Bagaimana perundang-undangan hukum media di Indonesia?

Perundang-undangan hukum media di Indonesia

Media di indonesia tidak semata-mata bebas untuk memberitakan sebuah informasi, tetapi tetap harus tunduk terhadap perundag-undangan di Indonesia. Bagaimana perundang-undangan hukum media di Indonesia?

Perkembangan media di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dunia cetak perlahan-lahan mulai beralih ke dunia digital dan elektronik. Semakin banyaknya perusahaan-perusahaan media memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat di dunia media massa. Sayangnya perkembangan media saat ini di Indonesia tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan pendidikan manusianya.

Kemerdekaan pers yang belum lama dinikmati oleh masyarakat pers di Indonesia, ternyata sudah mendapatkan kritikan yang tajam dimana-mana. Begitu banyak media massa baru diluncurkan dalam jangka waktu yang sangat singkat. Banyak media yang dituduh hanya memfokuskan pada hal-hal yang sensasional dan tidak mengindahkan kode etik jurnalistik yang mendasar. Jurnalisme yang tidak bertanggungjawab dipersalahkan sebagai salah satu penyebab banyaknya konflik di Indonesia. Masyarakat dan politisi kini sepakat menuntut bahwa media harus lebih bertanggungjawab.

Sebuah hukum membantu media untuk memfokuskan diri pada tanggungjawab ini. Hukum itu memuat aturan-aturan yang sudah diuji coba dan telah dikembangkan untuk memastikan tingkat ketepatan, keseimbangan dan keadilan yang tertinggi. Hukum tersebut membantu media untuk menjaga kredibilitasnya.

Media massa di Indonesia terdiri dari beberapa kategori, antara lain media cetak dan elektronik. Dalam perkembangannya, media massa tak hanya memberikan konsumsi informasi kepada khalayak atau massa, tetapi juga pendidikan dan hiburan. Saat ini, media massa berbasis elektronik telah menjamur di berbagai kalangan.

Pada massa sebelum kemerdekaan, media massa dijadikan sebagai alat propaganda pemerintahan. Sebagai pengemban misi politik untuk melemahkan semangat gerakan kebangsaan, mempengaruhi, dan memecah belah pemimpin pergerakan, serta merenggangkan hubungan rakyat dengan para pemimpin pergerakan kebangsaan.
Dalam konteks Indonesia, pada masa Orde Baru, media massa dipasung seperti kerbau yang dicocok hidungnya. Namun sejak Orde Baru tumbang, pengelola media menemukan era keterbukaan yang tidak pernah ada sebelumnya. Secara umum, perubahan peran media massa Indonesia yang terjadi dari era Orde Baru ke era Reformasi ini ditandai oleh beberapa hal:

  • Masa transisi yang hingga kini belum tuntas.
    Pada Orde Baru, pers kita ditekan oleh pemerintah yang otoriter, meski ada unsur tanggung jawab sosial, pembangunan, religius, dan sekaligus liberal.

  • Media massa kita kini powerful,
    saking bebasnya sering melampaui batas (gosip, melanggar privasi, dsb). UU Penyiaraan muncul setelah munculnya stasiun-stasiun TV swasta, begitu juga KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), sehingga meskipun UU itu terasa semakin penting dan peran KPI semakin besar, tetap saja ada kesan bahwa media TV lebih berkuasa daripada pemerintah yang mengeluarkan UU Penyiaran tersebut dan KPI, terlalu banyak acara TV yang tidak mendidik dan remeh.

Harus kita akui bahwa era Reformasi juga membawa dampak positif kepada masyarakat, selain dampak negatifnya. Misalnya, media bisa menggalang bantuan untuk para korban bencana seperti dalam bencana tsunami di Aceh dan Mentawai serta bencana letusan gunung berapi. Lebih penting lagi, media massa sering melaporkan langsung unjuk rasa masyarakat, termasuk mahasiswa, untuk menuntut perbaikan atau menuntut pejabat berwenang untuk mundur, meskipun tuntutan itu tidak selalu direspon positif.

Era Informasi memang ditandai dengan demokratisasi yang berkembang di berbagai negara, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Dalam konteks inilah, studi-studi kritis mengenai bagaimana peran media dalam masyarakat sedang berkembang menjadi penting. Dengan ideologi nothing to lose media nonkomersial tampaknya lebih berani berpihak kepada rakyat daripada media komersial.

Media massa merupakan salah satu lembaga penting dalam ikut mencerdasakan serta membangun kehidupan bangsa, dan hanya dapat terlaksana bila media massa memahami tanggungjawab profesinya serta norma hukum guna meningkatkan peranan sebagai penyebar infpormasi yang obyektif, menyalurkan aspirasi rakyat, memperluas komunikasi dan partisipasi masyarakat, terlebih lagi melakukan control sosial terhadap fenomena yang timbul berupa gejala-gejala yang dikhawatirkan dapat memberi suatu dampak yang negatif. Ketika media massa masuk dalam ranah sosial maka media massa perlu diatur untuk menjamin kontribusinya terhadap kebaikan publik. Struktur hukum dan kebijakan adalah aturan main yang harus disepakati supaya media dan masyarakat mendapatkan ranah jaminan hukum yang pasti. UU yang mengatur media massa, antara lain UU Pers No.40 Tahun 1999 dan UU Penyiaran No.32 Tahun 2002.

Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :

  1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang

melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

  1. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
  2. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
  3. dst.- tercantum di lampiran

ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN

PERANAN PERS

Pasal 2

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

Pasal 3

  1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
  2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Pasal 4

  1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
  2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
  3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
  4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

Pasal 5

  1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan

menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga

tak bersalah.

  1. Pers wajib melayani Hak Jawab.
  2. Pers wajib melayani Hak Tolak.

Pasal 6

Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :

  1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
  2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan

Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;

  1. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
  2. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

kepentingan umum;

memperjuangkan keadilan dan kebenaran

  1. Konsep Hukum Media Massa

Berdasarkan UU Pers No.40 Tahun 1999 dan UU Penyiaran No.32 Tahun 2002, dapat diperoleh beberapa konsep hukum media massa, antara lain:

Dalam posisinya sebagai lembaga sosial, media massa berinteraksi dengan lembaga sosial lain. Ia mempengaruhi dan dipengaruhi lembaga lain. Dalam keadaan beginilah ia memiliki regulasi. Regulasi ini bisa saja berbentuk peraturan pemerintah, keputusan pemerintah, dan undang-undang (UU). Regulasi yang berupa UU inilah yang kemudian disebut hukum media massa.

Bila dilihat lebih jauh, sebenarnya tujuan hukum media massa bisa dikelompokkan menjadi, pertama , untuk mengendalikan media massa. Dalam konteks ini, hukum media massa merupakan instrumen untuk membatasi media massa agar tidak melenceng dari keinginan, misalnya pemerintah. Pada titik inilah hukum media massa disebut memiliki karakter politik.

Kedua , untuk mengatur media massa agar berperilaku wajar sesuai dengan keinginan masyarakat. Agar media massa tidak merugikan masyarakat. Dalam konteks inilah hukum media massa disebut memiliki karakter sosial.

Hukum media massa biasanya dijabarkan melalui pasal-pasal yang terdapat dalam UU. Pasal tersebut biasanya berkaitan dengan keberadaan organisasi media massa. Kendati begitu, organisasi media massa tidak bisa dikenakan tindakan hukum. Sebab, hanya person yang bisa dikenakan tindakan hukum. Dengan kata lain, kalau ada organisasi media massa yang dianggap melanggar pasal-pasal dalam UU, maka yang bisa dikenakan tindakan hukum adalah individu yang menjadi penanggungjawab media massa tersebut.

Sebagai individu, wartawan bisa dikenakan tindakan hukum bila dia melanggar beberapa pasal yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan begitu, hukum kita memperlihatkan bahwa ada tindakan profesional awak media massa yang bisa digolongkan sebagai pelanggaran hukum. Kalau seorang wartawan sudah dianggap melanggar hukum, maka dia bisa dikenai ancaman pidana.

Sebelum berharap terlalu banyak pada media massa, cobalah bersikap realists. Betul, bahwa institusi media massa sebagai faktor yang mempengaruhi khalayaknya. Akan tetapi dengan cara pandang lain juga bisa dilihat media massa sebagai cermin dari masyarakat, sebab dia tidak berada di ruang hampa. Bahkan keberadaannya ditentukan oleh kualitas masyarakat yang melingkupinya.

Hukum media massa hendaklah dilihat dalam dua aspek, yaitu pertama , menjamin awak media massa melaksanakan semua kegiatan profesionalisme mereka; dan kedua , melindungi masyarakat dari dampak negatif media massa. Ini memperlihatkan kepada kita bahwa hukum media massa sekarang hendaklah berada dalam kedua kerangka tersebut. Apa pun nama UUnya, ia haruslah menjamin hak media melakukan kegiatan profesionalisme dan melindungi masyarakat dari dampak negatif media massa.