Bagaimana proses pencernaan serat pangan?

Semua makanan akan ddicerna oleh tubuh melalui proses pencernaan mekanik maupun kimiawi. Tak terkecuali serat pangan (dietary fiber)

Proses Pencernaan dan Penyerapan Serat Pangan


Ada berbagai komponen kimiawi dan sifat-sifat fisik spesifik yang ditemukan dalam
serat makanan, dan hal ini akan mempengaruhi kondisinya di dalam usus. Menurut
Mendeloff (1975), meskipun proses pengunyahan sayuran dan buah di dalam mulut dapat menstimulir kerja maksimal dari bagian pharynx, namun saat terjadi proses penelanan (swallowing) seratnya belum mengalami perubahan.

Demikian juga pada bread-cereals tidak berbeda nyata dengan yang ada pada white bread. Di dalam lambung, kelompok sayuran berserat tinggi, bila dimakan mentah akan lama berada di lambung dibandingkan dengan yang sudah dimasak sedangkan kelompok kacang-kacangan (nuts) yang berserat tinggi membutuhkan waktu pengosongan lebih lama dibandingkan dengan jenis makanan lainnya, karena lebih banyak mengandung lemak.

Dengan penelitian mempergunakan radio isotop, diketahui bahwa diet yang relatif kaya karbohidrat akan lebih cepat meninggalkan lambung dan lebih cepat melalui usus halus dibandingkan dengan diet yang mengandung roti yang terbuat dari tepung rendah ekstraksi (Mc Cance et al., 1953). Namun demikian, sulit memperlihatkan kontribusi serat pada fungsi normal organ pencernaan lain, seperti pankreas
dan kantong empedu dan penyerapan dalam usus halus berkaitan dengan zat-zat gizi
lainnya (Southgate, 1975).

Hampir semua fungsi metabolisme serat makanan berkaitan dengan kolon. Flora bakteri bekerja aktif di dalam kolon. Setelah mencapai kolon, serat relatif tidak ada perubahan saat di lambung dan usus halus. Metabolisme bakteri ini menyebabkan pemecahan serat makanan di dalam kolon. Lebih kurang separuh dari serat makanan (terutama yang termasuk unavailable carbohydrate) dalam western diet akan diurai oleh kerja enzim dan bakteri usus menjadi produk-produk sebagai berikut :

  • Dirombak menjadi:

    • 50 % serat tidak tercerna (undigested cellulose).

    • 50 % asam lemak berantai pendek (short chain fatty acid), air, CO2, H dan metana.

  • Dipergunakan oleh tubuh:

    • Sedikit fraksi air akan diserap oleh bakteri usus atau diserap oleh serat melalui
      hydrophobic binding.

    • Asam empedu deoksikolat (deoxy cholic acid), asam litokolat (litho-colic acid) diserap untuk membentuk koloni bakteri.
      Kedua asam empedu ini bersifat kokarsinogen
      atau membantu mempercepat
      pertumbuhan karsinoma. Stalder
      (1984) membuktikan korelasi positif antara
      kadar asam empedu dengan insiden
      kanker kolon.

    • Asam lemak volatil (asetat, butirat, propianat) merupakan anion utama di dalam feses, kemurnian lemak larut air mempunyai efek osmotik, dan efek pencahar untuk peristalsis.

    • Hidrogen and CO2, gas metana yang meningkatkan flatulens, sebagai hidrogen bebas melalui nafas/breath hidrogen

    • Meningkatkan kandungan dan berat/volume feses.

Serat makanan dapat berikatan dengan garam asam lemak di dalam usus halus, dan kemudian dilepaskan untuk kerja bakteri di dalam kolon. Kandungan serat yang tinggi dalam diet akan meningkatkan fecal output. Di bagian atas usus, conjugated bile acids berperanan dalam pembentukan micelle dengan lipid dan tidak diserap oleh serat (Eastwood et al., 1968). Di dalam kolon, asam empedu bebas akan banyak diserap oleh serat makanan.

Mengingat serat makanan tidak dicerna di dalam usus, maka tidak berkepentingan dengan pembentukan energi. Akan tetapi serat dimetabolisme oleh bakteri yang berada dan melalui saluran pencernaan. Pengaruh nyata yang telah dibuktikan adalah bertambahnya volume feses, meningkatkan pengaruh laksatif, melunakkan konsistensi feses, memperpendek transit time di usus, memproduksi flatus, hasil produksi metabolisme bakteri dan keluaran anion organiknya akan mengubah garam
empedu dan asam lemak berantai pendek yang menguntungkan kesehatan.

Walaupun pembahasan di atas menunjukan pengaruh nyata dari serat makanan,
namun data dari berbagai negara yang sudah berkembang menunjukkan bahwa konsumsi serat makanan dalam jumlah yang besar juga akan menyebabkan terjadinya penyumbatan usus yang disebut volvulus pada kolon.

Heaton (1973), memberi beberapa tanggapan bahwasanya serat makanan juga mempunyai pengaruh antagonitis untuk kesehatan. Ada tiga hal yang harus dicermati dalam hal ini berkaitan dengan intik energi:

Dietary fiber menyebabkan displaces available nutrients. Serat menyebabkan displaces energy karena menempati ruang bagi aksi biologis zat-zat gizi lainnya (James etal., 1977).

  • Proses pengunyahan serat secara perlahanlahan, akan menurunkan rasa puas/satiety. Serat akan memperlambat keinginan untuk makan, dan merasa kenyang. Intik yang terbatas jumlahnya akan merangsang langsung pengeluaran saliva/air ludah dan akan memperlambat fase cephalic sekresi cairan lambung.

  • Dietary fiber menurunkan efisiensi makanan yang diserap. Hal ini merupakan pengaruh dari serat yang memberi muatan, menurunkan transit time sehingga memperkecil waktu untuk pencernaan dan penyerapan yang terjadi dalam tubuh, dan pada saat yang bersamaan difusi dari hasil proses pencernaan melalui hilus menjadi terbatas. Dinding sel tanaman, akan membatasi proses difusi, akan menahan zat gizi yang tersedia pada cairan usus dan enzim pencernaan (Southgate,1975).