Bagaimana proses adaptasi setelah proses melahirkan atau periode post partum ?

Periode postpartum atau masa nifas adalah masa enam mingu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil

Bagaimana proses adaptasi setelah proses melahirkan atau periode post partum ?

Periode post partum merupakan masa pemulihan kondisi ibu pada keadaan setelah kehamilan dan persalinan. Periode ini dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil, yang berlangsung selama 40 hari setelah persalinan (Coad, Dunstall & Candlish. 2005).

Adaptasi Fisik

Ibu post partum mengalami adaptasi organ tubuh terutama organ reproduksi setelah proses persalinan selesai. Adaptasi fisik ibu post partum merupakan suatu proses yang fisiologis.

Adaptasi fisik pada periode post partum melibatkan beberapa sistem dalam tubuh. Sistem reproduksi merupakan sistem utama yang beradaptasi setelah proses persalinan. Uterus sebagai bagian dari sistem reproduksi mengalami proses involusi. Proses involusi ini dipengaruhi oleh hormon oksitosin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary posterior. Proses menyusui pada awal kelahiran bayi menstimulasi keluarnya hormon oksitosin.

Hormon oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi uterus, dimana kontraksi yang adekuat akan mencegah terjadinya perdarahan post partum. Selain hormon oksitosin, involusi uterus dipengaruhi oleh jaringan plasenta yang tertinggal di dalam uterus. Kontraksi uterus akan terganggu dengan adanya jaringan yang tertinggal di rongga uterus sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan dan infeksi (Pilliteri. 2003).

Proses involusi menyebabkan protein uterus mengalami penurunan sebesar 90% dalam waktu 10 hari. Penurunan ini disebabkan karena terjadinya perubahan kandungan elastin dan kolagen serta air dan protein dalam uterus (Pilliteri. 2003). Penghancuran protein pada miometrium menyebabkan terdapatnya komponen asam amino pada peredaran darah dan uterus sehingga terjadi ketidakseimbangan nitrogen pada peride post partum.

Ketidakseimbangan nitrogen dapat berupa positif dan negatif.

  • Ketidakseimbangan nitrogen positif terjadi ketika tubuh memiliki kadar protein lebih besar dari pada yang digunakan. Kondisi hamil merupakan contoh ketidakseimbangan nitrogen yang positif.

  • Ketidakseimbangan nitrogen yang negatif menunjukkan bahwa terjadi kekurangan kadar protein dalam intake nutrisi atau terjadinya penghancuran jaringan tubuh.

Kondisi penyakit dan trauma menyebabkan ketidakseimbangan nitrogen negatif, hal ini terjadi karena jumlah protein yang dihancurkan digunakan sebagai sumber energi dan penyembuhan (Coad, Dunstall & Candlish, 2005). Involusi uterus merupakan salah satu penyebab terjadinya ketidakseimbangan nitrogen yang negatif pada periode post partum yang menyebabkan ibu membutuhkan asupan protein secara adekuat.

Involusi uterus pada ibu paska bedah sesar lebih lambat dibandingkan involusi pada ibu post partum spontan. Involusi yang lambat menandakan adanya gangguan kontraksi uterus, adanya jaringan konsepsi yang tertinggal atau terjadinya infeksi sekunder. Infeksi dapat diketahui dari uterus yang teraba lunak dan tinggi fundus uteri diatas umbilikus. Infeksi pada periode post partum juga dapat terjadi karena adanya luka pada organ reproduksi.

Luka pada organ reproduksi dapat terjadi pada uterus, serviks dan perineum.

  • Luka pada dinding bagian dalam uterus disebabkan karena pelepasan plasenta.

  • Luka pada serviks dan perineum sebagian besar disebabkan karena proses kelahiran bayi pada persalinan spontan,

  • Luka pada dinding abdomen dan uterus terjadi pada persalinan dengan bedah sesar. Proses penyembuhan luka merupakan bagian dari adaptasi fisiologis post partum.

Proses penyembuhan luka dimulai dengan terjadinya peradangan. Peradangan terjadi disebabkan adanya perpindahan neutrofil dari pembuluh darah ke jaringan yang luka diikuti oleh oleh makrofag dan limfosit. Neutrofil berperan dalam membunuh bakteri penyebab infeksi dan makrofag berperan dalam menghasilkan proinflamatory cytokine yang berguna untuk mengaktifkan system imunitas dalam tubuh (Molnar, 2007).

Sistem imunitas tubuh yang kurang baik dapat menyebabkan gangguan dalam proses penyembuhan luka.

Sistem imunitas tubuh dipengaruhi oleh status nutrisi. Nutrisi yang tidak adekuat akan menyebabkan penurunan daya tahan tubuh disebabkan tidak cukupnya sel-sel imun. Sel-sel imun yang tidak adekuat menyebabkan gangguan dalam proses penyembuhan luka sehingga luka akan mudah terinfeksi. Penelitian yang dilakukan oleh Yunsook (2003) menunjukkan bahwa ada hubungan antara status nutrisi terhadap proses penyembuhan luka.

Ibu post partum paska bedah sesar memerlukan nutrisi yang adekuat untuk proses penyembuhan luka. Hal ini disebabkan karena asam amino yang terkandung dalam protein hewani memiliki peranan penting untuk pembentukan sel-sel baru (Coad, Dunstall & Candlish, 2005). Luka pada ibu post partum paska bedah sesar meliputi luka pada abdomen, otot abdomen dan uterus. Nutrisi yang tidak adekuat akan menyebabkan luka menjadi mudah terinfeksi.

Adaptasi Perdarahan

Adaptasi fisiologis post partum berikutnya adalah adaptasi terhadap perdarahan. Jumlah darah yang hilang pada proses persalinan normalnya 500 cc. Perdarahan primer pada periode post partum disebabkan karena terbukanya pembuluh darah pada daerah implantasi plasenta. Perdarahan sekunder dapat terjadi bila terdapat infeksi pada dinding bagian dalam uterus. Perdarahan post partum merupakan penyebab utama terjadinya kematian ibu post partum, hal ini menyebabkan perlunya perhatian khusus untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum

Pemantauan pada periode post partum dilakukan dengan pemantauan jumlah, warna dan bau lochea, kontraksi dan tinggi fundus uterus disertai dengan pemantauan tanda- tanda vital. Lochea pada hari pertama hingga hari ketiga post partum disebut dengan lochea rubra. Lochea rubra memiliki karakteristik berwarna merah, pada awalnya steril kemudian terdapat bakteri vagina, terdiri dari desidua dan jaringan bekas implantasi plasenta. Lochea pada hari ke empat hingga hari ke 28 post partum disebut dengan lochea serosa.

Lochea serosa memiliki karakteristik berwarna merah muda atau kecoklatan, terdapatnya leukosit, mucus, sel epitel vagina dan bakteri yang tidak patologis. Lochea pada setelah hari ke 28 merupakan lochea alba.

Lochea alba memiliki karakteristik berwarna kekuningan atau putih, berupa lendir yang terdapat leukosit, cairan serviks dan mikroorganisme (Pilliteri, 2003).

Lochea rubra yang terdapat setelah tiga hari post partum menunjukkan terjadinya abnormalitas pada periode post partum.

Adaptasi Kadar Hormon

Adaptasi post partum berikutnya adalah adaptasi terhadap perubahan kadar hormon. Hormon steroid pada kehamilan trimester ketiga sebagian besar berasal dari plasenta, meskipun progesteron tetap diproduksi oleh corpus luteum dan ovarium. Pelepasan plasenta pada proses persalinan menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon progesteron dan estrogen. Kadar hormon estrogen dan progesteron akan kembali seperti saat sebelum hamil pada hari ke tiga post partum. Penurunan kadar estrogen pada 12 jam post partum menyebabkan terjadinya diuresis, sehingga ibu membutuhkan asupan cairan yang adekuat. Penurunan kadar progesteron menyebabkan menurunnya tonus otot dan lambatnya motilitas usus ibu post partum, sehingga beresiko terjadinya gangguan dalam proses pencernaan makanan dan konstipasi.

Hormon lainnya yang mengalami perubahan pada periode post partum adalah Folikel Stimulating Hormon (FSH) dan Luteizing Hormon (LH). FSH akan kembali berfungsi setelah tiga minggu post partum, sedangkan LH tergantung pada proses laktasi. Ibu yang menyusui bayinya secara ekslusif akan memiliki kadar hormon oksitosin dan prolaktin yang tinggi serta tidak berperannya hormon LH yang merupakan metode kontrasepsi yang alami.

Proses adaptasi terhadap perdarahan terjadi ketika pelepasan plasenta memicu keluarnya fibrinolityc inhibitor yang berperan dalam peningkatan jumlah platelet pada 24 jam pertama post partum. Aktivitas fisik secara bertahap sangat dianjurkan pada ibu post partum sebagai upaya pencegahan terjadinya tromboplebitis akibat peningkatan faktor pembekuan darah. Peningkatan faktor pembekuan darah bertujuan untuk mencegah perdarahan yang berlebihan pada periode post partum.

Kehilangan darah pada persalinan spontan lebih sedikit dibandingkan pada persalinan dengan bedah sesar. Perubahan pada hemodinamik menyebabkan terjadinya penurunan denyut nadi menjadi 60-70 kali permenit. Peningkatan denyut nadi mengindikasikan terjadinya anemia berat, adanya thrombus pada vena atau infeksi. Kehilangan darah pada proses persalinan menyebabkan ibu membutuhkan asupan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah infeksi.

Adaptasi Istirahat

Adaptasi tubuh terhadap perubahan kondisi fisiologis berikutnya adalah istirahat dan tidur. Ibu post partum mengalami nyeri akibat luka pada organ reproduksi menyebabkan gangguan rasa nyaman, disertai dengan kelelahan selama proses persalinan menyebabkan ibu mengalami kesulitan untuk istirahat dan tidur. Gangguan tidur juga dapat terjadi akibat perasaan bahagia atau sedih atas kelahiran bayi, frekuensi berkemih yang meningkat akibat diuresis, ketidaknyamanan pada payudara, serta tugas pelaksanaan perawatan pada bayi baru lahir seperti menyusui dan mengganti popok. Gangguan istirahat dan tidur menyebabkan ibu mengalami kelelahan sehingga akan berdampak pada kebutuhan energi ibu post partum serta kondisi psikologis ibu (Coad, Dunstall & Candlish. 2005; Reeder, Martin & Koniak- Griffin. 1997).

Pemulihan kondisi fisik dan psikologis selama masa post partum menyebabkan ibu membutuhkan istirahat dan nutrisi yang cukup, perawatan diri yang baik serta dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan (Pilliteri. 2003; Eberhard et al. 2010). Pemulihan kondisi fisik dan psikologis ibu post partum dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kondisi fisik dipengaruhi oleh status nutrisi, adanya penyakit akut maupun kronis, tingkat kelelahan ibu, riwayat komplikasi kehamilan, dan besar luka akibat proses persalinan. Kondisi psikologis ibu dipengaruhi oleh kesiapan menjadi orang tua, dukungan dari suami dan orang terdekat serta dukungan dari tenaga kesehatan (Pilliteri. 2003). Pemulihan kesehatan ibu post partum akan terganggu apabila salah satu faktor diatas tidak terpenuhi.

Pemulihan kesehatan ibu post partum antara persalinan pervaginam dan sesar pada dasarnya sama. Perbedaannya adalah, pada persalinan sesar terdapat luka pada daerah abdomen sedangkan pada persalinan spontan, terkadang tidak ada luka atau terdapat luka pada jalan lahir dan perineum. Luka pada persalinan spontan lebih sedikit mengenai organ tubuh dibandingkan luka akibat operasi sesar. Pemulihan fisik ibu paska bedah sesar membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan ibu dengan persalinan spontan (Chalmers, et al., 2010).