Bagaimana proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang perkara anak nakal?

Pengadilan Anak bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak, dan batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Bagaimana proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang perkara anak nakal ?

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, telah memberikan Perlakuan khusus terhadap anak-anak yang melakukan suatu tindak pidana, baik dalam hukum acaranya maupun peradilannya. Hal ini terjadi, mengingat sifat anak dan keadaan psikologisnya dalam beberapa hal tertentu memerlukan perlakuan khusus serta perlindungan yang khusus pula, terutama terhadap tindakan- tindakan yang pada hakekatnya dapat merugikan perkembangan mental maupun jasmani anak.

Adapun prosedur pemeriksaan perkara Anak Nakal dimuka sidang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, adalah sebagai berikut

1. Disidangkan oleh hakim anak

Pemeriksaan sidang anak nakal dilakukan oleh hakim khusus yaitu hakim anak. Pengangkatan hakim anak ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung RI dengan surat keputusan, dengan mempertimbangkan usul Ketua Pengadilan Tinggi tempat hakim bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi (Pasal 9 Undang- Undang Pengadilan Anak). Pengangkatan hakim anak oleh Ketua

2. Hakim, penuntut umum dan penasihat hukum tidak memakai toga

Dalam pemeriksaan sidang anak nakal, para pejabat pemeriksa tersebut yaitu hakim, penuntut umum dan penasehat hukum (khususnya advokat) tidak mengenakan toga. Juga panitera yang bertugas membantu hakim tidak memakai jas. Semua pakaian kebesaran tersebut tidak di pakai pejabat pemeriksa, dimaksudkan agar dalam persidangan tidak memberikan kesan menakutkan atau seram terhadap anak yang diperiksa. Selain itu agar dengan pakaian biasa dapat menjadikan persidangan dapat berjalan lancar dan penuh kekeluargaan.

3. Disidangkan dengan hakim tunggal

Perneriksaan sidang anak dilakukan dengan hakim tunggal (Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak). Dengan hakim tunggal tujuannya agar sidang perkara anak dapat diselesaikan dengan cepat. Perkara anak yang dapat disidangkan dengan hakim tunggal adalah perkara pidana yang ancaman hukumannya lima tahun ke bawah dan Pembuktiannya mudah atau tidak sulit. Tindak pidana yang dimaksud antara lain adalah tindak pidana pencurian Pasal 362 KUHP, tindak pidana penggelapan Pasal 372 KUHP dan tindak pidana Pasal 378 KUHP.

Apabila tindak pidananya diancam dengan hukuman penjara di atas lima tahun dan pembuktiannya sulit. Maka berdasarkan (Pasal 11 ayat (2) UndangUndang Pengadilan Anak) perkara diperiksa dengan hakim majelis. Namun dalam pasal l l ayat (2) tersebut selain dalam “hal tertentu” yaitu tentang ancaman hukuman dan pembuktian tersebut, juga “dipandang perlu”. Namun undang-undang tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “dipandang perlu” tersebut.

Ada kemungkinan meskipun suatu perkara tergolong hal tertentu seperti tindak pidana pemalsuan surat Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara atau tindak pidana kekerasan Pasal 170 ayat (2) dengan ancaman hukuman maksinial tujuh tahun, tetapi tidak dipandang perlu diperiksa dengan hakim majelis, sehingga dalam praktek akan sulit untuk menentukan ukuran-ukuran “dipandang perlu” dalam pasal tersebut.

4. Penahanan paling lama 15 hari

Hakim yang memeriksa perkara anak benvenang melakukan penahanan tcrhadap terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan terhadap terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan paling lama 15 (lima belas) hari. Apabila penahanan itu merupakan penahanan lanjutan, penahanannya dihitung sejak perkara anak dilimpahkan penuntut umum kepada pengadilan negeri. Sedang apabila bukan penahanan lanjutan karena terdakwa tidak pernah ditahan ditingkat penyidikan maupun penuntutan, maka tergantung kepada hakim kapan perintah penahanan itu dikeluarkan selama perkara belum dihapus.

Jika waktu 15 hari tersebut pemeriksaan sidang belum selesai. Penahanan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari. Jadi untuk kepentingan pemeriksaan sidang anak terdakwa dapat ditahan maksimal 45 hari. Namun apabila jangka waktu itu terlampaui, sedangkan perkara belum diputus oleh hakim, maka terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Terhadap tersangka atau terdakwa yang menderita gangguan fisik dan mental yang berat dan harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter untuk kepentingan pemeriksaan meskipun masa penahanan dan masa perpanjangan habis, maka dapat diperpanjang lagi untuk paling lama dua kali 15 hari.

Dalam tingkat penyidikan dan penuntutan yang berwenang memperpanjang tahanan tersebut adalah Ketua Pengadilaii Negeri. Sedang dalam tingkat pemeriksaan di pengadilan negeri perpanjangan penahanan untuk itu dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi.

Terdakwa di tingkat pemeriksaar. pengadilan negeri dapat ditahan lebih lama dari pada di tingkat penyidikan maupun di tingkat peituntutan karma di tingkat pengadilan berbagai acara pemeriksaan di depan sidang banyak dilakukan seperti pembacaan surat dakwaan, keberatan penasihat hukum terdakwa, pendapat penuntut umum, putusan seta, pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan terdakwa, tuntutan pidana, pembelaan replik, dan duplik, kemudian putusan hakim.

Semua pemeriksaan itu membutuhkan waktu dan biasanya pemeriksaan sidang yang belum selesai, sidangnya diundur selama satu minggu, karma hakimnya juga banyak sidang perkara lain. Jadi cukup beralasan untuk kepentingan pemeriksaan sidang terdakwa dapat ditahan lebih lama dibandingkan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.

5. Laporan pembimbing kemasyarakatan

Sebelum sidang dibuka, hakim memerintahkan agar pembimbing pemasyarakatan menyampaikan hasil laporan penelitian kemasyarakatan mengenai anak bersangkutan. Ini artinya pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan itu secara tertulis. Dan kelak bila diperlukan pembimbing kemasyaraktan dapat memberikan kesaksian di depan Pengadilan Anak. Laporan Sebelum sidarg dibuka adalah agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Oleh karena itu laporan tidak diberikan pada saat sidang berlangsung, melainkan beberapa waktu sebelumnya.

Hakim wajib meminta penjelasan dari pembimbing kemasyarakatan atas hal-hal tertentu yang berhubungan dengan, perkara anak untuk mendapatkan data yang lengkap. Penjelasan ini diberikan di muka sidang Pengadilan Anak yang berisi

  1. Data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak.

  2. Kesimpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan tentang anak.

6. Persidangan dilaksanakan secara tertutup

Hakim anak yang bertugas mengetokkan palu sebanyak tiga kali dengan yatakan “Sidang dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum”. Sidang pengadilan anak dilaksanakan secara tertutup, adalah sejalan dengan Pasal 153 KUHAP dan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Anak. Setelah pernyataan tersebut diucapkan, hakim memanggil masuk terdakwa orang tua, wali, atau orang tua asuh , penasihat hukum dan pembimbing Kemasyarakatan. Mereka duduk ditempat yang teiah disediakan diruang siding. Untuk terdakwa untuk sementara duduk di kursi pemeriksaan guna memberikann keterangan mengenai identitasnya.

7. Pemeriksaan Saksi

Pada azasnya setiap saksi yang di dengar di persidangarn dihadiri oleh terdakwa, dengan maksud agar terdakwa mengetahui apa yang diterangkan oleh saksi dalam mengungkapkan terjadinya peristiwa pidana dimana terdakwa yang didakwa sebagai pelakunya. Sehubungan dengan itu, terdakwa mempunyai kesempatan untuk menyanggah keterangan saksi tentang hal yang tidak benar dari keterangan itu.

Orang yang diajukan sebagai saksi, terutama diambil dari orang-orang yang kebetulan berada di tempat kejadian, dengan tujuan agar mereka mudah mengungkapkan jalarmya peristiwa pidana. Sebelum memberikan keterangan di persidangan, saksi diwajibkan mengangkat sumpah terlebih dahulu, bahwa ia akan menerangkan dengan benar dari apa yang dilihat dan didengar atau dialami sendiri.

8. Mengemukakan hal-hal yang bermanfaat bagi anak

Menurut ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, sebelum mengucapkan putusan, hakim memberikan kesempatan kepada :

  1. Orang tua ;
  2. Wali ; atau
  3. Orang tua asuh.

untuk mengemukakan segala hal-ikhwal yang bermanfaat bagi anak. Selesai acara ini jaksa penuntut umum menyampaikan requisitor (tuntutan hukum) atas diri terdakwa anak. Selanjutnya penasehat hukum menyampaikan pula pledoi

9. Putusan

Dalam putusannya hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan, dan putusan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Putusan yang tidak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, adalah batal demi hukum.

Putusan hakim dalam Sidang Pengadilan Anak dapat berupa menjatuhkan pidana atau tindakan atau tindakan kepada terdakwa anak nakal. Pidana itu dapat berupa :

  1. Pidana Penjara ;
  2. Pidana Kurungan ;
  3. Pidana Denda ; atau
  4. Pidana pengawasan.

Disamping pidana pokok, juga dapat dihukum dengan pidana tambahan berupa

  1. Perampasan barang tertentu ; dan/atau
  2. Pembayaran ganti kerugian.

Sedangkan tindakan yang dijatuhkan kepada anak nakal dapat berupa:

a. Mengembalikan anak kepada

  1. Orang tua ;
  2. Wali ; atau
  3. Orang tua asuh.

b. Menyerahkan anak kepada negara (anak negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja); atau

c. Menyerahkan anak nakal kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

Tindakan ini disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan hakim. Teguran dapat dilakukan secara langsung oleh hakim atau tidak langsung oleh orang tuaiwali/orang tua asuh (OTA). Teguran. ini berupa peringatan kepada anak untuk tidak melakukan tindak pidana lagi.

Undang-Undang yang digunakan sebagai dasar dari hukuman atas suatu pelanggaran, seiring perkembangannya, banyak mengalami perubahan. Seperti halnya pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak :

1) Pembatasan Umur

Batasan umur dalam Undang-Undang 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa anak yang berkonflik dengan hukum telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (Pasal 1 ayat (2)).

2) Pemeriksaan Diluar Sidang (Diversi)

Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi ini dapat dibilang mirip dengan mediasi penal dalam kasus-kasus perdata dan wujud dari hasil penyelesaian juga sama yakni win-win solution yang mencari titik tengah dari permasalahan tanpa merugikan satu sama lain.

Mediasi penal ini biasa dikenal dengan istilah ADR atau ”Alternative Dispute Resolution” dan ada pula yang menyebutnya dengan istilah “Apropriate Dispute Resolution”. Dalam perundang-undangan ini secara jelas terlihat bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah menggunakan pendekatan Restorative Justice.

Restorative justice merupakan alternatif atau cara lain peradilan kriminal dengan mengedepankan pendekatan integrasi pelaku di satu sisi dan korban/masyarakat di lain sisi sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik dalam masyarakat.

Restorative Justice dilihat banyak orang as a philosophy, a process, an idea, a theory and and intervention. Restorative Justice adalah peradilan yang menekankan perbaikan atas kerugian yang disebabkan atau terkait dengan tindak pidana.

Restorative justice dilakukan melalui proses kooperatif yang melibatkan semua pihak (stake holders).

Penyelesaian perkara tindak pidana yang menyangkut anak dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem peradilan Anak, Diversi ini menjadi hal yang wajib digunakan dalam menyelesaikan perkara pidana yang menyangkut tentang Anak. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 7 ayat (1), yakni :

“Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi”.

Adapun syarat diberlakukannya diversi terdapat dalam Pasal 7 ayat (2), antara lain :

  • diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
  • bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

3) Pemeriksaan Sidang Anak

Dalam pemeriksaan persidangan tidak ada perbedaan yang signifikan terkait pakaian yang digunakan baik itu dari penyidik sampai dengan hakim. Hal tersebut dapat kita lihat dalam Pasal 22 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang berbunyi:

“Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan”.

Hal tersebut digunakan agar terjalinnya suasana pemeriksaan yang kekeluargaan guna memperhatikan kepentingan yang terbaik untuk anak (Pasal 18).

4) Acara Pemeriksaan Tertutup

Demi kepentingan hak-hak anak, dalam undang-undang ini sama seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. “Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan” (Pasal 54 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).

5) Disidangkan oleh Hakim Tunggal

Dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak secara keseluruhan hampir sama dengan hal-hal yang terkait dengan pemberian hakim tunggal untuk memeriksa, memutus, dan mengadili anak dan juga dapat memakai Hakim Majelis apabila dipandang perlu.

6) Masa Penahanan Lebih Singkat

7) Dalam persidangan terdakwa anak didampingi Orangtua, Penasehat Hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan

Secara keseluruhan tidak ada perbedaan dalam persidangan terdakwa anak didampingi Orangtua, Penasehat Hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan.Hal ini tertulis secara jelas dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem peradilan Pidana Anak.

8) Dalam Sidang Anak Saksi Dapat Didengar Tanpa Kehadiran Terdakwa

Dalam kehadiran terdakwa anak dalam persidangan menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1993 Tentang Pengadilan Anak sama dengan halnya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, yakni: terdakwa anak tidak wajib mengikuti persidangan pada saat pemeriksaan saksi-saksi, akan tetapi orangtua/wali, Penasehat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap hadir dalam persidangan (Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem Pengadilan Anak.

BATASAN DAN RUANG LINGKUP


Landasan Hukum antara lain:

  1. Alinea IV Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

  2. Penjelasan Pasal 10 UU No. 14 Tahun 1970 tentang KPKK sebagaimana ditambah dan dirubah dengan UU No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No.14 Tahun 1970 tentang KPKK jo Penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Di dalam UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak terdapat ketentuan-ketentuan Hukum Pidana Materiil, Hukum Pidana

Formal dan Hukum Pidana Penitensier khusus untuk Anak.

Batasan/Ruang Lingkup

Yang dimaksud dengan Anak Nakal :

  • anak yang melakukan tindak pidana, atau

  • anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan (pasal 1 angka 2 UU No.3 Tahun 1997).

Batasan Usia Sidang Anak

Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak :

  1. Sekurang-kurangnya umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin, atau

  2. Pada saat diajukan ke Sidang Anak telah melampaui umur tersebut tetapi belum mencapai umur 21 tahun (Pasal 4 ayat (1) dan (2) UU No. 3 Tahun 1997).

Ketentuan Diversi

Terhadap anak yang belum berumur 8 tahun yang melakukan atau duga melakukan tindak pidana dapat dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik.

Dari hasil penyidikan tersebut :

  1. apabila Penyidik berpendapat anak masih dapat dibina orang tua, wali atau orang tua asuhnya maka anak tersebut diserahkan kepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya.

  2. apabila Penyidik berpendapat anak tersebut sudah tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya maka anak tersebut diserahkan kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Ke masyarakat (Pasal 5 UU No.3 Tahun 1997)

PENYIDIKAN


Untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik dalam perkara anak nakal harus memenuhi syarat :

  1. telah berpengalaman sebagai Penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang tua dewasa

  2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi & memahami masalah anak (Pasal 41 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997)

Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan (Pasal 42 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997)

Dalam melakukan penyidikan, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya (Pasal 42 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997).

Proses penyidikan terhadap perkara anak nakal wajib dirahasiakan (Pasal 42 ayat (3) UU No. 3 Tahun 1997)

Penyidikan terhadap anak nakal dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kapolri atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kapolri (Pasal 41 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997)

PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAAN


Penuntutan terhadap Anak Nakal dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung (Pasal 53 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997).

Untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum dalam perkara anak nakal harus memenuhi syarat :

  1. telah berpengalaman sebagai penuntut umum tindak pidana yang dilakukan orang dewasa;

  2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak (Pasal 53 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997)

Hakim ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua MA atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi (Pasal 9 UU No.3 Tahun 1997). Hakim Banding ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua MA atas usul Ketua Pengadilan Tinggi yang bersangkutan (Pasal 12 UU No.3 Tahun 1997). Hakim Kasasi ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua MA (Pasal 16 UU No.3 Tahun 1997).

Hakim yang memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama, banding atau kasasi adalah hakim tunggal (Pasal 11 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997). Dalam hal tertentu dan dipandang perlu Ketua PN/Ketua PT/Ketua MA dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak dilakukan dengan hakim majelis (Pasal 11 ayat (2), Pasal 14 ayat (2), Pasal 18 ayat (2) UU No.3 Tahun 1997).

Penjelasan Pasal 11 ayat (2) UU No.3 Tahun 1997:

Yang dimaksud dengan “hal tertentu” adalah apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak ybs lebih dari 5 tahun dan sulit pembuktiannya.

Sebelum sidang secara resmi dibuka hakim/majelis hakim dapat meminta Pembimbing Kemasyarakatan untuk menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan tentang anak yang bersangkutan yang meliputi :

  1. data individu anak, keluarga, pendidikan dan kehidupan sosial anak, dan

  2. kesimpulan atau pendapat dari Pembimbing Kemasayrakatan (Pasal 56 ayat (1) dan (2) serta Penjelasan Pasal yang bersangkutan dari UU No. 3 Tahun 1997).

Hakim/Majelis Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup (Pasal 8 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997) dan dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan perkara anak dapat dilakukan dalam sidang terbuka (Pasal 8 ayat (2) UU No.3 Tahun 1997).

Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 :

Hal tertentu dan dipandang perlu tersebut antara lain karena sifat dan keadaan perkara harus dilakukan secara terbuka. Suatu sifat perkara akan diperiksa secara terbuka, misalnya perkara pelanggaran lalu lintas, sedangkan dilihat dari keadaan perkara misalnya pemeriksaan perkara di tempat kejadian perkara.

Hakim/Majelis Hakim membuka sidang dan menyatakan sidang tertutup untuk umum (Pasal 57 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997)

Terdakwa dipanggil masuk beserta Orang Tua, Wali atau Orang Tua Asuh, Penasihat Hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 57 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997).

Penasihat Hukum untuk perkara anak bersifat “wajib” (Pasal 55 UU No.3 Tahun 1997) tapi dalam Pasal 51 UU No.3 Tahun 1997 merupakan “hak”.

Selama persidangan Terdakwa didampingi orang tua, wali atau orang tua asuh, Penasihat Hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 57 ayat (2) UU No.3 Tahun 1997). Saat pemeriksaan saksi Hakim/Majelis. Hakim dapat memerintahkan agar Terdakwa dibawa ke luar ruang sidang (Pasal 58 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997). Orang tua, wali atau orang tua asuh, Penasihat Hukum dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap berada di dalam ruang sidang ( Pasal 58 ayat (2) UU No.3 Tahun 1997).

Sebelum putusan diucapkan Hakim/Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak (Pasal 59 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997).

Putusan Pengadilan “wajib” mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 59 ayat (2) UU No.3 Tahun 1997).

Penjelasan Pasal 59 ayat (2) :

Tidak dipenuhinya ketentuan ini berakibat putusan batal demi hukum.

Putusan Pengadilan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal 59 ayat (3) UU No. 3 Tahun 1997).

Pasal 8 ayat (5) UU No.3 Tahun 1997

“Pemberitaan mengenai perkara anak mulai sejak penyidikan sampai saat sebelum pengucapan putusan pengadilan menggunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wali, atau orang tua asuhnya”.

UPAYA-UPAYA PAKSA


Penahanan

Masa Penahanan, Penahanan Lanjutan dan Perpanjangan Penahanan Dalam Perkara Anak Nakal

Pejabat Yang Berwenang Lama Penahanan/Pasal dari UU No.3 Th 1997 Lama Penahanan Lanjutan/Ijin dari Pasal dari UU No. 3 Th 1997 Lama Perpanjangan Penahanan/Ijin dari/Pasal dari UU No.3 Th 1997
Penyidik 20 hr/Pasal 44 ayat (1) jo (2) 10hr/Penuntut Umum/Pasal 44 ayat (3) 2x15hr/Ketua PN Pasal 50 ayat (1) jo (2) jo (3)
Penuntut Umum 10hr/Pasal 46 ayat (1) jo (2) 15hr/Ketua PN/Pasal 46 ayat (3) 2x15 hr/Ketua PN/Pasal 50 ayat (1) jo (2) jo (3)
Hakim PN 15hr/Pasal 47 ayat (1) jo (2) 30hr/Ketua PN/Pasal 47 ayat (3) 2X15hr/Ketua PT/Pasal 50 ayat (1) jo (2) jo (3)
Hakim Banding/Hakim PT 15hr/Psl 48 ayat (1) jo (2) 30hr/Ketua PT/Pasal 48 ayat (3) 2x15hr/Ketua MA/Pasal 50 ayat (1) jo (2) jo (3)
Hakim Kasasi/Hakim Agung 25hr/Pasal 49 ayat (1) jo (2) 30hr/Ketua MA/Pasal 49 ayat (3) 2x15hr/Ketua MA/Pasal 50 ayat (1) jo (2) jo (3)

Penahanan dapat diperpanjang berdasarkan alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena tersangka/terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter (Pasal 50 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997)

Terhadap perpanjangan penahanan tersebut Tersangka/Terdakwa dapat mengajukan keberatan kepada :

  1. Ketua Pengadilan Tinggi dalam tingkat penyidikan dan penuntutan|

  2. Ketua Ma dalam tingkat pemeriksaan Pengadilan Negara dan Pemeriksaan Banding|

    • Penahanan dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat (Pasal 45 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997)
    • Tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa (Pasal 45 ayat (3) UU No.3 Tahun 1997)
    • Selama dalam tahanan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap dipenuhi (Pasal 45 ayat (4) UU No.3 Tahun 1997).

Sumber : Bambang Dwi Baskoro, Hukum Acara Pidana Lanjut, Universitas Diponegoro