PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
Dalam Pasal 34 UU No.26 Tahun 2000 dikatakan:
Ayat (1) : setiap korban dan saksi dalam pelanggaran HAM yang berat berhak atas perlindungan fisik & mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun.
Ayat (2) : perlindungan tersebut wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan secara Cuma- cuma.
Ayat (3) : diatur lebih lanjut di dalam PP
Di dalam PP No. 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia yang Berat diberikan.
Batasan-batasan (Pasal 1 PP No. 2 Tahun 2000) :
-
Perlindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan dan atau Pemeriksaan di sidang pengadilan.
-
Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror dan kekerasan dari pihak manapun.
-
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan Penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan tentang perkara pelanggaran ham yang berat yang ia dengar sendiri, lihat sendiri dan alami sendiri yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror dan kekerasan dari pihak manapun.
-
Ancaman, gangguan, teror dan kekerasan adalah segala bentuk perbuatan memaksa yang bertujuan menghalang-halangi atau mencegah seseorang sehingga baik langsung atau tidak langsung mengakibatkan orang tersebut tidak dapat memberikan keterangan yang benar untuk kepentingan Penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
Selanjutnya di dalam Pasal 2 ayat (2) PP No.2 Tahun 2002 dikatakan:
Perlindungan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan diberikan sejak tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
Penjelasan :
Yang dimaksud “pemeriksaan di sidang pengadilan” adalah proses pemeriksaan pada sidang Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi atau MA.
Bentuk Perlindungan
Bentuk-bentuk perlindungan meliputi (Pasal 4 PP No.2 Tahun 2002):
- Perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman fisik dan mental;
- Perahasiaan identitas korban atau saksi;
- Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengakuan tanpa bertatap muka dengan tersangka.
Tata Cara Permohonan dan Pemberian Perlindungan
Dalam Pasal 5 PP No.2 Tahun 2002 dikatakan::
Ayat (1) : perlindungan terhadap korban dan saksi dilakukan berdasarkan :
a. inisiatif aparat penegak hukum dan aparat keamanan, dan atau
b. permohonan yang disampaikan oleh korban atau saksi. Penjelasan :
Yang dimaksud dengan inisiatif aparat penegak hukum atau aparat keamanan adalah tindakan perlindungan yang langsung diberikan berdasarkan pertimbangan aparat bahwa korban dan saksi perlu segera dilindungi.
Inisiatif tersebut dapat berasal dari laporan masyarakat.
Ayat (2) : permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, disampaikan kepada :
a. Komnas HAM, pada tahap Penyelidikan;
b. Kejaksaan, pada tahap Penyidikan dan Penuntutan;
c. Pengadilan, pada tahap Pemeriksaan.
Penjelasan : perlindungan yang diajukan pada tahap tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut sekaligus merupakan permohonan untuk tahap berikutnya.
Ayat (3) : permohonan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) disampaikan lebih lanjut kepada aparat keamanan untuk ditindaklanjuti.
Ayat (4) : permohonan perlindungan dapat disampaikan secara langsung kepada aparat keamanan.
Selanjutnya di dalam Pasal 6 PP No. 2 Tahun 2002 :
Setelah menerima permohonan, aparat penegak hukum atau aparat keamanan melakukan :
a. klarifikasi atas kebenaran permohonan dan
b. identifikasi bentuk perlindungan yang diperlukan
Pemberian perlindungan terhadap korban dan saksi dihentikan (Pasal 7 PP No. 2 Tahun 2002) apabila :
Ayat (1)
a. atas permohonan yang bersangkutan;
b. korban dan atau saksi meninggal dunia, atau
c. berdasarkan pertimbangan aparat penegak hukum atau aparat keamanan, perlindungan tidak diperlukan lagi.
Ayat (2) : penghentian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 3 hari sebelum perlindungan dihentikan.
Pasal 8 ayat (2) PP No. Tahun 2002 : segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan terhadap korban dan saksi dibebankan pada anggaran masing-masing instansi aparat penegak hukum atau aparat keamanan.
KOMPENSASI, RESTITUSI DAN REHABILITASI
Dalam Pasal 35 UU No.26 Tahun 2000 dikatakan :
Ayat (1) : setiap korban pelanggaran HAM yang berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.
Ayat (2) : kompensasi, restitusi dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam amar putusan Pengadilan HAM.
Penjelasan Pasal 35 UU No. 26 Tahun 2000 :
- Yang dimaksud dengan “kompensasi” adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara, karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggungjawabnya.
- Yang dimaksud dengan “restitusi” adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga.
Restitusi dapat berupa :
a. pengembalian harta milik;
b. pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau
c. penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah pemulihan pada kedudukan semula, misalnya kehormatan, nama baik, jabatan atau hak-hak lain.
Ayat (3) : diatur lebih lanjut di dalam PP
PP No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia yang berat.
Sumber : Bambang Dwi Baskoro, Hukum Acara Pidana Lanjut, Universitas Diponegoro