Al-Qur’an sebagai sumber ajaran inti agama Islam, diturunkan untuk menjelaskan kepada manusia hal-hal yan tidak bisa dimengerti oleh akal mereka secara mandiri, seperti esensi iman, ritual-ritual ibadah, serta landasan-landasan etis dan hukum yan berguna untuk mengatur interaksi sosial di antara sesama manusia. selain itu, al-Qur’an juga membicarakan alam semesta, yang meliputi bumi dan langit, unsur-unsurnya yang beraneka ragam, para penghuninya, serta fenomena-fenomena di dalamnya.
Perlu diketahui bahwa ketika al-Quran membicarakan tentang alam semesta (universe) ini, al-Quran tidak membahasnya secara detail. Al-Quran hanya membahas garis besarnya saja, karena al-Quran bukanlah kitab kosmologi atau buku-buku ilmu pengetahuan umumnya yang menguraikan penciptaan alam semesta secara sistematis. Namun, lebih dari seritu ayat berbicara tentang alam semesta ini, untuk membuktikan kekuasaan, ilmu, dan kebijaksanaan tak terbatas Sang Pencipta, yang memapu menciptkan jagat raya ini, melenyapkannya, lalu mengembalikannya ke bentuknya semua.
Al-Quran sedikit sekali bebicara tentang kejadian alam (kosmogoni). Mengenai metafisikan penciptaan, al-Quran hanya mengatakan bahwa alam semesta beserta segala sesuatu yang hendak diciptakan Allah didalamnya tercipta sekedar dengan firman-Nya; “jadilah!” (2:117; 3:47,59; 6;73; 16:40; 19:35; 36:82; 40:68).
Informasi yang kita dapat dari al-Quran tentang penciptaan alam itu terungkap dengan berbagai kata yang digunakan dalam bentuk kata pengungkapan penciptaan alam. Diantara kata tersebut adalah bad’, ja’l, kholq, (semua kata-kata tersebut dalam term ini bermakna menciptakan). Masih banyak lagi dalam al-Quran bentuk kata-kata pengungkapan penciptaan diantaranya; Bad’, fathr, shun’, ja’l, amr, bad’ dan lainnya. Namun, fokus al-Quran terhadap penciptaan alam hanya tersirat pada tiga bentuk pengungkapan kata diatas.
Hal tersebut dapat kita lihat dalam firma Allah SWT berikut ;
Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Diaberkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” Lalu jadilah ia (QS. Al-Baqarah: 117).
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.” (QS. Hud: 7).
Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari padaNya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (QS. As-Sajdah: 4).
Berangkat dari informasi ayat-ayat al-Quran tentang penciptaan alam, maka penulis berusaha menjelaskan proses penciptaan alam semesta menurut al-Quran. Untuk mencapai maksud tersebut, memang dirasakan kesulitan tersendiri, karena al-Quran selain bersifat universal dan informasinya mengandung prinsip-prinsip dasarnya saja, juga yang dibicarakannya menyangkut alam fisis.
Dari informasi pertama tentang proses penciptaan alam semesta yang terdiri dari tiga bentuk kata yang erat kaitannya dengan hal ini, yaitu khalq, bad’ dan fathr, tidak ditemukan pada redaksinya penjelasan yang tegas, apakah alam semesta diciptakan dari materi yang sudah ada atau dari ketiadaan? Jadi ketiga bentuk kata tersebut hanya menjelaskan bahwa Allah pencipta alam semesta tanpa menyebut dari ada tiadanya.
Sementara “Ibnu Jarir dalam Tarikh al-Thobari” menyinggung bahwa periodesasi atau tahapan penciptaan alam dapat disimak dari hadits Nabi ketika menjawab pertanyaan orang-orang Yahudi yang mendatangi Rosul saw dan menanyakan perihal penciptaan langit dan bumi.
Maka Rosul menjawab bahwa
“Allah menciptakan bumi pada hari ahad dan senin, lalu menciptakan gunung-gunung pada hari selasa, lalu di hari rabu allah menciptkan pepohonan, air dan infastuktur bumi, bangunan dan perusakan, pada hari kamis Allah menciptakan langit. Lalu pada hari jum’at Allah menciptakan bintang- bintang, matahari dan malaikat, hingga tersisa tiga masa (sa’at) dari zaman itu, pada masa pertama (al-sâ’ah al-ûla) dari tiga masa tersebut adalah penciptaan ketentuan-ketentuan hidup dan mati, kedua (al-sâ’ah al-tsâniyah) memberikan suatu cobaan terhadap segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, ketiga (al-sâ’ah al-tsâlitsah) menciptakan adam dan menempatkannya di surga dan memerintahkan pada iblis untuk bersujud padanya dan mengeluarkan iblis dari surga”. Kemudian orang-orang Yahudi tadi bertanya tentang apa yang dikerjakan Allah selanjutnya, Muhammad menjawab “kemudian Allah bersemanyam dalam arsy”
Lantas mereka berkata ‘kamu benar seandaikan kamu sempurnakan lagi (dari cerita)’, mereka menjawab, kemudian (Allah) beristirahat. Dengan ucapan tadi Nabi amat marah, maka turunlah ayat
“Dan kami telah menciptakan langit dan bumi dan diantara keduanya selama enam masa tanpa kecapaian. Maka bersabarlah (wahai Muhammad) atas ucapan mereka….” Surat Qaf : 38-39.
Kemudian proses berikutnya dideskripsikan oleh surat al- Anbiya’/21: 30,
“Apakah orang-orang kafir tidak mengetahi bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air kami jadikan segala sesuau yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”. (QS. Al- Anbiya’: 30).
Ayat ini merupakan satu-satu ayat al-Quran yang menerangkan “pembentangan” alam semesta. Dapat disimpulkan bahwa ruang alam (al-sama’) dan materi (al-ardl) sebelumnya dipisahkan Allah adalah sesuatu yang padu. Jadi alam semesta ketika itu merupakan satu kumpulan.
Rangkaian proses berikutnya, --setelah terjadi pemisalah oleh Allah—alam semesta mengalami proses transisi fase membentuk dukhon. Hal ini terungkap dari pernyataan Surat Fushshilat : 11;
“kemudian Allah menuju penciptaan ruang alam (al- sama’), yang ketika itu penuh “embunan (al-dukhon)”.
Hal ini disebabkan, agar tidak terjadi kekeliruan dalam menangkap maksud kata ‘dukhon’ yang dihubungkan dengan proses penciptaan alam semesta, maka seharusnya kata ini dipahami degan hasil temuan sains yang telah terandalkan kebenarannya secara empiris. Hasil temuan ilmuan mengenai hal ini adalah bahwa suatu ketika dalam penciptaan terjadinya ekspansi yang sangat cepat sehingga timbul “kondensasi” dimana energi berubah menjadi materi.
Kata “al-dukhan (embunan)” bukanlah menunjukkan materi asal ruang alam, akan tetapi ia menjelaskan tentang bentuk alam semesta ketika berlangsungnya fase awal penciptaannya.
Kemudian dalam al-Quran disebut berturut-turut disebut bahwa alam semesta diciptakan selama enam tahap atau periode (ayyam). Secara global disebut dalam surat Hud/11:7
Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”.
Kemudian diulang kembali penyebutannya dengan menambah “apa yang ada diruang alam dan materi”, dalam surat al-Sajdah : 4.
Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari padaNya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (QS. As-Sajdah: 4).
Keterangan ini juga didukung beberapa ayat yang konteksnya sama dalam surat Fushshilat : 9-12,
Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam.” (9). Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. (10). Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati.” (11). Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik- baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (12) (QS. Fushshilat: 9-12)
Di kuatkan juga surat al-A’raf : 54,
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang- bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam (al-A’raf: 54).
(Allah)Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. (al-Furqan: 59).
Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan. (QS. Qaf: 38)
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hadid: 4)
Kata yaum dengan jama’nya ayyam (tahapan) atau periode dalam al-Quran bukanlah dimaksud batasan waktu antara terbenamnya matahari hingga terbenam lagi esoknya seperti hari dibumi kita ini. Menurut kalam arab dan kebanyakan ayat-ayat al-Quran, kata ini dipakai untuk suatu masa atau periode (juz’ min al-zaman) yang kadarnya tidak dapat ditentukan dan tidak ada seorang pun yang mengetahui hakikatnya secara pasti kecuali Allah. Yaum jika diterjemahkan hari sama dengan hari dunia saat ini, maka tidak logis dan ia bertentangan juga dengan ayat-ayat al-Quran yang lain. Tidak logis karena penciptaan hari ini baru ada setelah penciptaan alam semesta.
Dalam al-Quran banyak ayat yang secara eksplisit menyebutkan ruang alam (al-sama’) berjumlah tujuh. Sedangkan materi (al-ardl) sebagaimana ruang alam secara implisit disebutkan juga jumlahnya tujuh. Sebagaimana yang tertera dalam surat al-Thalaq : 12
“Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah agar berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhanya Allah, ilmu-Nya benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath-Thalaq: 12)
Kata ruang alam dalam al-Quran ada yang datang dengan konteks mufrad (al-sama’) dan ada pula yang datang dalam bentuk jama’ (al-samawat). Sedangkan kata bumi (materi) dalam al-Quran hanya disebutkan dalam bentuk mufrad (al- ardh) saja dan tidak pernah muncul dalam konteks jama’. Dalam hal ini Hanafi Ahmad dalam kitabnya, “al-tafsir al-ilmi ayat al-kauniyat”, menerangkan bahwa hal ini dimaksudkan agar manusia tidak tercengang dan tidak menuntut kepada Rasulullah untuk menunjukkan bumi yang lain. Sebab bila bumi (al-ardh) disebutkan dalam al-Quran secara eksplisit berjumlah tujuh sebagaimana ruang alam (al-sama’) tentu saja bertentangan dengan apa yang mereka saksikan setiap hari karena mereka hidup dibumi.
Penyebutan bumi itu dalam al-Quran secara eksplisit hanya satu adalah sangat cocok dengan daya nalar manusia yang kebanyakan mereka sederhana dalam berpikir (awam). Sedangkan penyebutan al-ardh secara implisit berjumlah tujuh, hal ini bukan ditujukan kepada manusia awam, melainkan khusus buat para pakar dan kaum intelektual yang akan dapat mengetahui setelah melakukan penelitian dan menganalisaan. Lain halnya dengan ruang alam (al-sama’) berapapun disebutkan jumlahnya, maka manusia tidak akan tercengang dan tidak akan mempersoalkan, karena mereka yang kebanyakannya sederhana dalam berpikir tidak mengerti tentang, dan tidak hidup di al- sama’.
Bisa jadi, penyebutan tujuh yang dihubungkan dengan ruang alam (al-sama’) materi (al-ardh) tersebut hanya merupakan angka simbolik, yang berarti banyak. Penggunaan angka tujuh dalam arti banyak, bukan hanya digunakan orang arab saja, melainkan juga orang-orang Yunani dan Romawi kuno. Dengan demikian maksud tujuh ruang alam (al-sama’) dan tujuh materi (al-ardl) adalah jumlah yang tidak ditentukan. Adapun proses penciptaan alam selanjutnya, yaitu Allah melengkapinya dengan menciptakan hukum-hukum tertentu, yang disebut dengan sunatullah. Hal ini dipahami dari percakapan simbolis antara Allah disatu pihak dan ruang alam (al-sama) dan materi (al- ardh) dipihak lain. Ini dimaksudkan bahwa hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Allah tersebut tidak akan pernah berubah dan menyimpang. Alam semesta tunduk kepada hukum-hukum rancangan Allah tersebut.
Referensi
Ahmad Atabik, Konsep penciptaan alam: Studi Komparatif-Normatif antar Agama-Agama, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus.