Bagaimana Proses pengkajian keperawatan dalam keperawatan jiwa?

Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang adalah perawatan langsung, komunikasi dan management, bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan.

Bagaimana Proses keperawatan dalam keperawatan jiwa ?

Proses keperawatan

Proses keperawatan merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan pada pasien (individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat) yang logis, sistematis, dinamis, dan teratur (Depkes, 1998; Keliat, 1999). Proses ini bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

Pelaksanaan proses keperawatan jiwa bersifat unik, karena sering kali pasien memperlihatkan gejala yang berbeda untuk kejadian yang sama, masalah pasien tidak dapat dilihat secara langsung, danpenyebabnya bervariasi. Pasien banyakyangmengalamikesulitan menceritakan permasalah yang dihadapi, sehingga tidak jarang pasien menceritakan hal yang sama sekali berbeda dengan yang dialaminya. Perawat jiwa dituntut memiliki kejelian yang dalam saat melakukan asuhan keperawatan. Proses keperawatan jiwa dimulai dari pengkajian (termasuk analisis data dan pembuatan pohon masalah), perumusan diagnosis, pembuatan kriteria hasil, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Fortinash, 1995).

Pengkajian


Pengkajian sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi pengumpulan data, analisis data, dan perumusan masalah pasien. Data yang dikumpulkan adalah data pasien secara holistik, meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Seorang perawat jiwa diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self awareness), kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi secara terapeutik, dan kemampuan berespons secara efektif (Stuart dan Sundeen, 2002) karena hal tersebut menjadi kunci utama dalam menumbuhkan hubungan saling percaya dengan pasien.

Hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien akan memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Oleh karenanya, dapat membantu pasien menyelesaikan masalah sesuai kemampuan yang dimilikinya. Stuart dan Sundeen (2002) menyebutkan bahwa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki pasien adalah aspek yang harus digali selama proses pengkajian.

Secara lebih terstruktur pengkajian kesehatan jiwa meliputi hal berikut.

  1. Identitas pasien
  2. Keluhan utama/alasan masuk
  3. Faktor predisposisi
  4. Aspek fisik/biologis
  5. Aspek psikososial
  6. Status mental
  7. Kebutuhan persiapan pulang
  8. Mekanisme koping
  9. Masalah psikososial dan lingkungan
  10. Pengetahuan
  11. Aspek medis

Data dikelompokkan menjadi data objektif dan data subjektif. Data objektif adalah data yang didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan secara langsung oleh perawat. Data subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh pasien dan/atau keluarga sebagai hasil wawancara perawat.

Jenis data yang diperoleh dapat sebagai data primer bila didapat langsung oleh perawat, sedangkan data sekunder bila data didapat dari hasil pengkajian perawat yang lain atau catatan tim kesehatan lain.

Setelah data terkumpul dan didokumentasikan dalam format pengkajian kesehatan jiwa, maka seorang perawat harus mampu melakukan analisis data dan menetapkan suatu kesimpulan terhadap masalah yang dialami pasien. Kesimpulan itu mungkin adalah sebagai berikut.

  1. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan.

    • Pasien memerlukan pemeliharaan kesehatan dengan follow up secara periodik, karena tidak ada masalah serta pasien telah memiliki pengetahuan untuk antisipasi masalah.
    • Pasien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan promosi sebagai program antisipasi terhadap masalah.
  2. Ada masalah dengan kemungkinan.

  • Risiko terjadinya masalah, karena sudahada faktoryangmungkindapat menimbulkan masalah.
  • Aktual terjadi masalah dengan disertai data pendukung.

Hasil kesimpulan tersebut kemudian dirumuskan menjadi masalah keperawatan. Dalam merumuskan masalah sebaiknya mengacu pada rumusan pada tabel di bawah ini.

TABEL Rumusan Masalah Keperawatan
image
image
Sumber: Carpenito, 1997 dikutip oleh Keliat, 1999

Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan. Sejumlah masalah pasien akan saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (FASID, 1983; INJF, 1996). Untuk membuat pohon masalah, minimal harus ada tiga masalah yang berkedudukan sebagai penyebab (causa), masalah utama (core problem), dan akibat (effect). Meskipun demikian, sebaiknya pohon masalah merupakan sintesis dari semua masalah keperawatan yang ditemukan dari pasien.

Dengan demikian, pohon masalah merupakan rangkat urutan peristiwa yang menggambarkan urutan kejadian masalah pada pasien sehingga dapat mencerminkan psikodimika terjadinya gangguan jiwa.

  1. Masalah utama adalah prioritas masalah dari beberapa masalah yang ada pada pasien. Masalah utama bisa didapatkan dari alasan masuk atau keluhan utama saat itu (saat pengkajian).

  2. Penyebab adalah sal satu dari beberapa masalah yang merupakan penyebab masalah utama, masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian seterusnya.

  3. Akibat adalah salah satu dari beberapa akibat dari masalah utama. Efek ini dapat menyebabkan efek yang lain dan demikian selanjutnya.

image
GAMBAR Contoh Pohon Masalah

Contoh pohon masalah ini menggambarkan proses terjadinya masalah risiko mencederai diri, orang lain, atau lingkungan. Pada penerapan di kasus nyata, semua daftar masalah yang ditemukan saat pengkajian keperawatan harus diidentifikasi dan disusun berdasar urutan peristiwa sehingga menggambarkan psikodinamika yang komprehensif.

Diagnosis


Menurut Carpenito (1998), diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual atau potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/ proses kehidupan.

Rumusan diagnosis yaitu Permasalahan (P) berhubungan dengan Etiologi
(E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat secara ilmiah.

Perumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah dibuat. Misalnya pada pohon masalah di atas, maka dapat dirumuskan diagnosis sebagai berikut.

  1. Sebagai diagnosis utama, yakni masalah utama menjadi etiologi, yaitu risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.

  2. Perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.

  3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah kronis.

Pada rumusan diagnosis keperawatan yang menggunakan typology single diagnosis, maka rumusan diagnosis adalah menggunakan etiologi saja. Berdasarkan pohon masalah di atas maka rumusan diagnosis sebagai berikut.

  1. Perubahan sensori persepsi: halusinasi.
  2. Isolasi sosial: menarik diri.
  3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis.

Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana tindakan keperawatan terdiri atas empat komponen, yaitu tujuan umum, tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan, dan rasional. Tujuan umumberfokus pada penyelesaian masalah (P). Tujuan ini dapat dicapai jika tujuan khusus yang ditetapkan telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E). Tujuan ini merupakan rumusan kemampuan pasien yang harus dicapai. Pada umumnya kemampuan ini terdiri atas tiga aspek, yaitu sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 2002).

  1. Kemampuan kognitif diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosis keperawatan.
  2. Kemampuan psikomotor diperlukan agar etiologi dapat selesai.
  3. Kemampuan afektif perlu dimiliki agar pasien percaya akan kemampuan menyelesaikan masalah.

Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat dilaksanakan untuk mencapai setiap tujuan khusus. Sementara rasional adalah alasan ilmiah mengapa tindakan diberikan. Alasan ini bisa didapatkan dari literatur, hasil penelitian, dan pengalaman praktik. Rencana tindakan yang digunakan di tatanan kesehatan kesehatan jiwa disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan jiwa Indonesia. Standar keperawatan Amerika menyatakan terdapat empat macam tindakan keperawatan, yaitu (1) asuhan mandiri, (2) kolaboratif, (3) pendidikan kesehatan, dan (4) observasi lanjutan.

Tindakan keperawatan harus menggambarkan tindakan keperawatan yang mandiri, serta kerja sama dengan pasien, keluarga, kelompok, dan kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa yang lain.
Mengingat sulitnya membuat rencana tindakan pada pasien gangguan jiwa, disarankan membuat Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan (LPSP), yang berisi tentang proses keperawatan dan strategi pelaksanaan tindakan yang direncanakan.

Proses keperawatan dimaksud dalam LPSP ini adalah uraian singkat tentang satu masalah yang ditemukan, terdiri atas data subjektif, objektif, penilaian (assessment), dan perencanaan (planning) (SOAP). Satu tindakan yang direncanakan dibuatkan strategi pelaksanaan (SP), yang terdiri atas fase orientasi, fase kerja, dan terminasi.

  • Fase orientasi menggambarkan situasi pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan, kontrak waktu dan tujuan pertemuan yang diharapkan.
  • Fase kerja berisi beberapa pertanyaan yang akan diajukan untuk pengkajian lanjut, pengkajian tambahan, penemuan masalah bersama, dan/atau penyelesaian tindakan.
  • Fase terminasi merupakan saat untuk evaluasi tindakan yang telah dilakukan, menilai keberhasilan atau kegagalan, dan merencanakan untuk kontrak waktu pertemuan berikutnya.

Dengan menyusun LPSP, diharapkan tidak mengalami kesulitan saat wawancara atau melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien gangguan jiwa. Hal ini terjadi karena semua pertanyaan yang akan diajukan sudah dirancang, serta tujuan pertemuan dan program antisipasi telah dibuat jika tindakan atau wawancara tidak berhasil. Berikut salah satu contoh bentuk LPSP.

image
image
image

Implementasi Tindakan Keperawatan


Sebelum tindakan keperawatan diimplementasikan perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien saat ini (here and now). Perawat juga perlu mengevaluasi diri sendiri apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Setelah tidak ada hambatan lagi, maka tindakan keperawatan bisa diimplementasikan.

Saat memulai untuk implementasi tindakan keperawatan, perawat harus membuat kontrak dengan pasien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta pasien yang diharapkan. Kemudian penting untuk diperhatikan terkait dengan standar tindakan yang telah ditentukan dan aspek legal yaitu mendokumentasikan apa yang telah dilaksanakan.

Evaluasi


Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu (1) evaluasi proses atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, dan (2) evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan dengan membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditetapkan.

Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut.

  • S : respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
  • O : respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
  • A : analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi terhadap masalah yang ada.
  • P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.

Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut.

  1. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah).
  2. Rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua tindakan tetapi hasil belum memuaskan).
  3. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada).

Rencana selesai jika tujuan sudah tercapai dan perlu mempertahankan keadaan baru.

Sumber :

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Salemba Medika, 2015.