Bagaimana proses Likuidasi Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia?

Likuidasi Bank

Bagaimana proses Likuidasi Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia ?

Proses likuidasi bank secara umum kita lihat berdasarkan kewenangan likuidasi yang dimiliki oleh Bank Indonesia, LPS, dan pengaturan likuidasi menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas, serta likuidasi bagi Bank Syariah. Dalam hal ini kita juga akan melihat tugas dan wewenang Tim Likuidasi dalam hal proses likuidasi bank berlangsung.

Likuidasi Bank Oleh Bank Indonesia


Ketika terjadi krisis moneter terdahulu dilakukanlah pencabutan izin usaha beberapa bank yang didasarkan pada latar belakang dari pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia, terdapat beberapa bank yang keadaan keuangan dan perkembangan usahanya tidak sehat dan insolvensi, sehingga dapat membahayakan kelangsungan usahanya dan mengganggu sistem perbankan serta merugikan kepentingan masyarakat. Insolvensi merupakan suatu keadaan dimana debitur dinyatakan benar-benar tidak mampu membayar atau dengan kata lain harta debitur lebih sedikit jumlahnya dengan hutangnya.

Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/25/PBI/2001 tentang Penetapan Status Bank dan Penyerahan Bank Kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional disebutkan bahwa bank akan melaksanakan proses pencabutan izin usaha, pembubaran badan hukum, dan likuidasi sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini dilaksanakan terhadap bank-bank yang bermasalah.

Proses likuidasi bank di Indonesia didasarkan pada ketentuan dalam pasal 37 Undang-Undang Perbankan yang baru. Dalam pasal 37 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan yang baru disebutkan bahwa:

“Menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan Direksi bank tersebut untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk Tim Likuidasi.”

Namun jika tidak diselenggarakannya RUPS maka dapat dimohonkan kepada Pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berupa pembubaran badan hukum bank, penunjukan Tim Likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi . Dalam pasal 14 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/53/KEP/DIR tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Umum disebutkan bahwa Direksi Bank Indonesia meminta kepala Pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang memuat:

  1. Pembubaran badna hokum bank;
  2. Penunjukan Tim Likuidasi dengan susunan dan nama-nama anggota yang disusulkan oleh Bank Indonesia;
  3. Perintah pelaksanaan likuidasi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku; dan
  4. Perintah agar Tim Likuidasi mempertanggungjawabkan pelaksanaan likuidasi kepada Bank Indonesia.

Hal ini seperti yang terjadi pada kasus likuidasi terhadap Bank Dagang Bali pada tahun 2004 di mana Bank Indonesia meminta Pengadilan Negeri Denpasar untuk menetapkan likuidasi PT. Bank Dagang Bali. Dengan kata lain perintah yang diberikan kepada Bank Indonesia Pengadilan Negeri Denpasar pada 11 Juni 2004 tersebut melalui penetapan Nomor 95/PDT.P/2004/PN.DPS yang berisi:

  1. Membubarkan badan hukum PT. Bank Dagang Bali;
  2. Membentuk Tim Likuidasi;
  3. Memerintahkan Tim Likuidasi untuk melaksanakan likuidasi Bank Dagang Bali sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999;
  4. Memerintahkan agar Tim Likuidasi mempertanggungjawabkan pelaksanaan likuidasi kepada Bank Indonesia.

Tindakan likuidasi ini didasarkan pada penilaian oleh Bank Indonesia terhadap Tingkat Kesehatan Bank yang dimiliki oleh setiap bank umum. Hal ini merupakan sebagai bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap bank-bank umum dalam menjalankan kegiatan usahanya. Pada saat ketentuan mengenai perbankan diatur dalam Undang-Undang Perbankan, pengawasan terhadap bank-bank umum ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan, berupa penerbitan dan pencabutan izin usaha bank yang didasarkan pada rekomendasi Bank Indonesia. Kemudian dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Perbankan yang baru dinyatakan bahwa pembinaan dan pengawasan bank agar dapat terlaksanan secara efektif maka kewenangan dan tanggung jawab yang utuh untuk menetapkan perizinan, pembinaan, dan pengawasan bank serta pengenaan sanksi dipegang oleh Pimpinan Bank Indonesia.

Dalam pasal 24 dan pasal 26 huruf a Undang-Undang Bank Indonesia disebutkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan mengawasi bank-bank umum, dengan cara menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan Bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tindakan untuk mengatur dan mengawasi bank dalam hal ini termasuk dalam tugas Bank Indonesia yang untuk membentuk Tim Likuidasi ini bersifat memaksa. Adapun penetapan yang diberikan oleh disebutkan dalam pasal 8 Undang-Undang Bank Indonesia. Hal ini didukung pula oleh pengaturan dalam Undang-Undang Bank Indonesia (vide pasal 24 – pasal 29) yang secara tegas memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia terkait dengan tugas Bank Indonesia dibidang pengaturan dan pengawasan terhadap bank, yaitu:

  1. Menetapkan peraturan (power to regulate). Dalam melaksanakan tugas mengatur bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan yang sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat. Peraturan-peraturan ini ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia. Ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian itu bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi pelaksanaan kegiatan usaha perbankan, agar terwujud sistem perbankan yang sehat dan efisien.

  2. Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank (power to lisence), yaitu kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh Bank Indonesia ini meliputi pemberian izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu.

  3. Melaksanakan pengawasan bank (power to supervise). Dalam hal ini Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung (on site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pembantuan seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur bank

  4. Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (power to impose sanction). Kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundangundangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan pengenaan sanksi ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

Berdasarkan ketentuang-ketentuan inilah kemudian Bank Indonesia yang memiliki otoritas untuk melakukan proses likuidasi terhadap bank-bank gagal yang tidak dapat diselamatkan lagi. Ketika melakukan proses likuidasi terhadap suatu bank berarti Bank Indonesia sedang melaksanakan tugasnya yaitu power to impose sanction. Karena dalam hal ini likuidasi merupakan tahapan setelah dilakukannya pencabutan izin usaha oleh Bank Indonesia terhadap bank yang dinilai tidak dapat diselamatkan lagi. Pencabutan izin usaha adalah bentuk sanksi yang diberikan kepada bank gagal ketika langkahlangkah upaya penyelamatan tidak dapat dilaksanakan lagi. Setelah dilakukannya pencabutan izin usaha maka selanjutnya dilakukan pemberesan terhadap aset dan kewajiban bank tersebut (likuidasi).

Dalam menjalankan tugasnya yaitu power to supervise, Bank Indonesia memberikan pengawasan secara intensif dan secara khusus kepada bank-bank umum. Adapun pengawasan yang diberikan Bank Indonesia terhadap suatu bank, yaitu:

  1. Pengawasan Normal (Rutin);
  2. Pengawasan Intensif (Intensive Supervision);
  3. Pengawasan Khusus (Special Surveillance).

Pengawasan intensif diberikan kepada suatu Bank yang dinilai oleh Bank Indonesia memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, dan kondisi dan aktivitas bank berperan cukup signifikan terhadap risiko sistemik dalam sistem perbankan dan/atau memiliki pengaruh yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Sedangkan pengawasan khusus diberikan kepada suatu Bank yang dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

Berdasarkan pada prinsip-prinsip penyehatan bank bermasalah maka bank tersebut harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Sebelum likuidasi diadakan: pemeriksaan kembali, perumusan “action plan”, pencabutan izin usaha bank.

  2. Pelaksanaan likuidasi bank. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1996 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank terdapat prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan, antara lain: meningkatkan kedudukan nasabah penyimpan dana sebagai kreditor; pencabutan izin usaha dan likuidasi bank merupakan langkah terakhir; kepailitan dan pembubaran bank karena keinginan sendiri para pemegang saham tidak diperkenankan; bank dalam likuidasi tetap tunduk pada ketentuan rahasia bank; status, kewajiban dan tanggung jawab direksi, dewan komisaris dan pemegang saham; sanksi pidana dan administratif.

Ketentuan bahwa likuidasi merupakan langkah terakhir yang diberikan oleh Bank Indonesia terdapat dalam pencabutan izin usaha yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang memuat antara lain62:

  1. Penetapan pencabutan izin usaha;
  2. Perintah penghentian kegiatan usaha termasuk seluruh kantornya;
  3. Perintah bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh pengurus bank wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia;
  4. Perintah pelakasanaan ketentuan pembubaran badan hukum bank, pembentukan Tim Likuidasi, dan penyelenggaraan RUPS.

Dikarenakan pencabutan izin usaha dan likuidasi bank terhadap bank yang mengalami kesulitan merupakan langkah terakhir yang dilakukan oleh Bank Indonesia, sebelumnya Bank Indonesia melakukan tindakan agar:

  1. Pemegang saham menambah modal;
  2. Pemegang saham mengganti Dewan Komisaris dan atau Direksi bank;
  3. Bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
  4. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
  5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
  6. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;
  7. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank, Pimpinan Bank Indonesia juga berhak melakukan pencabutan izin usaha terhadap sebuah bank yang keadaannya dapat membahayakan sistem perbankan. Likuidasi bank yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur dalam pasal 16 yaitu dengan cara:

  1. pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada para debitur, diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan atau penagihan tersebut;atau
  2. pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui Bank Indonesia.

Adapun jangka waktu pelaksanaan likuidasi bank secara wajib diselesaikan paling lambat lima tahun terhitung sejak tanggal dibentuknya Tim Likuidasi, dan jika tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu lima tahun maka penjualan harta bank dalam likuidasi akan dilakukan secara lelang. Ketentuan ini diatur dalam pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank.