Bagaimana proses penyembuhan Luka?

luka

Bila suatu jaringan di tubuh rusak dan menjadi luka, tubuh akan berusaha untuk mereparasi jaringan tersebut agar dapat digunakan kembali. Proses ini tentu memiliki beberapa fase. Apa saja fase penyembuhan luka?

Penyembuhan luka atau Healing Cascade dimulai segera setelah terjadinya perlukaan, dimana terjadi kontak antara Trombosit dengan kolagen dari jaringan yang terpapar terhadap darah, yang mana akan menyebabkan pelepasan faktor pembekuan dan deposisi fibrin kedalam lokasi luka, bentukan ini bukan hanya berfungsi untuk menghentikan perdarahan, namun juga akan menjadi matrik dan mendasari tahap selanjutnya dari pemyembuhan luka. Platelet melepaskan faktor pembekuan dan berbagai mediator kimia yang dikenal sebagai Sitokin dan growth factor, dua yang terutama adalah PDGF dan TGF-β (Rajan dan Murray, 2008).

PDGF akan memicu proses kemotaksis dari Netrofil, Makrofag, otot polos dan Fibroblas, dan juga memulai proses mitosis dari sel Fibroblas dan otot polos. TGF-β berperan dalam menarik Makrofag dan menstimulasi pelepasan Sitokin- sitokin lain seperti FGF, TNF-α, dan IL-1. TGF-β juga diketahui memperkuat kemotaksis dari Fibroblas dan otot polos, dan memodulasi pembentukan kolagen dan kolagenase. Proses ini secara keseluruhan akan menyebabkan deposisi jaringan ikat baru kedalam lokasi luka yang dikenal sebagai fase proliferasi, dan setelah semua proses epithelialisasi, granulasi, dan neovaskularisasi selesai, akan diikuti oleh suatu proses remodelling untuk mengembalikan struktur yang baru terbentuk mendekat kondisi awalnya (Eming et. al. 2007).

Tahapan Penyembuhan luka
Gambar Tahapan Penyembuhan luka (Rajan dan Murray, 2008). a. Fase Inflamasi b. Fase Proliferasi c. Fase Remodelling

Fase inflamasi

Netrofil merupakan sel radang pertama yang dijumpai pada daerah luka, biasanya mulai muncul dalam 24 jam pertama setelah kerusakan, fungsi utamanya untuk mengeliminasi benda asing, bakteri, sel dan matrik jaringan yang rusak. Sel Mast merupakan sel yang kaya dengan granula berisi berbagai macam enzim, Histamin dan berbagai jenis mediator kimia lain yang bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi pada daerah sekitar luka. Bahan aktif yang dilepaskannya akan memicu serangkaian proses yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga sel monosit bisa dengan mudah bermigrasi kedalam jaringan yang luka (Eming et. al. 2007).

Sel Monosit dalam darah akan menjadi teraktivasi dan menjadi Makrofag setelah 48 jam, yang berperan besar dalam tahap inflamasi penyembuhan luka dan gangguan terhadap fungsi Makrofag akan mengganggu penyembuhan luka. Setelah teraktivasi, sel Makrofag sendiri juga akan menghasilkan PDGF dan TGF-β. Sifat fagositik dari Makrofag bertujuan untuk mengeliminasi sel dan matrik yang rusak, Netrofil yang penuh dengan patogen, benda asing dan sisa bakteri yang masih tersisa. Adanya Wound Macrophage menandakan akhir proses inflamasi dan segera dimulainya proses proliferasi. Limfosit juga dijumpai pada lokasi terjadinya luka, namun sel ini dinyatakan tidak terlalu memiliki peran yang menonjol dalam proses peyembuhan luka dan peran pastinya masih perlu ditelaah lebih lanjut (Rajan dan Murray, 2008).


Gambar Fase Inflamasi, sel-sel dan mediator yang berperan didalamnya (Epstein et. al, 1999)

Fase proliferasi

Fase proliferasi terdiri atas proses reepitelialisasi, neovaskularisasi, dan pembentukan jaringan granulasi, dalam fase ini peran TGF-β yang dilepaskan oleh Trombosit, Makrofag memegang peranan penting sebagai pengatur fungsi Fibroblas. TGF-β memiliki beberapa peran penting dalam pembentukan matrik ekstraselular, yaitu meningkatkan pergerakan sel epidermis, pembentukan kolagen, proteoglikan, dan fibronektin, serta mengurangi produksi dari enzim protease yang merusak matrik. Sitokin- sitokin lain yang berperan dalam proses penyembuhan luka dirangkum pada tabel dibawah ini (Diegelmann, 2004 ; Epstein et. al, 1999).

Tabel Berbagai jenis Sitokin yang berperan pada penyembuhan luka (Epstein et. al, 1999)
image

Fibroblas akan berikatan dengan serabut dari matrik fibrin dan mulai memproduksi kolagen, sampai saat ini telah diketahui ada 23 jenis kolagen, yang dominan ditemukan pada kulit adalah kolagen tipe 1. Pembentukan kolagen dimulai dari pembentukan prokolagen dengan karakter khas triple helix, setelah di sekresikan ke dalam ruang ekstraselular, kemudian akan mengalami hidroksilasi dan kemudian mengalami pembelahan pada gugus terminal peptida prokolagen N dan C oleh enzim Lysyl Oxydase yang memungkinkan terjadinya crosslink yang lebih stabil. Kolagen normal pada kulit tersusun teratur dan memiliki kekuatan regangan yang setara dengan baja, namun pada jaringan parut, ukurannya lebih kecil dan tidak beraturan, sehingga lebih lemah dan mudah sekali rusak dibandingkan jaringan sekitarnya (Diegelman, 2014; Rajan dan Murray, 2008).

Reepitelialisasi terjadi dalam beberapa jam setelah terjadi luka, dan Sitokin yang berperan adalah EGF dan TGFα yang dihasilkan oleh Platelet, Makrofag, dan keratinosit. Karena proses ini memiliki aktivitas metabolik yang tinggi, maka akan timbul peningkatan kebutuhan oksigen dan nutrisi. Penurunan pH, oxygen tension, dan peningkatan laktat dilokasi sekitar luka akan memicu serangkaian proses yang mendorong terbentuknya pembuluh darah baru atau yang lazim dikenal sebagai angiogenesis atau neovaskularisasi, yang terutama dipengaruhi oleh VEGF, bFGF dan TGF-β. Proses ini vital dalam kelangsungan proses selanjutnya yaitu pembentuk jaringan granulasi pada hari ke 4-7 (Diegelman, 2004; Rajan dan Murray, 2008).

Proses angiogenesis bisa dijelaskan secara singkat sebagai berikut: trauma akan menimbulkan kerusakan jaringan, dan bFGF akan segera dilepaskan oleh Makrofag dan VEGF oleh sel epidermis yang mengalami hipoksia. Enzim proteolitik yang dilepaskan akan merusak protein matrik ekstraselular, dan fragmen protein yang dihasilkan akan berfungsi untuk merekrut sel monosit menuju lokasi kerusakan jaringan, yang nantinya Monosit akan teraktivasi dan berubah menjadi Makrofag. Beberapa Sitokin yang dihasilkan Makrofag, seperti bFGF akan menstimulasi endotel untuk melepas tPA yang akan mengubah Plasminogen menjadi Plasmin dan Prokolagenase yang mengaktifkan Polagenase, kedua enzim proteolitik ini akan merusak membran basalis, sehingga memungkinkan sel Endotel yang terstimulasi untuk bergerak dan membentuk pembuluh darah baru dilokasi cedera. Proses angiogenesis akan terhenti setelah terbentuk granulasi dan pembuluh darah baru yang banyak tersebut akan mengalami disintegrasi akibat apoptosis, dengan berakhirnya tahap ini, proses penyembuhan dilanjutkan oleh fase remodelling (Epstein et. al, 1999; Wulff, 2012).


Gambar Fase proliferasi

Fase Remodelling

Sebagian molekul kolagen terdegradasi oleh enzim kolagenase yang didapatkan pada Fibroblas, Makrofag, dan Netrofil pada fase remodelling, disamping itu juga terjadi kontraksi luka (wound contraction) yang merupakan suatu proses kompleks dimana melibatkan berbagai jenis sel, matrik, dan Sitokin. Pada periode ini, Fibroblas memiliki suatu gambaran fenotipe yang disebut myofibroblas, yang mampu melakukan kontraksi, adanya fenomena ini menunjukan adanya pemadatan dari jaringan ikat dan kontraksi dari luka. Proses ini diduga dipicu oleh TGF β1 atau β2 dan PDFG (Rajan dan Murray, 2008).

Remodelling dari kolagen dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan katabolisme kolagen. Degradasi kolagen pada luka juga dipengaruhi oleh beberapa enzim proteolitik yang disebut MMP yang dihasilkan oleh sel Makrofag, epidermis, endothel dan Fibroblas. Keseimbangan antara MMP dan inhibitor dari MMP akan menentukan perkembangan penyembuhan luka. Proses remodelling memungkinan kekuatan jaringan baru yang terbentuk bisa mendekati aslinya, pada 3 minggu pertama setelah cedera, kekuatan ini hanya berkisar 20% dari semula, dalam proses remodelling akan terjadi penggantian serabut kolagen dengan serabut yang lebih besar disertai oleh penguatan crosslinking dari masing masing serabut yang membentuk jaringan yang lebih kuat. Kekuatan maksimal yang bisa dicapai oleh jaringan parut baru hanyalah 70% dari kulit yang normal (Demidova-Rice, et al. 2012; Epstein et. al, 1999).


Gambar Fase Remodelling

Dalam penyembuhan cedera jaringan lunak, baik luka ulseratif kronis (ulkus tungkai, dekubitus), luka traumatis (abrasi, laserasi, luka bakar) atau luka akibat tindakan bedah, terjadi proses dasar biokimia dan seluler yang sama.

Proses fisiologis penyembuhan luka dibagi dalam 4 fase, yaitu :

  1. Respons inflamasi akut terhadap cedera : meliputi hemostasis, pelepasan histamine dan mediator inflamasi lain dari sel-sel yang rusak serta migrasi lekosit (netrofil, monosit dan makrofag) ke tempat luka.

  2. Fase destruktif : pembersihan debris dan jaringan nekrotik oleh netrofil dan makrofag.

  3. Fase proliferative : infiltrasi daerah luka oleh pembuluh darah baru (neovaskularisasi), diperkuat oleh jaringan ikat.

  4. Fase maturasi : meliputi re-epitelisasi, kontraksi luka dan reorganisasi jaringan ikat. Dalam kenyataannya, fase-fase tersebut saling tumpang tindih.Durasi setiap fase dan waktu untuk penyembuhan luka secara sempurna tergantung pada beberapa faktor.

Penyembuhan Luka Primer
Gambar Penyembuhan Luka Primer ( primary closure )

Tabel Perbedaan Penyembuhan Luka Primer dan Sekunder

Penyembuhan Luka Primer (primary closure) Penyembuhan Luka Sekunder (secondary closure)
Menyatukan kedua tepi luka dengan jahitan, plester, skin graft atau flap. Tidak ada tindakan aktif untuk menutup luka, luka sembuh secara alamiah (intervensi hanya berupa cleaning, dressing, kadang pemberian antibiotika).
Hanya sedikit jaringan yang hilang. Jaringan yang hilang cukup luas.
Luka bersih. Luka terbuka atau dibiarkan terbuka, kadang kotor.
Jaringan granulasi yang dihasilkan sangat sedikit. Terbentuk jaringan granulasi cukup banyak.
Re-epitelisasi sempurna dalam 10-14 hari, menyisakan jaringan parut tipis. Luka ditutup oleh re-epitelisasi dan deposisi jaringan ikat sehingga terjadi kontraksi. Jaringan parut dapat luas/ hipertrofik, terutama bila terjadi di daerah presternal, deltoid dan leher.
Penyembuhan Luka Tersier (Tertiary intention). Delayed primary closure : setelah mengulang debridement dan pemberian terapi antibiotika.

Penyembuhan Luka Primer Lambat
Gambar Penyembuhan Luka Primer Lambat ( delayed primary closure )

Penyembuhan Luka Sekunder
Gambar Penyembuhan Luka Sekunder ( secondary closure )

Jaringan ikat yang dihasilkan dari penyembuhan luka sekunder mempunyai karakteristik :

  1. Ukuran lebih besar. Sering menjadi hipertrofik (keloid).
  2. Kurang kuat dibandingkan jaringan ikat yang terbentuk dari penyembuhan luka primer.

Keuntungan penutupan luka primer :

  1. Perawatan luka lebih sederhana dan mudah, hanya perlu menjaga luka jahitan tetap bersih dan kering.
  2. Waktu penyembuhan luka lebih cepat.
  3. Tidak ada rasa nyeri/ rasa nyeri lebih ringan.
  4. Tidak terbentuk jaringan parut/ hanya terbentuk jaringan parut berukuran kecil sehingga hasil kosmetik lebih baik dan tidak mengganggu fungsi.
  5. Mencegah kontaminasi struktur penting di bawah kulit.

Sumber : Buku Pedoman Keterampilan Klinis : Manajemen Luka, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Salah satu fungsi dari proses inflamasi adalah untuk penyembuhan jaringan yang terluka. Penyembuhan dapat terjadi sebagai hasil dari resolusi atau repair. Resolusi hanya dapat terjadi jika regenerasi memungkinkan.

Dalam resolusi terjadi pembersihan elemen inflamasi dari jaringan, sehingga jaringan kembali ke struktur dan fungsi normalnya. Pada proses resolusi terjadi perbaikan pada vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular, lalu pembersihan eksudat inflamasi dan sel-sel yang mati, selanjutnya adalah regenerasi jaringan. Resolusi hanya dapat berlangsung jika kerusakan jaringan tidak luas dan terdapat sel parenkim yang dapat melakukan regenerasi. Selama proses resolusi, makrofag memakan dan menghancurkan neutrofil yang mati, sel jaringan yang mati, dan sel darah merah yang ada pada eksudat, juga fibrin.

Pada regenerasi terjadi penggantian jaringan yang rusak dengan jaringan baru yang asalnya sama. Secara umum, semakin tinggi spesialisasi jaringan, semakin berkurang kapasitasnya untuk regenerasi. Terdapat tiga tingkat regenerasi, yang pertama adalah sel yang terus-menerus membelah sepanjang hidup. Ia memiliki kapasitas terbaik untuk regenerasi. Contohnya adalah sel epitel permukaan, jaringan yang membentuk darah dan jaringan limfoid. Kedua adalah sel yang memiliki kapasitas untuk membelah namun ada batasnya, yaitu sel parenkim dari organ viseral dan sel mesenkim (fibroblas, osteoblas). Ketiga adalah sel yang tidak dapat membelah dan tidak dapat beregenerasi, yaitu neuron, otot lurik, dan otot jantung.

Alternatif lain dari resolusi adalah penyembuhan dengan jaringan fibrosa ( fibrous repair ). Pembentukan jaringan fibrosa yaitu dengan pembentukan jaringan granulasi. Jaringan granulasi adalah jaringan yang kaya akan sel-sel dan tervaskularisasi tinggi, yang menjaga sisa-sisa gel fibrin-fibronektin.Hal ini meliputi proliferasi pembuluh-pembuluh darah kecil ( neovascularization ) dan fibroblas. Jaringan granulasi dibentuk dari jaringan sehat pada tepi luka. Jaringan ini meningkat dalam jumlah besar sampai luka terisi.

Selama dua atau tiga hari injury , dasar luka akan tampak kemerahan. Selama hari- hari berikutnya seluruh permukaan akan menjadi berwarna merah, tampak granular, ini merupakan proses granulasi. Tiap-tiap granula mengandung inti kapiler baru yang meningkat menutupi lapisan fibroblas dan makrofag, ini menghasilkan granula yang kecil. Jaringan granulasi meningkat dengan tipis, dan akhirnya luka terisi dengan jaringan yang baru. Granulasi harus terjadi untuk mengisi luka. Jaringan granulasi merupakan tanda dari proses penyembuhan.

Tahap-tahap penyembuhan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

  • Tahap inflamasi
  • Tahap fibroplastik
  • Tahap remodeling .

Tahap inflamasi dimulai saat terjadi injury jaringan dan saat tak ada faktor lain yang memperpanjang inflamasi. Tahap ini berlangsung 3-5 hari.

Terdapat dua fase pada tahap inflamasi, diantaranya :

  1. Fase vaskular
    Fase vaskular terjadi saat inflamasi. Fase ini dimulai dengan vasokonstriksi awal pembuluh darah yang terganggu akibat dari normal vascular tone. Vasokonstriksi ini memperlambat aliran darah ke area injury dan memulai terjadinya koagulasi darah. Dalam beberapa menit, histamin dan prostaglandin E1 serta E2 bergabung dengan leukosit, menyebabkan vasodilatasi dan membuka ruangan kecil antara sel endotel, sehingga plasma keluar dan leukosit bermigrasi ke dalam jaringan interstitial.

    Fibrin dari transudat plasma menyebabkan obstruksi limfatik dan transudat plasma berakumulasi pada area injury untuk menghilangkan kontaminan. Pengumpulan cairan ini disebut edema.

    Tanda utama inflamasi adalah eritema, edema, rasa panas, dan rasa sakit. Rasa panas dan eritema disebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Pembengkakan disebabkan transudasi cairan. Rasa sakit dan hilangnya fungsi disebabkan histamin, kinin, dan prostaglandin yang dibebaskan leukosit, serta karena tekanan edema.

  2. Fase selular
    Fase ini dipicu oleh aktivasi serum komplenen oleh injury jaringan. Produk complement-split, terutama C3a dan C5a bertindak sebagai faktor kemotaksis dan menyebabkan PMN mengalami marginasi, lalu bermigrasi melewati dinding pembuluh darah (diapedesis).

    Saat berkontak dengan material asing, neutrofil membebaskan isi lisosomnya (degranulasi). Enzim lisosom, terutama protease, menghancurkan material asing dan membersihkan jaringan nekrotik. Pembersihan debris juga dilakukan makrofag, yang melakukan fagositosis material asing dan jaringan nekrotik.

    Seiring dengan berjalannya waktu, limfosit (B dan T) berakumulasi pada area injury . Limfosit B dapat mengenali antigen, memproduksi antibodi yang mengingatkan sistem imun dalam mengidentifikasi benda asing, serta berinteraksi dengan komplemen untuk melisiskan benda asing. Limfosit T dibagi menjadi tiga kelompok. Sel T helper yang menstimulasi proliferasi dan diferesiasi sel B. Sel T supressor yang mengatur kerja sel T helper. Sel T sitotoksik ( killer) melisiskan sel yang membawa antigen asing.

image

Tahap selanjutnya adalah tahap Fibroplastik. Fibrin yang diperoleh dari koagulasi darah, akan menutup luka dengan membentuk anyaman. Pada anyaman tersebut fibroblas dapat mulai mengeluarkan ground substance dan tropokolagen. Ground substance terdiri dari banyak mukopolisakarida yang bertindak sebagai penggabung serat kolagen. Fibroblas mengubah sel mesenkim pluropotensial yang bersirkulasi dan yang lokal, sehingga dimulai produksi tropokolagen pada hari ke ke-3 dan ke-4 setelah injury . Fibroblas juga mensekresikan fibronectin, protein yang memiliki banyak fungsi. Fibronectin membantu dalam menstabilkan fibrin, mengenali benda asing yang harus dihilangkan oleh sistem imun, dan bertindak sebagai faktor kemotaksis bagi fibroblas, serta membantu makrofag di sepanjang untaian fibrin untuk fagositosis fibrin. Jaring-jaring fibrin juga digunakan oleh kapiler yang muncul dari pembuluh darah di sepanjang tepi luka, untuk menyatukan luka.

Saat fibroplasia terus berlangsung, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sel baru, fibrinolisis terjadi. Ini disebabkan oleh plasmin yang dibawa oleh kapiler baru untuk menghilangkan jaring-jaring fibrin yang tak diperlukan lagi. Tropokolagen yang dideposit oleh fibroblas membuat terbentuknya kolagen. Awalnya kolagen diproduksi dalam jumlah banyak dan susunannya tidak teratur. Orientasi yang buruk dari serat menurunkan keefektifan kolagen dalam menghasilkan wound strength. Walau susunan kolagen buruk, wound strength secara cepat meningkat pada tahap fibroplastik, yang normalnya bertahan dua sampai tiga minggu.

Secara klinis, luka pada akhir tahap fibroplastik akan kaku, karena banyaknya kolagen, serta tampak eritema karena tingginya vaskularisasi.

image

Selanjutnya masuk ke tahap remodeling. Pada tahap ini serat kolagen yang tidak teratur tadi dihancurkan dan digantikan dengan serat kolagen baru yang berorientasi lebih baik dalam menahan tensile force luka. Wound strength meningkat tapi tidak sebesar peningkatan pada tahap fibroplastik. Karena serat kolagen memiliki keefektifan yang lebih baik, maka hanya dibutuhkan sedikit, sehingga kelebihan kolagen dihilangkan, dan luka menjadi lebih lembut.

image

Saat metabolisme luka menurun, vaskularisasi juga menurun, sehingga eritema hilang. Proses akhir yang dimulai pada akhir tahap fibroplastik dan berlangsung selama awal remodeling adalah kontraksi luka. Pada banyak kasus, kontraksi luka memiliki keuntungan bagi penyembuhan luka. Selama kontraksi luka, bagian tepi luka bermigrasi ke arah satu sama lainnya. Pada luka yang tidak terdapat aposisi, kontraksi luka akan mengurangi ukuran luka.

image

Terdapat faktor-faktor lokal dan sistemik yang mempengaruhi proses penyembuhan. Faktor lokal yang mempengaruhi proses penyembuhan antara lain adalah infeksi, sirkulasi lokal, benda asing dan imobilisasi.

Infeksi, jika ada, mungkin mencegah perbaikan jaringan ikat dan memperlama respon inflamasi. Bakteri berkompetisi dengan sel host untuk mendapatkan oksigen. Bakteri juga menyebabkan neutrofil membebaskan enzim lisosom, sehingga terjadi proteolisis.

Sirkulasi lokal harus cukup untuk menyediakan substrat untuk pembentukan jaringan baru. Penyakit arterial yang membatasi aliran darah dan abnormalitas vena yang menghambat drainase, dapat mengganggu proses penyembuhan.

Benda asing yang terpajan pada luka merupakan komplikasi pada proses debridement . Subtansi seperti talcum powder, suture material, sponge , dan lain-lain, mungkin menjadi resisten untuk fagositosis atau menyebabkan iritasi kronik yang menghasilkan inflamasi kronik, ditunjukkan oleh reaksi foreign body . Imobilisasi yang tidak baik pada jaringan yang mengalami injury mungkin menyebabkan gangguan pada pembentukan jaringan ikat baru.

Sedangkan faktor sistemik yang mempengaruhi penyembuhan adalah usia, nutrisi, gangguan hematologi, penyakit vaskular, diabetes mellitus, dan terapi kortikosteroid.

Usia mungkin bukanlah merupakan faktor yang penting. Pada individu yang sehat , perbedaan dalam proses penyembuhan yang tidak besar, tidak juga berhubungan secara langsung dengan usia mereka.

Malnutrisi, terutama kekurangan protein, memiliki efek pada proses penyembuhan luka. Efek yang merugikan kekurangan vitamin C adalah pada gangguan sintesis kolagen. Penyembuhan luka juga tertunda pada pasien dengan kekurangan zinc . Kekurangan vitamin D juga mungkin berpengaruh pada proses penyembuhan tulang.

Gangguan hematologi, seperti granulositopenia dan kelainan kemotaksis atau fagositosis leukosit, akan meningkatkan resiko infeksi, sehingga menghambat proses penyembuhan. Pada kelainan perdarahan, ekstravasasi darah yang berlebihan ke luka akan menyediakan substrat untuk pertumbuhan bakteri.

Penyakit vaskular seperti atherosklerosis mungkin menurunkan suplai darah ke daerah injury .

Diabetes mellitus sering menghasilkan penyakit arterial yang menyeluruh dan mungkin mengurangi aliran darah ke daerah luka. Sebagai tambahan, diabetes meningkatkan resiko terjadinya infeksi.

Glukokortikosteroid memiliki dampak terhadap respon inflamasi- reparatif. Fibroplasia dan neovaskularisasi menjadi terhambat. Pasien yang menerima sejumlah kortikosteroid selama atau setelah bedah harus dipantau secara hati-hati. Ketika kortikosteroid digunakan dalam perawatan suatu penyakit, dosis yang dibutuhkan untuk menghambat proses penyembuhan umumnya lebih tinggi daripada dosis yang biasa diresepkan.