Bagaimana proses Penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan oleh KPK?

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bagaimana proses Penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan oleh KPK ?

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas: “melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi”. Hal ini diatur pada Pasal 6 huruf c UU 30/2002.

Berdasarkan Pasal 38 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan,dan penuntutan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sedangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak berlaku bagi penyidik tindak pidana korupsi sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang (Pasal 12 UU 30/2002):

  1. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
  2. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
  3. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
  4. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
  5. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
  6. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;
  7. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;
  8. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;
  9. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

Penyidikan


Penyelidik adalah Penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Penyelidik melaksanakan fungsi penyelidikan tindak pidana korupsi.

Penyelidik bertugas untuk mencari Bukti Permulaan yang Cukup dari tindak pidana korupsi, dengan ketentuan terkait Bukti Permulaan yang Cukup sebagai berikut :

  1. Jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut, penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

  2. Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik.

  3. Dalam hal penyelidik melakukan tugasnya tidak menemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan penyelidikan.

  4. Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan.

  5. Dalam hal penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. (Pasal 44 UU 30/2002)

Penyidik KPK dalam melakukan proses penyidikan wajib membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan yang sekurang-kurangnya memuat:

  1. nama, jenis, dan jumlah barang atau benda berharga lain yang disita;
  2. keterangan tempat, waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyitaan;
  3. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang atau benda berharga lain tersebut;
  4. tanda tangan dan identitas penyidik yang melakukan penyitaan; dan
  5. tanda tangan dan identitas dari pemilik atau orang yang menguasai barang tersebut.

Salinan berita acara penyitaan tersebut selanjutnya disampaikan kepada tersangka atau keluarganya.

Selain itu, uUntuk kepentingan penyidikan, tersangka tindak pidana korupsi wajib memberikan keterangan kepada penyidik tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka.

Setelah penyidikan dinyatakan cukup, penyidik membuat berita acara dan disampaikan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk segera ditindaklanjuti.

Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh kepolisian atau kejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan.

Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan wajib dilakukan koordinasi secara terus menerus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan, kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.

Penuntutan


Penuntut adalah Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Penuntut Umum, setelah menerima berkas perkara dari penyidik, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas tersebut, wajib melimpahkan berkas perkara tersebut kepada Pengadilan Negeri. dan setelah itu diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Negeri wajib menerima pelimpahan berkas perkara dari Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa dan diputus.

Undang-Undang terkait dengan Komisi Pemberantasan Korupsi secara lengkap dapat dilihat pada attachment dibawah ini,

UU 30 Tahun 2002 Tentang KPK.pdf (164.8 KB)

Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk menurut UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tujuan dibentuknya KPK adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pasal 1 butir 3 UU No.30 Tahun 2002 : yang dimaksud dengan pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor; penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 1 butir 1 UU No.30 Tahun 2002 yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 1 butir 2 UU No.30 Tahun 2002 : yang dimaksud dengan Penyelenggara Negara adalah Penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

FUNGSI KPK


Dalam Penjelasan Umum UU NO.30 Tahun 2002

  1. sebagai penyusun jaringan kerja (Networking) yang kuat dalam pemberantasan korupsi;

  2. sebagai “counter partner” bagi institusi yang telah ada dalam kegiatan pemberantasan korupsi dengan tidak memonopoli tugas dan wewenang Penyelidikan, penyidikan dan penuntutan;

  3. sebagai pemicu dan pemberdaya institusi yang telah ada dalam pemberantasan tindak pidana korupsi (“Trigger Mechanism”)

  4. sebagai superbody dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebab berfungsi melakukan supervisi dan dalam keadaan tertentu dapat mengambilalih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan penuntutan yang sedang dilaksanakan oleh Kepolisian dan/atau Kejaksaan.

TUGAS KPK melakukan (Pasal 6 UU No.30 Tahun 2002) :

  • Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

  • *Supervisi * terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

  • Penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;

  • Tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan

  • Monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara

WEWENANG KPK

a. melakukan koordinasi

KPK berwenang dalam :

  1. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi;

  2. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;

  3. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;

  4. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan

  5. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi (Pasal 7 UU No. 30 Tahun 2002).

b. Melakukan supervisi

KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik (Pasal 8 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002), yang untuk itu berwenang untuk melakukan :

  1. mengambilalih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan (Pasal 8 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002)

  2. Kepolisian atau Kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan KPK (Pasal 8 ayat (3) UU No. 30 Tahun 2002)

  3. membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada KPK (Pasal 8 ayat (4) UU No.30 Tahun 2002)

  4. memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani (Pasal 10 UU No.30 Tahun 2002)

Pengambilalihan penyidikan dan penuntutan oleh KPK dengan alasan sebagai berikut :

  1. Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;

  2. proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-berlarut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;

  3. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;

  4. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;

  5. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif atau legislatif, atau

  6. keadaan lain yang menurut pertimbangan Kepolisian atau Kejaksaan, penanganan tindakan pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 9 UU No.30 Tahun 2002)

c. melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :

  1. melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara negara;

  2. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat dan/atau

  3. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu milyar rupiah).

(Pasal 11 UU No.30 Tahun 2002) yang untuk itu berwenang untuk :

  1. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;

  2. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negara;

  3. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;

  4. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait;

  5. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;

  6. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;

  7. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;

  8. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan dan penyitaan barang bukti di luar negeri;

  9. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, Penggeledahan dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani. (Pasal 12 UU No. 30 Tahun 2002). Disamping itu juga berwenang : melakukan kewenangan-kewenangan sebagaimana yang dimiliki oleh Penyelidik, Penyidik, Penuntut Umum sebagaimana diatur di dalam KUHAP (Pasal 38 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002) namun tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi (Pasal 40 UU No.30 Tahun 2002).

d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi, yang untuk itu berwenang :

  1. melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan Penyelenggara negara;

  2. menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;

  3. menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan;

  4. merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi;

  5. melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;

  6. melakukan kerjasama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

e. Melakukan monitoring, yang untuk itu berwenang :

  1. melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah;

  2. memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;

  3. melaporkan kepada Presiden RI,DPR RI dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut tidak dipindahkan. (Pasal 14 UU No.30 Tahun 2002)

KEWAJIBAN KPK


PASAL 15 UU NO. 30 TAHUN 2002

  1. memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi;

  2. memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya;

  3. menyusun laporan tahunan dan menyampaikan kepada Presiden RI, DPR RI dan BPK;

  4. menegakkan sumpah jabatan;

  5. menjalankan tugas, tanggungjawab dan wewenangnya berdasarkan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

KPK menjalankan tugas & wewenangnya berasaskan pada :

  1. kepastian hukum; yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang KPK;

  2. Keterbukaan yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar , jujur dan tidak diskriminatif tentang kinerja KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya;

  3. akuntanbilitas; yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan KPK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  4. kepentingan umum; yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif;

  5. proporsionalitas; yang dimaksud dengan “proporsionalitas” adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggungjawab dan kewajiban KPK.

Penjelasan pasal 5 UU No.30 Tahun 2002

KPK berkedudukan di ibu kota negara RI dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara RI (Pasal 19 ayat (1) UU No., 30 Tahun 2002. KPK dapat membentuk Perwakilan di daerah provinsi (ayat (2) pasal tersebut).

PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN


Penyelidikan

  • Penyelidik adalah penyelidik pada KPK yang melaksanakan fungsi Penyelidikan TPK (Pasal 43 ayat (1),(2) UU No.30 Tahun 2002).

  • Dalam hal tidak menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan TPK, melaporkan kepada KPK sehingga KPK akan menghentikan Penyelidikan (Pasal 44 ayat (3) UU No.30 Tahun 2002)

  • Dalam hal menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan TPK, dalam waktu paling lambat 7 hari kerja terhitung sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut. Penyelidik melaporkan kepada KPK (Pasal 44 ayat (1) UU No.30/2002 :
    “Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optic” (ayat (2) pasal yang bersangkutan).

  • Bila KPK berpendapat perkara diteruskan, KPK dapat melaksanakan penyidikan sendiri atau melimpahkan kepada Kepolisian atau Kejaksaan (ayat (4) pasal yang bersangkutan).
    Penyidikan

  • Penyidik adalah Penyidik pada KPK yang melaksanakan fungsi penyidikan Tindak Pidana Korupsi (Pasal 45 ayat (1), (2) UU No.30 Tahun 2002)

  • Penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dilaksanakan berdasarkan perintah dan bertindak untuk dan atas nama KPK (Pasal 39 ayat (2) UU No.30 Tahun 2002)

  • KPK dapat melaksanakan kerjasama dalam Penyelidikan, penyidikan dan penuntutan TPK dengan lembaga penegak hukum negara lain sesuai peraturan perUUan yang berlaku atau berdasarkan perjanjian internasional yang telah diakui Pemerintah RI (Pasal 41 UU No.30 Tahun 2002).

  • KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan Penyelidikan, penyidikan, penuntutan TPK yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum koneksitas (Pasal 42 UU No. 30 Tahun 2002)

  • Terhitung sejak tanggal penetapan sebagai tersangaka berlaku prosedur khusus dalam rangka pemeriksaan tersangka berdasar UU No.30 Tahun 2002, namun tidak boleh mengurangi hak-hak tersangka (Pasal 46 ayat (1), (2) UU No.30 Tahun 2002)

  • Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua PN (Pasal 47 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002).

  • Penyidik membuat Berita Acara Penyitaan pada hari penyitaan yang membuat sekurang-kurangnya :

    1. nama, jenis dan jumlah barang atau benda berharga lain yang disita;
    2. keterangan tepat, waktu, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan penyitaan;
    3. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang atau benda berharga lain tersebut;
    4. tanda tangan dan identitas penyidik yang melakukan penyitaan; dan
    5. tanda tangan dan identitas dari pemilik atau orang yang menguasai barang tersebut (Pasal 47 ayat (3) UU No.30 Tahun 2002). Salinan Berita Acara Penyitaan disampaikan pada tersangka/keluarganya (ayat (4) pasal yang bersangkutan).
  • Untuk kepentingan penyidikan, tersangka TPK wajib memberikan keterangan kepada Penyidik tentang seluruh harta bendanya dan harta benda isteri/suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan TPK yang dilakukan tersangka (Pasal 48 UU No.30 Tahun 2002)

  • Penyidik membuat berita acara penyidikan dan disampaikan kepada Pimpinan KPK untuk segera ditindak lanjuti (Pasal 49 UU No.30 Tahun 2002)

  • Dalam hal KPK sudah mulai melakukan penyidikan maka kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan (Pasal 50 ayat (3) UU No.30 Tahun 2002). Dalam hal penyidikan dilakukan bersamaan oleh Kepolisian dan/atau Kejaksaan dan KPK maka penyidikan yang dilakukan Kepolisian/Kejaksaan segera dihentikan (ayat (4) pasal yang bersangkutan).

Dalam hal KPK belum melakukan penyidikan dan terhadap perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh Kepolisian/Kejaksaan maka instansi yang bersangkutan harus memberitahu KPK paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan (Pasal 50 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002) yang untuk itu wajib dilakukan koordinasi secara terus menerus dengan KPK (ayat (2) pasal yang bersangkutan).

Penuntutan

  • Penuntut adalah Penuntut Umum pada KPK yang melaksanakan fungsi penuntutan TPK (Pasal 51 ayat (1), (2) UU No.30 Tahun 2002). Penuntut sebagaimana tersebut adalah Jaksa Penuntut Umum (ayat (3), pasal yang bersangkutan)

  • Setelah menerima berkas perkara dari Penyidik, paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak tanggal diterima berkas, wajib melimpahkan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Negara (Pasal 52 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002). Ketua Pengadilan Negeri wajib menerima pelimpahan berkas perkara dari KPK untuk diperiksa dan diputus (ayat (2) pasal yang bersangkutan).

Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

  • Hakim Pengadilan Tipikor terdiri atas hakim Pengadilan Negeri dan hakim ad hoc (Pasal 56 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002).

  • Pemeriksaan dilakukan majelis hakim berjumlah 5 orang terdiri dari 2 orang hakim PN ybs dan 3 orang hakim ad hoc (Pasal 58 ayat (2) UU No.30 Tahun 2002). Perkara diperiksa dan diputus Pengadilan Tipikor dalam waktu 90 hari kerja terhitung sejak tanggal perkara dilimpahkan ke Pengadilan TPK (Pasal 58 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002).

  • Perkara permohonan banding diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 60 hari kerja terhitung sejak tanggal perkara diterima Pengadilan Tinggi (Pasal 59 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002). Pemeriksaan dengan majelis hakim berjumlah 5 orang terdiri dari 2 orang hakim Pengadilan Tinggi ybs dan 3 orang hakim ad hoc. (ayat (2) pasal ybs).

  • Perkara permohonan kasasi diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari kerja terhitung sejak tanggal berkas perkara diterima oleh MA (Pasal 60 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002). Pemeriksaan dengan majelis hakim berjumlah 5 orang terdiri dari 2 orang hakim agung dan 3 orang hakim ad hoc (ayat (2) pasal ybs).

Sumber : Bambang Dwi Baskoro, Hukum Acara Pidana Lanjut, Universitas Diponegoro