilakukan untuk start up on-demand, dengan nama-nama terkenal seperti Homejoy dan SpoonRocket menghentikan operasi mereka sama sekali, sementara Instacart mengurangi upah kurir lebih dari 50 persen.

Pada saat yang sama, ekonomi on-demand secara keseluruhan terus tumbuh pada tingkat yang stabil. Pada tahun 2010, permintaan start-up berbasis permintaan AS mengumpulkan dana sebesar 57 juta, dan pada tahun 2014, "jumlah tersebut melonjak menjadi lebih dari 4 miliar."

Tren ini juga sesuai dengan tuntutan waktu dan perhatian kita akhir-akhir ini. Orang Amerika bekerja lebih lama dari sebelumnya, menerima teks dan panggilan telepon lebih sering, dan menemukan lebih banyak cara untuk mengisi waktu. Mereka ingin menggunakan layanan untuk mengatasi semua itu. Tidak pernah ada waktu yang lebih baik di dunia bagi perusahaan untuk memberikan pengalaman magis yang mendekati konsumen.

Ketika seseorang menggunakan layanan online, ada harapan tentang tingkat layanan itu. Dengan kata lain, ada harapan untuk dukungan pelanggan real-time dan mampu memperbaiki masalah dengan cepat pada tahun-tahun mendatang.

Aplikasi konsumer berbasis layanan di Indonesia sendiri pada tahun ini seperti Go-Jek, Uber dan sejenisnya terbukti mampu diterima dengan baik oleh konsumen, kendati secara sistem di Indonesia masih penuh kontroversi dengan kebijakan yang ada. Namun fakta tersebut sekaligus menyingkap pembuktian bahwa aplikasi yang sifatnya mengutamakan kenyamanan konsumen dalam mengakses layanan tertentu mampu menciptakan tren positif untuk perkembangan bisnis. Menanggapi pengaruh penerimaan aplikasi/sistem terhadap kesuksesan bisnis, dalam sebuah kesempatan beberapa praktisi bisnis yang tergabung Young Entrepreneur Council (YEC) mendiskusikan tentang tren konsumen berdasarkan pengamatannya di lapangan.

Terkadang semua yang dibutuhkan untuk tetap berada dalam pikiran pelanggan adalah dengan membuatnya senang. Dalam kasus Uber, pikirkan betapa menyenangkannya mengendarai Mercedes hitam.

Refrensi :

Kecanggihan teknologi yang melekat dalam berbagai situs jejaring sosial membuat hubungan sosial tak lagi terikat oleh jarak. Kita bisa berkomunikasi dengan kawan-kawan di luar negeri pada waktu yang nyata (real time), sama seperti kita sedang bercakapcakap dengan tetangga sebelah rumah atau istri di tempat tidur.

Pada titik tertentu, situs jejaring sosial juga “tak terikat pada waktu”. Ia sanggup menghadirkan masa lalu kita melalui pertemuan kembali dengan kawan-kawan semasa kecil yang puluhan tahun tak jumpa, entah ada di mana, lalu tiba-tiba hadir di depan layar komputer dalam bentuknya yang “nyata” (foto, tulisan, ucapannya yang khas, dan sebagainya).

Dalam berbagai kasus, hubungan-hubungan sosial dalam situs jejaring sosial dapat membentuk semacam komunitas, dengan level hubungan yang intensif (personal, politis, ideologis), kode-kode kultural yang hanya dipahami anggota situs, keprihatinan yang sama, adanya kenyamanan, kehangatan, perlindungan, pemberian informasi spesifik, dan seterusnya.

Singkatnya, situs jejaring sosial membuat dunia seolah berada dalam genggaman, menarik, dan mempermudah hidup. Kadangkala, hubungan-hubungan sosial dalam situs jejaring sosial jauh lebih luas dan lebih menarik daripada hubungan-hubungan sosial dalam dunia nyata. Itulah kiranya sisi positif, jika boleh dikatakan demikian, dari penggunaan situs jejaring sosial dalam hubungan-hubungan sosial.

Dunia Penuh Risiko

Namun, keterlibatan secara intensif (kecanduan) dalam situs jejaring sosial bisa menimbulkan risiko tersendiri pada kehidupan nyata sehari-hari. Jika kita setiap saat asyik dengan situs jejaring sosial, pada saat itulah hubungan-hubungan sosial kita yang nyata dengan tetangga, keluarga, warga se-RT mulai dipertanyakan. Ia bisa memunculkan semacam paradoks: hubungan sosial yang luas di dunia maya, tetapi hubungan sosial di dunia nyata terbatas.

Risikonya, kita akan menjadi orang yang terasing (teralienasi) di tengah kehidupan sosial sehari-hari yang nyata dengan segala problematikanya, mulai dari tetangga sakit yang tak punya uang untuk berobat, anak yang kesulitan belajar di sekolah hingga istri yang tertekan karena suami lebih nyaman bercakap-cakap dengan orang lain di dunia maya. Pada akhirnya, ia berpotensi untuk menjadi sumber konflik dalam kehidupan nyata dengan tetangga, keluarga, dan sebagainya.

Ada kecenderungan bahwa yang ditampilkan dalam situs jejaring sosial, entah itu foto, gambar, tulisan, kata-kata, adalah sesuatu yang diharapkan bisa memunculkan respons positif dari pengguna situs lainnya. Hal itu bisa berarti citra diri yang baik, cantik, putih, lucu, spontan, pintar, humoris, hebat, penuh perhatian, membuat orang lain penasaran, dan seterusnya.

Jadi, yang ditampilkan bukanlah potret diri yang sesungguhnya. Hal ini dapat dipahami karena citra diri itulah yang akan membuat orang lain membuka akses bagi kita untuk menjadi kawan. Kita pun akan melakukan hal yang sama terhadap orang lain yang ingin menjadi kawan. Kecuali sudah lama kenal, tak ada mekanisme untuk mengecek kebenaran citra diri tersebut. Satu-satunya cara adalah dengan bertemu langsung (“kopi darat” istilah jadulnya).

Pada titik inilah ada kemungkinan kita menyadari telah tertipu atau menipu karena citra diri yang ditampilkan dalam situs jejaring sosial tidak sesuai dengan aslinya. Secara psikologis, hal itu tentu saja tidak mendewasakan karena tidak mendidik orang untuk menampilkan diri apa adanya dan menerima apa adanya pula. Situs jejaring sosial, bagaimanapun, bersifat maya.

Hubungan-hubungan sosial yang terbentuk pun tidak nyata. Karenanya, tak ada jaminan apakah yang ditampilkan dalam dunia maya itu akan diwujudkan pula secara konsisten dalam kehidupan nyata atau malah sebaliknya. Kita bisa ambil contoh kasus Bibit-Chandra. Dukungan dalam Facebook terhadap Bibit-Chandra lebih dari 1 juta orang. Namun, ketika melakukan demonstrasi (yang nyata), Facebookers yang datang hanya ribuan orang.

Kemenangan Obama dalam Pilpres AS biasanya dijadikan sebagai rujukan betapa ampuhnya situs jejaring sosial dalam menggalang dukungan. Betul bahwa Obama memanfaatkan situs jejaring sosial secara intensif guna meraih dukungan, tetapi jangan dilupakan bahwa pada saat yang bersamaan, bahkan jauh sebelumnya, ia pun melakukan kerja-kerja nyata seperti kerja sosial dan mengorganisasi komunitas di awal karier, lobi, optimalisasi peran sebagai senator, menawarkan gagasan alternatif, dan sebagainya.

Jadi, kombinasi antara kerja di dunia maya dan dunia nyata itulah yang mengantarkannya menjadi Presiden AS. Jika diperhatikan, tak sedikit pengguna situs jejaring sosial yang menghabiskan waktu (dan mungkin juga dana) secara tidak produktif. Tanpa disadari, untuk sesuatu yang remeh-temeh (“mi gorengnya nggak enak”, “kuku gw kepotong kependekan”, “wah, payah nih dosen, ngajarnya bikin ngantuk”, dan sebagainya) aktivitas dalam situs jejaring sosial menggerogoti waktu produktif.

Tak ada yang dihasilkan, selain kenyamanan semu bahwa segalanya tak ada masalah. Padahal, dalam kehidupan nyata, banyak persoalan penting yang akan memengaruhi bukan saja kehidupan sosial, melainkan juga kehidupan pribadi kita seperti angka pengangguran yang tinggi, ancaman banjir, pemberantasan korupsi yang makin payah. Semua itu adalah persoalan nyata, di dunia nyata, yang harus dihadapi dengan cara yang nyata pula, bukan dengan bersembunyi dalam kehidupan dunia maya.

Betapapun canggih dan menarik, situs jejaring sosial hanyalah alat. Ia layaknya pisau yang bisa digunakan untuk memudahkan kerja ketika memotong daging atau untuk membunuh. Ke mana ia akan bergerak, tergantung pada bagaimana kita menggunakannya. Sebagai makhluk yang memiliki akal pikiran, kitalah yang mempunyai kekuasaan untuk menggunakannya, bukan malah sebaliknya kehidupan kita dikendalikan oleh situs jejaring sosial. Karenanya, situs jejaring sosial mesti dimanfaatkan secara bijak.

Jadi, jika melalui situs jejaring sosial pertemanan meluas, silaturahmi terbangun kembali, bisa mengumpulkan bantuan untuk korban bencana alam, tak ada salahnya menggunakan aneka situs jejaring sosial. Namun, jika ia mulai mengasingkan kita dari kehidupan nyata, menipu diri sendiri, sumber konflik, menggerogoti waktu produktif, inilah saatnya untuk men-deaktivasi-kannya, lalu kembali ke dunia nyata.

Jika tidak, tak ada manfaat yang bakal diperoleh dari aktivitas dalam situs jejaring sosial kecuali keuntungan semu bahwa semuanya baik-baik saja. Pada titik ini, kita cuma membuat pemilik situs jejaring sosial tambah kaya dengan menjadikan hubungan-hubungan sosial kita semata-mata sebagai komoditas.

image

Di era yang maju seperti saat ini, konsumen berharap bisa mengakses produk dan layanan secara instan. Segala sesuatu dari hiburan hingga belanjaan akan tersedia dalam sekejap. Iklan tidak lagi disiarkan di televisi, namun akan disiarkan dan ditonton dengan seksama melalui smartphone. Semua akan berjalan sesuai permintaan pelanggan.

Teknologi selalu hadir dengan cara yang sama yang akan mengotomatisasi setiap tugas lain yang terlibat dalam kehidupan kita.

Perusahaan riset industri Gartner memprediksi AI sebagai teknologi strategis nomor satu di tahun 2017 juga. Pada tahun 2017, AI akan membawa fokus pada bagaimana kita akan berkomunikasi dengan komputer dan perangkat lain, bagaimana sistem AI akan berinteraksi satu sama lain dan bagaimana kita, manusia akan berinteraksi satu sama lain mengenai sistem AI.

Lalu, apa hubungannya antara AI dan everything on demand?
Salah satu penerapan dari teknologi Everything on demand adalah aplikasi cerdas. Perumus Riset Industri Gartner menyatakan bahwa “sebagian besar 200 perusahaan terbesar di dunia mengeksploitasi aplikasi cerdas dan menggunakan toolkit lengkap untuk menganalisis data secara besar untuk memperbaiki pengalaman pelanggan dalam hal penawaran.”

Semuanya aka berjalan sesuai permintaan. Trend ini berawal dari beberapa mobile app seperti Uber. Aplikasi on-demand menghubungkan konsumen dengan penyedia layanan. Saat ini ada tipe model Uber untuk setiap layanan lainnya, seperti gojek, gofood, dsbg. Pada tahun 2017 trend ini berkembang dengan sangat pesat. Mulai dari pengiriman makanan, dan bahkan tempat menginap malam, hampir semuanya sudah ada. Everything on demamnd ini menjelma menjadi web dan mobile app. Sehingga konsumen mendapatkan sesuatu lebih cepat.

> She’ll gain efficiency, getting things faster, wanting more, managing more

Everything on demand diharapkan mencapai 20% sampai 25% dari pasar pengiriman pada tahun 2025. Segmen e-niaga pasar ini sendiri tumbuh sebesar 40% per tahun. Pasar pengiriman hari yang sama secara keseluruhan diproyeksikan tumbuh menjadi $ 4,03 miliar pada tahun 2018 pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 150%.

Tren ini didorong oleh permintaan konsumen. Lebih dari separuh konsumen mengatakan bahwa mereka cenderung melakukan pembelian secara online jika mereka dapat menerimanya pada hari yang sama, dan sekitar seperempat konsumen bersedia membayar lebih untuk kenyamanan. Pada 2016, 41% orang dewasa A.S. telah menggunakan layanan pengiriman hari yang sama, termasuk 56% dari mereka berusia 18 sampai 29 tahun.

salah satu Everything on demand yang sangat laris adalah jasa pengiriman instan. Pengiriman instan membantu pengecer membedakan merek mereka dan memberikan pengalaman berbelanja yang unik. Konsep pengiriman instan tidak terbatas pada layanan door-to-door. Sebenarnya, banyak pengecer mengandalkan model buy-online-pickup-in-store (BOPIS) karena menguntungkan di antara pelanggan. 30% pembeli melakukan BOPIS setidaknya sebulan sekali, dan 65% dari laporan tersebut membeli produk tambahan saat mengambil pembelian mereka secara langsung.

Di antara pengecer di seluruh dunia, pilihan belanja dan pengiriman paling banyak digunakan adalah pembelian online untuk pick-in-store, yang dikutip oleh 59% dari merek ritel. Merek e-commerce utama seperti Amazon Prime telah menggabungkan pengiriman instan dan pengiriman hari yang sama dengan model berlangganan untuk meningkatkan tingkat pembelanjaan individual. Anggota utama, yang sekarang berjumlah lebih dari 60 juta, menghabiskan lebih dari bukan anggota- 1.200 vs. 500.

Pengecer dapat bermitra dengan daftar bisnis agregator yang berkembang yang mengantarkan barang atau layanan kepada pelanggan, terutama di daerah perkotaan. Salah satu contohnya adalah Handy yang berbasis di New York, yang menghubungkan konsumen dengan layanan rumah tangga, serta pengiriman dan perakitan mebel.

Everytihing on demand adalah tren bisnis yang kuat bagi perusahaan yang ingin memuaskan keinginan pelanggan mereka untuk kepuasan instan. Namun, dengan mudah bisa berubah menjadi titik tegang tanpa mitra yang tepat dan infrastruktur teknologi untuk mendukung pemindahan barang antara pemasok dan pelanggan. Meskipun demikian, karena pelanggan semakin beralih ke pola pikir on-demand, ada peluang besar bagi bisnis untuk menyampaikannya kepada mereka. Jadi, dapat diperkirakan prospek trend IT ini akan terus meningkat.

**

SUMBER :