Bagaimana Persiapan Serangan Umum 1 Maret 1949?

serangan umum 1 maret 1949
Bagaimana Persiapan Serangan Umum 1 Maret 1949 ?

Sejak Belanda melancarkan agresi kedua pada tanggal 19 Desember 1948, persiapan serangan umum 1 Maret 1949 dilakukan secara bertahap, pihak Republik telah merencanakan serangan balasan. Serangan balasan tersebut dilakukan secara gerilya, kemudian setelah serangan dilancarkan, pihak Republik segera mundur untuk menghindari pembersihan yang dilakukan oleh Belanda. Selama menghindari pembersihan, pihak Republik melakukan konsolidasi dan penertiban organisasi. Di dalam konsolidasi diadakan evaluasi serangan-serangan sebelumnya dan perencanaan serangan-serangan berikutnya. Hal tersebut terus dilakukan hingga akhirnya persiapan yang baik tercapai untuk melakukan serangan umum 1 Maret 1949.

Persiapan yang telah dicapai sebelum serangan umum 1 Maret dilakukan adalah sektor-sektor pertahanan telah tersusun atas beberapa Sub Wehrkreise (SWK). Posisi SWK-SWK merupakan sektor-sektor yang tersebar di daerah pinggiran dan luar kota Yogyakarta serta bertitik puncak di kota Yogyakarta. Serangan akan dilakukan secara mendadak dan mengepung langsung tempat-tempat yang menjadi konsentrasi lawan serta tempat-tempat yang dianggap strategis yaitu Benteng Vredeburg, Kantor Pos, Istana Kepresidenan, Hotel Tugu, Stasiun Kereta Api, bekas Markas Besar Tentara (MBT) di Jalan Gondolayu, Kompleks Kotabaru, dan tempat-tempat lainnya.

Sebagai tanda pengenal dan agar tidak mencurigakan sesama prajurit yang menyerbu ke dalam kota, ditentukanlah janur (daun kelapa yang masih muda) untuk dilekatkan di badan prajurit. Selain itu gerak pasukan dalam formasi harus dapat menduduki tempat-tempat strategis pada jarak tembak yang efektif terhadap sasaran yang telah ditentukan.

SWK 01 bertugas sebagai pasukan bawah tanah dalam serangan tersebut, dan bagaimana dalam waktu yang sesingkat mungkin dapat mengatur kekuatan semua sektor yang ada dalam kota dan melancarkan serangan kejutan kepada pihak lawan. Para komandan sektor bertugas menyediakan tempat untuk sekitar 2000 orang gerilya yang bergerak dari luar kota untuk melakukan penyusupan. Mereka akan bersembunyi di dalam kota sebelum serangan umum dilakukan. Setelah sirine tanda jam malam dibunyikan, para gerilyawan akan mulai memasuki kota dari segala jurusan.

Serangan umum 1 Maret 1949 tersebut telah dipersiapkan sebaik-baiknya. Serangan tersebut bertujuan untuk merebut kembali kota Yogyakarta selama beberapa saat hingga diketahui oleh pihak luar (internasional). Selain itu serangan ini bertujuan untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI masih ada dan mampu mengadakan serangan terhadap pertahanan Belanda. Serangan ini akan dilakukan pada siang hari dan diharapkan akan mengguncang pihak Belanda atau setidaknya dengan serangan terhadap kubu-kubu di dalam kota akan menimbulkan reaksi dari pihak Belanda dan dapat membawa akibat yang cukup berat bagi Belanda di Dewan Keamanan.

Wakil-wakil RI di PBB memerlukan bukti nyata bahwa RI terus berjuang mempertahankan kemerdekaan. Selama Belanda menduduki Yogyakarta, pasukan TNI telah mengadakan beberapa penyerangan, namun hanya dianggap sebagai gangguan kecil, yang berarti Belanda menganggap ringan serangan tersebut. Sedangkan di Dewan Keamanan PBB, Belanda berbicara seolah-olah Republik tidak mempunyai kekuatan untuk memukul mundur mereka. Inilah sebab mengapa serangan umum 1 Maret 1949 harus dilakukan pada siang hari.

Selain didukung oleh tentara Republik, serangan umum 1 Maret 1949 ini juga didukung oleh Sultan Hamengku Buwono IX. Jalinan komunikasi antara tentara dan Sri Sultan semakin ditingkatkan, hal ini disebabkan karena beliau memerlukan penjelasan mengenai keadaan di luar keraton, karena pada saat itu Sri Sultan sendiri sedang dikenai tahanan rumah oleh Belanda. Beberapa keterangan yang Sri Sultan minta antara lain :

  • Bagaimana TNI dan para pejuang lainnya telah sanggup menahan setiap serangan Belanda.
  • Berapa jumlah korban dan siapa saja yang telah ditangkap atau ditembak oleh Belanda.
  • Bagaimana keadaan pemerintahan di kabupaten-kabupaten dan peran

Sebaliknya, TNI pun banyak mendapat keterangan dari Sri Sultan yang disampaikan oleh Pangeran Prabuningrat mengenai situasi politik internasional yang berhasil dipantau oleh Sri Sultan melalui siaran radio luar negeri.

Selain hal-hal di atas, serangan umum ini juga dipertimbangkan dari segi sosial maupun militer. Telah dipertimbangkan bagaimana perlakuan kejam yang akan dilakukan Belanda kepada rakyat Yogyakarta sebagai tindak pembalasan. Sehingga diusahakan segala strategi dan taktik yang disampaikan melalui kurir-kurir kepada para komandan dan kepala sektor sangat dijaga kerahasiannya agar tidak ada kebocoran. Apabila serangan umum telah selesai, pos-pos Belanda di luar kota harus terus menerus diserang agar pasukan Belanda yang ada di kota ditarik ke luar kota sehingga tidak mempunyai waktu untuk menganiaya rakyat.

Pasukan gerilya desa dan para kepala dukuh bertugas mengatur pertahanan dengan menyelamatkan penduduk dan sedapat mungkin menimbulkan kerugian besar bagi pihak musuh.Ibu-ibu rumah tangga dan pemudi mempersiapkan dapur umum, peranan logistik sangat besar artinya dalam serangan tersebut. Selain itu kurir-kurir tidak resmi yang terdiri dari para pelajar dan ibu-ibu pedagang menjalankan tugas mereka dengan baik. Para pelajar putri membantu barisan palang merah yang bertugas menangani korban perang.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah dinas intelijen yang telah digerakkan dari jauh hari untuk mengetahui kondisi pertahanan di desa-desa dan melakukan penggalangan serta bekerjasama dengan unsur-unsur penerangan untuk memelihara semangat rakyat dan menjaga kewaspadaan terhadap infiltrasi lawan. Semangat rakyat harus tetap dibina agar pengaruh musuh tidak dapat masuk di lingkungan masyarakat. Demikian persiapan yang dilakukan baik secara teknis maupun strategis yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Serangan Umum 1 Maret 1949.

Sumber:

Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret( secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI - berarti juga Republik Indonesia - masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.

Peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 menjadi salah satu momen bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia.

Saat itu, selama 6 jam, militer dan rakyat Indonesia menguasai Yogyakarta, yang merupakan ibu kota negara, untuk menunjukkan perlawanan kepada Belanda dan Sekutu.

Komandan Brigade 10/Wehrkreise III, Soeharto, membagi pasukannya dalam tujuh sub yang bertugas menguasai Yogyakarta.

Keberhasilan serangan umum 1 Maret 1949 menjadi salah satu yang mengantarkan Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan sepenuhnya.

Persatuan Bangsa-Bangsa juga mendukung Indonesia untuk mendapatkan haknya sebagai negara yang merdeka.

beberapa waktu sebelum melakukan penyerangan, muncul Perintah Operasi di Staf Komando Aktif Bibis yang menyatakan agar segera melakukan serangan umum di Yogyakarta.

Letkol Soeharto mendapatkan perintah untuk merumuskan strategi dan taktik penyerbuan. Setelah pembagian sub, Soeharto mulai menjalankan rencananya.

Dua minggu sebelum hari H, kesatuan-kesatuan dalam kelompok mulai menyusup ke Kota Yogyakarta.

Dapur umum telah dipersiapkan untuk menjamin logistik pangan pasukan tempur dan gerilayawan sebanyak 2.000 orang.

Dilansir dari laman Kemendikbud, Soeharto dan pasukannya mendapatkan bagian untuk menyerang sektor barat Yogyakarta sampai Malioboro.