Bagaimana Posisi Sastra dalam Pendekatan Ekokritik Sastra?


Sastra bisa masuk ke segala lapisan masyarakat ataupun kehidupan, bahkan sastra dan lingkungan juga memiliki korelasi.

Bagaimanakah posisi sastra dalam pendekatan ekokritik sastra?

Sastra adalah kemanusiaan. Sastra juga bisa menjadi alat perjuangan bagi manusia-manusia tertindas untuk menendang kekuasaan yang menidurinya dengan semena-mena (Kresna, 2001:26). Perspektif ini muncul sebagai sebuah gagasan yang berdasar. Bagaimana tidak? Sastra muncul serta tumbuh berkembang seiring perkembangan arus zaman. Berbicara arus zaman, maka tidak akan jauh dari nilai-nilai tentang kemanusiaan.

Sastra hadir sebagai representasi nilai-nilai kehidupan yang ada di sekitar lingkungan manusia. Entah itu terejawantahkan dalam bentuk nilai sosial, keagamaan, budaya, maupun isu tentang lingkungan. Membahas sastra, berarti membahas pula ihwal pengarang/penulis serta masyarakat pembaca/penikmatnya. Melalui tangan terampil sang pengarang, karya sastra di Indonesia mampu berkembang produktif dan semakin variatif.

Sisi produtikvitas pencipataan karya menjadi salah satu jalan menumbuhkan keberagaman karya sastra dengan beragamnya ide yang ada. Kontribusi positif ini menjadi peluang terbuka lebar dalam mengembangkan ragam karya sastra di Indonesia. Apalagi saat ini, penulis-penulis muda berbakat sudah mulai bermunculan di berbagai pelosok nusantara. Hadir dengan ragam karakter unik yang melekat pada tiap karya-karya sastranya. Setelah pengarang/penulis, yang tak kalah menarik untuk dibahas adalah peran aktif pembaca dalam mengkritisi perkembangan sastra di Indonesia.

Tak mampu dipungkiri, karya sastra sanggup tumbuh pun berkembang juga lantaran
kehadiran pembaca/penikmat yang cerdas. Hadirnya pembaca/penikmat sastra mampu memberikan koreksi atas pencipataan karya dari berbagai sastrawan di Indoensia, utamanya. Bahasan tentang koreksi dari para pembaca/penikmat inilah yang nanti akan begitu melekat dengan aktivitas kritik sastra.

Isu mengenai lingkungan pada dekade ini semakin santer terdengar di beragam media. Peningkatan aktivitas manusia dalam berbagai aspek kehidupan menjadi pemicu isu tentang lingkungan hidup makin marak terdengar. Fenomena ini menjadi semacam “bom waktu” yang di kemudian hari dapat mendatangkan musibah bagi kelangsungan hidup manusia.
Seiring gencarnya para aktivis lingkungan menyerukan suara terkait upaya penyelamatan lingkungan.

Di sisi lain, sikap masyarakat justru semakin tidak sadar dengan pentingnya kelestarian lingkungan di masa kini pun mendatang. Dikotomi ini sungguhlah berkontradiksi. Padahal lingkungan dapat menjadi salah satu elemen pemicu munculnya berbagai permasalahan, baik segi sosial maupun kesehatan. Hal tersebut apabila dibiarkan berlarut-larut, tak mustahil keberlangsungan hidup seluruh makhluk hidup termasuk manusia akan terancam.

Di atas sudah dipaparkan, bahwa bicara sastra, bicara pula tentang nilai-nilai kemanusiaan. Sastra begitu lekat dengan kemanusiaan. Isu-isu mengenai lingkungan hidup juga menjadi salah satu tema dari nilai kemanusiaan dalam sastra. Ekokritik memberikan perhatian terhadap hubungan timbal balik antara karya sastra dengan lingkungan hidup, termasuk hubungan dengan realitas sosial budaya dan fisik, yang biasanya menjadi perhatian dalam ekologi (Endraswara, 2016:viii). Pada perkembangannya, tak hanya hubungan timbal balik antara sastra dengan lingkungan saja, namun keterkaitan nilai sosial budaya juga turut mewarnai perkembangan karya sastra, termasuk di Indonesia.

Keragaman sosial budaya yang dimiliki bangsa Indonesia menjadi komposisi yang semakin
menarik apabila ditampilkan dalam wujud karya sastra. Syaratnya, isu-isu terkait lingkungan hidup haruslah tetap menjadi sorotan utama dalam penciptaan karya. Terkait nilai sosial budaya, hanyalah sebagai “bumbu penyedapnya”. Tak dapat dipungkiri, permasalahan lingkungan memang makin mengkhawatirkan. Maka dari itu, kehadiran sastra dapat menjadi
manifestasi dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup.

Bahasan antara sastra dengan lingkungan maupun sebaliknya merupakan khazanah kesastraan Indonesia. Mengingat Indonesia kaya akan limpahan hasil alam. Keuntungan besar inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber penulisan sastra ekologis. Kaitan sastra dengan ekologi
disebut sastra ekologis (Endraswara, 2016: 2). Apalagi dibalik kekayaan alam tersebut, banyak bermunculan sikap manusia yang tak mengindahkan kelestarian lingkungan, dari merusak; mencemari; mengotori; sampai mengeksploitasi alam. Sikap tersebut sangatlah disayangkan. Apalagi kekayaan alam adalah salah satu modal kemajuan suatu bangsa.

Dalam pencipataan suatu karya sastra, apalagi yang berbalut dengan fenomena lingkungan, pastilah terdapat pesan ekologis yang ingin disampaikan kepada para pembaca/penikmatnya. Gagasan, ide, kritikan, maupun amanat merupakan bagian dari pesan ekologis tersebut. Pesan ekologis ini pun pada perkembangannya juga dapat terbalut dalam nilai agama, sosial, serta budaya. Karena itu, karya sastra di Indonesia akan semakin variatif.

Referensi

https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/kandai/article/download/328/145)