Pasal 33 Perpu No.1 Tahun 2002 :
Saksi, Penyidik, PU, Hakim yang memeriksa beserta keluarganya wajib diberi perlindungan dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan/atau hartanya : sebelum, selama, sesudah proses pemeriksaan perkara.
Bentuk-bentuk Perlindungan :
- Perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental
- Kerahasiaan identitas saksi
- Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang Pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka. (Pasal 34 ayat (1) Perpu No.1 Tahun 2002)
Penjelasan Pasal : cukup jelas
Diatur lebih lanjut dalam PP No.24 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme.
Batasan :
-
Perlindungan : jaminan rasa aman yang diberikan oleh negara kepada Saksi, Penyidik, PU dan Hakim dari kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam perkara tindak pidana terorisme (Pasal 1 angka ke-1 PP No. 24 Tahun 2003)
-
Saksi : orang yang memberi keterangan guna penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan tentang perkara tindak pidana terorisme yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri (Pasal 1 angka ke-2 PP No.24 Tahun 2003).
-
Keluarga : Keluarga inti yang terdiri dari suami/isteri dan anak dari Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim (Pasal 1 angka ke-3 PP No.24 Tahun 2003.
Permohonan dan Pelaksanaan Perlindungan
Perlindungan wajib dilakukan oleh pejabat Kepolisian Negara RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat terjadinya TPTerorisme (Pasal 4 ayat (1) PP No.24 Tahun 2003) atau oleh pejabat Kepolisian Negara RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Saksi, Penyidik, PU atau Hakim yang bersangkutan (ayat (2) PP No.24 Tahun 20003) atau oleh pejabat Kepolisian Negara RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat sidang Pengadilan dilaksanakan (ayat (3) PP No. 24 Tahun 2003).
Perlindungan terhadap saksi wajib diberikan oleh Penyidik, PU atau Hakim dalam semua tingkat pem. Perkara (Pasal 5 PP No.24 Tahun 2003). Perlindungan tersebut wajib diberitahukan kepada Saksi, Penyidik, PU atau Hakim dalam waktu 1 hari sebelum perlindungan diberikan (Pasal 6 PP No.24 Tahun 2003).
Bila belum diberikan maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat Kepolisian Negara RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Saksi, Penyidik, PU atau Hakim (Pasal 7 ayat (2) jo ayat (1) PP No.24 Tahun 2003). Dalam hal diajukan Saksi, tembusan surat permohonan disampaikan kepada Penyidik, PU dan Hakim dalam semua tk. Pem. perkara (ayat (3) PP No.24 Tahun 2003). Perlindungan yang diajukan pada tahap penyidikan berlaku sampai berakhirnya pem. di sidang Peng (Penjelasan Pasal 7 ayat (1) PP No. 24 Tahun 03).
Ketentuan tersebut juga berlaku bagi keluarga (lihat penjelasan Pasal 7 ayat (1) PP No.24 Tahun 2003).
Dalam waktu paling lama 1 x 24 jam sejak permohonan diterima, Kepolisian Negara RI akan melakukan klarifikasi atas kebenaran laporan dan identifikasi bentuk perlindungan yang diperlukan. Teknis pelaksanaan perlindungan diatur lebih lanjut oleh Kapolri (Pasal 8 PP No. 24 Tahun 2003). Biaya dibebankan pada Anggaran Kepolisian Negara RI (Pasal 11 ayat (2) PP No. 24 Tahun 2003).
Saksi yang didatangkan dari luar negeri, perlindungan dilakukan dengan kerjasama dengan pejabat Kepolisian negara yang bersangkutan (Pasal 10 PP No. 24 Tahun 2003).
Pemberian Perlindungan dihentikan dalam hal :
- berdasarkan penilaian Kepolisian, tidak diperlukan lagi atau
- atas permohonan yang bersangkutan (Pasal 9 ayat (1) PP No.24 Tahun 2003)
Penghentian pemberian perlindungan atas dasar Pasal 9 ayat (1) huruf a PP No.24 Tahun 2003 harus diberitahukan secara tertulis kepada Saksi, Penyidik, PU dan atau Hakim dalam waktu paling lambat 3 hari sebelum perlilndungan dihentikan (Pasal 9 ayat (2) PP No.24 Tahun 2003).
KOMPENSASI, RESTITUSI DAN REHABILITASI
Kompensasi
Korban atau ahli waris berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi (Pasal 36 ayat (1) UU Pemberantasan TP Terorisme).
Penjelasan : Kompensasi adalah penggantian yang bersifat materiil dan immateriil.
Kompensasi pembiayaannya dibebankan kepada Negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah (Pasal 36 ayat (2) UU PTP Terorisme).
Restitusi
Restitusi merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli warisnya (Pasal 36 ayat (3) UU PTP Terorisme)
Kompensasi dan/atau restitusi diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan Pengadilan (Pasal 36 ayat (4) UU PTP Terorisme)
Kompensasi diajukan oleh korban atau kuasanya kepada Menteri Keuangan berdasarkan amar putusan (Pasal 38 ayat (1) UU PTP Terorisme).
Restitusi diajukan oleh korban atau kuasanya kepada pelaku atau pihak ketiga (Pasal 38 ayat (2) UU PTP Terorisme).
Menteri Keuangan dan Pelaku memberikan kompensasi dan/atau restitusi paling lambat 60 hari kerja terhitung sejak penerimaan permohonan (Pasal 39 UU PTP Terorisme).
MenKeu, Pelaku atau Pihak Ketiga melaporkan pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi kepada Ketua Pengadilan yang memutus perkara disertai tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi dan/atau rehabilitasi (Pasal 40 ayat (1) UU PTP Terorisme).
Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi disampaikan kepada korban atau ahli warisnya (Pasal 40 ayat (2)).
Ketua Pengadilan setelah menerima tanda bukti akan mengumumkan pelaksanaan tersebut pada Papan Pengumuman Pengadilan yang bersangkutan (Pasal 40 ayat (3)).
Pemberian kompensasi dan/atau restitusi dapat dilakukan secara bertahap, setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatan pelaksanaannya dilaporkan kepada Pengadilan (Pasal 42 UU Pemberantasan TP Terorisme).
Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi kepada pihak korban melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, korban atau ahli warisnya dapat melaporkan hal tersebut kepada Pengadilan (Pasal 41 ayat (1) UU PTP Terorisme). Pengadilan segera memerintahkan Menteri Keuangan, Pelaku atau Pihak Ketiga untuk melaksanakan putusan tersebut paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal perintah tersebut diterima (Pasal 41 ayat (2) UU PTP Terorisme).
Rehabilitasi
Tiap orang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh Pengadilan diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah BHT (Pasal 37 ayat (1) UU PTP Terorisme).
Penjelasan Pasal 37 UU PTP Terorisme :
Rehabilitasi adalah pemulihan pada kedudukan semula, misalnya : kehormatan, nama baik, jabatan atau hak-hak lain termasuk penyembuhan dan pemulihan fisik atau psikis serta perbaikan harta benda.
Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus didalam putusan Pengadilan sebagian dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) di atas (Pasal 37 ayat (2) UU PTP Terorisme).
Pengajuan rehabilitasi dilakukan oleh Korban Kepada Menteri Kehakiman & HAM (Pasal 38 ayat (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme).
Sumber : Bambang Dwi Baskoro, Hukum Acara Pidana Lanjut, Universitas Diponegoro