Bagaimana proses peralihan hukum pertambangan di Indonesia ?

Hukum pertambangan

Seperti kita ketahui bahwa hukum pertambangan di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan, mulai dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969, Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001, hingga Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

Bagaimana proses peralihan hukum pertambangan di Indonesia ?

Ketentuan Peralihan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 169 huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatakan bahwa:

”Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian.”

Ketentuan ini intinya adalah Kontrak Karya dan PKP2B yang tetap dihormati sampai dengan habis masa berlakunya. Hal ini penting karena pemerintah sebagai institusi publik tidak melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) atas kedudukannya sebagai subjek hukum perdata. Namun ketentuan dalam pasal 169 huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang membuat ketentuan sebelumnya menjadi rancu.

Jika dilihat pasalnya adalah sebagai berikut:

”Ketentuan yang tercantum dalam pasal kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan kecuali mengenai penerimaan negara.”

Dalam pasal ini, ada paksaan bahwa Kontrak Karya dan PKP2B yang sudah berlaku harus disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Perubahan terhadap isi dari Kontrak Karya dan PKP2B hanya bisa dilakukan dengan adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, jika ada salah satu pihak tidak setuju maka hal tersebut.

Pasal 169 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memuat pasal pengalihan sebagai berikut:

  • Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian;

  • Ketentuan yang tercantum dalam pasal kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan kecuali mengenai penerimaan negara.

Ketentuan dalam ayat (a) memuat bahwa Kontrak Karya dan PKP2B yang tetap dihormati sampai dengan habis masa berlakunya. Hal ini penting karena pemerintah sebagai institusi publik tidak melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) atas kedudukannya sebagai subjek hukum perdata. Kalau kontrak karya dan PKP2B dipaksa tunduk pada rezim perizinan UU Minerba, maka pemerintah bisa dituduh melanggar prinsip Pacta Sunt Servanda (perjanjian itu mengikat para pihak yang menyepakatinya).

Namun, ketentuan dalam ayat (a) dirasa kontradiktif dengan ketentuan yang dimuat dalam ayat (b) karena disini ada paksaan bahwa Kontrak Karya (KK) dan PKP2B yang sudah berlaku harus disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan jangka waktu selambat-lambatnya 1 tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Sebenarnya ketentuan dalam pasal 169 huruf (b) menurut Prof. Hikmahanto Juwana bukan merupakan hal yang aneh mengingat berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata ditentukan bahwa Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Hukum, Kesusilaan dan Kepatutan. Bila bertentangan akan berakibat batalnya perjanjian tersebut. Oleh karena itu, memang harus dilakukan negosiasi ulang kontrak antara Pemerintah Indonesia dengan investor asing terhadap ketentuan Kontrak Karya yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.