Bagaimana Proses Pembentukan Harga Diri Seorang Individu?

harga diri

Harga diri adalah suatu penilaian yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya sendiri.Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan dan penolakan serta menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil dan berharga.

Bagaimana proses pembentukan Harga Diri ?

Harga diri bukanlah merupakan faktor yang dibawa sejak kecil, tetapi faktor yang dipelajari dan terbentuk sepanjang pengalaman individu. Menurut Branden, harga diri diperoleh melalui proses pengalaman yang terus menerus terjadi dalam diri seseorang.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan harga diri adalah hubungannya dengan orang lain, terutama significant others seperti orang tua, saudara kandung dan teman-teman dekat. Harga diri terbentuk secara sosial, dan diantara struktur-struktur sosial yang ada, keluarga menjadi struktur sosial yang penting, interaksi antar anggota keluarga terjadi disni, karena keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat, baik secara fisik maupun dukungan sosial. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama ditemui oleh individu dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia (Tambunan, 2001).

Perilaku seseorang di dalam keluarga dapat mempengaruhi perilaku anggota keluarga yang lainnya. Di dalam keluarga seseorang dapat merasakan dirinya dicintai, diinginkan, diterima dan dihargai, yang pada akhirnya membantu dirinya untuk lebih dapat menghargai dirinya sendiri. Situasi keluarga yang tidak bahagia kurang dapat menghasilkan pribadi yang memiliki harga diri yang positif. Kebahagiaan suatu keluarga sangat dipengaruhi oleh adanya hubungan antar anggota keluarga yang harmonis, baik hubungan antara orang tua dan anak maupun hubungan antara anak dengan saudaranya.

Branden mengatakan bahwa proses terbentuknya harga diri sudah mulai dari bayi saat merasa tepukan pertama kali diterimanya dari orang yang mengalami proses kelahiran. Dalam proses selanjutnya harga diri dibentuk dari perlakuan yang diterima individu dari lingkungannya. Penelitian mengenai harga diri sepajang rentang kehidupan menyatakan bahwa harga diri pada masa kanak-kanak cenderung tinggi, menurun pada masa remaja dan meningkat selama masa awal sampai masa dewasa awal sampai dewasa madya, kemudian menurun pada masa dewasa akhir. Pada studi ini, ditemukan juga bahwa harga diri pria lebih tinggi dari pada wanita pada hampir semua rentang kehidupan dan harga diri wanita selama masa remaja rendah (Robins, dalam Simbolon, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khon menunjukkan adanya hubungan yang berarti antara penilaian anak terhadap dirinya dengan pola asuh orang tua. Anak dengan harga diri tinggi biasanya diasuh oleh orang tua yang mudah mengekspresikan kasih sayang, mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah yang dihadapi anak, memiliki hubungan yang harmonis dengan anak, memiliki aktifitas yang dilakukan bersama, memiliki peraturan yang jelas dan memberikan kepercayaan kepada anak. Selain hubungan dengan orang tua, identitas berkelompok yang dimiliki anak juga mempengaruhi harga diri mereka. Anak usia sekolah mulai mengidentifikasikan dirinya pada kelompok tertentu ‘nilai lebih’ dibanding kelompok lain, hal ini akan menghasilkan harga diri yang tinggi pada diri anak.

Namun pengaruh ini sangat kecil sebagaimana ditunjukkan oleh hasil penelitan dari. Coopersmith, yaitu bahwa harga diri anak hanya sedikit saja berhubungan dengan posisi sosial dan tingkat penghasilan orang tuanya. Harga diri anak terbentuk melalui berbagai pengalaman yang dialaminya, terutama yang diperolehnya dari sikap orang lain terhadap dirinya.

Menurut Coopersmith (dalam Lestari & Koentjoro, 2002) mengatakan bahwa harga diri merupakan hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang diekspresikan dalam sikap terhadap diri sendiri. Evaluasi ini menyatakan suatu sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, berharga menurut standart dan nilai pribadinya. Harga diri adalah gagasan mengenai diri secara global yang mengacu pada keseluruhan evaluasi diri sebagai individu, atau bagaimana orang merasakan mengenai diri mereka sendiri dalam arti yang komprehensif (Verkuyten, 2003).

Baron & Byrne (2012) juga berpendapat bahwa harga diri adalah evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu, sikap orang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif sampai negatif. Baron & Byrne menegaskan harga diri merujuk pada sikap seseorang terhadap dirinya sendiri, mulai dari sangat negatif sampai sangat positif, individu yang ditampilkan nampak memiliki sikap negatif terhadap dirinya sendiri.

Tokoh lain seperti Baron & Byrne (dalam Aditomo & Retnowati, 2004) juga menyebutkan bahwa konsep diri, termasuk harga diri, merupakan aspek yang sangat penting dalam berfungsinya manusia, hal ini karena manusia memang sangat memperhatikan berbagai hal tentang diri, termasuk siapa dirinya, seberapa positif atau negatif seorang individu memandang dirinya, bagaimana citra yang ditampilkan pada orang lain.

Harga diri rendah berasal dari pengalaman seseorang seiring dengan pertumbuhannya, seperti:

  • tidak adanya kasih sayang, dorongan, dan tantangan.
  • tidak terdapat cinta dan penerimaan.
  • selalu mengalami kritikan, ejekan, sarkasme, dan sinisme.
  • adanya pemukulan fisik dan pelecehan.
  • tidak adanya pengakuan dan pujian untuk prestasi.
  • terdapat kelebihan dan keunikan yang selalu diabaikan (On My Own To Feet: Identity and Self-Esteem, 1997).

Menurut Michener, DeLamater & Myers (dalam Anggraeni, 2010) menyebutkan bahwa terdapat tiga proses harga diri tersebut terbentuk, yaitu family experience,
performance feedback, dan social comparison.

  • Dalam family experience, hubungan orang tua-anak dikatakan penting untuk perkembangan harga diri. Pengaruh keluarga terhadap harga diri menunjukkan bahwa self-concept yang dibangun mencerminkan gambaran diri yang dikomunikasikan atau disampaikan oleh orang-orang terpenting dalam hidupnya (significant others).

  • Dalam performance feedback, umpan balik yang terus menerus terhadap kualitas performa kita seperti kesuksesan dan kegagalan, dapat mempengaruhi harga diri. Kita memperoleh harga diri melalui pengalaman kita sebagai tokoh yang membuat sesuatu terjadi di dunia, yang dapat mencapai cita-cita dan dapat mengatasi rintangan.

  • Dalam social comparison, sangat penting untuk harga diri karena perasaan memiliki kompetensi tertentu didasarkan pada hasil performa yang dibandingkan baik dengan hasil yang diharapkan diri sendiri maupun hasil performa orang lain.

Sedangkan menurut Frey & Carlock (Anindyajati & Karima, 2004) proses dari terbentuknya harga diri, yaitu:

  • Interaksi dengan manusia lain. Awal interaksi adalah melalui ibu yang kemudian meluas pada figur lain yang akrab dengan individu. Ibu yang memiliki minat, afeksi, dan kehangatan akan menimbuljan harga diri yang positif, karena anak merasa dicintai dan diterima seluruh kepribadiannya.

  • Sekolah. Lingkungan sekolah adalah sumber pentung kedua setelah keluarga. Jika individu memiliki persepsi yang baik mengenai sekolah, individu akan memiliki harga diri yang positif. Bila sekolah dianggap tidak memberikan umpan balik yang positif bagi individu, harga diri akan rendah. Harga diri yang tinggi umumnya dikaitkan dengan keberhasilan individu pula.

  • Pola asuh. Bagaimana orang tua mengasuh anaknya mempengaruhi harga diri anak.

  • Keanggotaan kelompok. Jika individu merasa diterima dan dihargai oleh kelompok, individu akan mengembangkan harga diri lebih baik di banding individu yang merasa terasing.

  • Kepercayaan dan nilai yang dianut individu, harga diri yang tinggi dapat dicapai bila ada keseimbangan antara nilai dan kepercayaan yang dianut oleh individu dengan kenyataan yang didapatkannya sehari-hari.

  • Kematangan dan herediter. Individu yang secara fisik tidak sempurna dapat menimbulkan perasaan negative terhadap dirinya.