Bagaimana perlindungan hukum bagi staf ahli DPR?

Dalam perkembangan DPR RI dari masa ke masa terlihat adanya tuntutan kebutuhan dukungan keahlian dalam melaksanakan tugas konstitusionalnya.

Kesadaran akan pentingnya peran dukungan keahlian sesungguhnya sudah diawali pada masa DPR RI kepemimpinan Kharis Suhud pada tahun 1990-an.

Hadirnya Bidang Pengkajian dan Analisis di bawah Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi (P3I) yang berisikan para peneliti lulusan perguruan tinggi dari berbagai macam jurusan merupakan bukti adanya tuntutan kebutuhan DPR RI pada masa itu.

Para peneliti ini memberikan dukungan keahlian kepada para anggota DPR RI melalui hasil riset, analisis, kajian, penyusunan naskah akademis, bahkan sampai pada perancangan undang-undang.

Bagaimana perlindungan hukum bagi staf ahli DPR?

Menetapkan Peraturan DPR RI tentang Pengelolaan Tenaga Ahli dan Staf Administrasi Anggota DPR RI

Sebelumnya, anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Polri atas tuduhan memukul staf ahlinya bernama Dita Aditya.
Dita aditya yang disebut berbagai media sebagai staf ahli anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu masih simpang siur. Dita dan Masinton memiliki versi sendiri atas pemukulan yang terjadi pada Kamis (21/1/2016) itu. Posisi Dita sebagai staf ahli pun dipertanyakan karena diketahui sebagai simpatisan Partai Nasional Demokrat.

Sementara itu, Wakil Ketua MKD “Junimart Girsang (2016) mengatakan, karena pelanggaran berat yang dilakukan oleh Gde, MKD mengadakan rapim dan diputuskan membuat panel. Panel tersebut dibuat karena kemungkinan adanya pelanggaran kode etik berat. “Putusan Rapim, laporan yang bersangkutan itu dia dibawa ke rapat internal anggota, lalu rapat memutuskan membentuk panel. Kenapa panel? Karena ada potensi pelanggaran berat,”

Oleh karena sudah diputuskan pelanggaran berat, maka Gde akan disidang oleh panel. Pilihan sanksinya hanya dua, sanksi pemberhentian sementara selama 3 bulan atau pemecatan dari DPR.
Adapun pelanggaran kode etik berat ini menurut Wakil Ketua MKD Junimart Girsang berkaitan dengan anggaran untuk daerah pemilihan. Namun Junimart sendiri enggan menjelaskan secara detail pelanggaran ini.

“Perkara yang akan kita bentuk panel karena diduga ada pelanggaran berat, anggaran daerah pemilihan,” (ujar Junimart di Nusantara I, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (18/1) lalu).”

Menurut peraturan DPR RI nomor 1 tahun 2015 tentang kode etik DPR RI Bab 2 kode etik Bagian Kedua Integritas Pasal 3

  1. Anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
  2. Anggota sebagai wakil rakyat memiliki pembatasan pribadi dalam bersikap, bertindak, dan berperilaku
  3. Anggota dilarang memasuki tempat prostitusi, perjudian, dan tempat lain yang dipandang tidak pantas secara etika, moral, dan norma yang berlaku umum di masyarakat, kecuali untuk kepentingan tugasnya sebagai Anggota DPR dalam wilayah Negara Kesatuan RepubIik Indonesia.
  4. Anggota harus menjaga nama baik dan kewibawaan DPR.
  5. Anggota dilarang meminta dan menerima pemberian atau hadiah selain dari apa yang berhak diterimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya menurut peraturan DPR RI nomor 1 tahun 2015 tentang kode etik DPR RI Bab 2 kode etik Bagian Keenam Belas Hubungan dengan Tenaga Ahli, Staf Administrasi Anggota, dan Sekretariat Jenderal Pasal 18

  1. Anggota dilarang melakukan diskriminasi dalam hal penentuan tenaga ahli dan staf administrasi Anggota serta pemberian kompensasi yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Anggota dilarang mengangkat Keluarganya sebagai tenaga ahli dan staf administrasi Anggota.
  3. Anggota harus memperlakukan tenaga magang dan relawan secara profesional.
  4. Anggota dilarang melakukan hubungan yang tidak proporsional dan tidak profesional, baik dengan tenaga ahli dan staf administrasi Anggota maupun pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR;
  5. Anggota dilarang mengutus tenaga ahli, staf administrasi Anggota, atau pegawai Sekretariat Jenderal DPR untuk mewakili Rapat dan pertemuan yang menjadi fungsi, tugas, dan wewenangnya.

Sanksi pelanggaran peraturan DPR tentang kode etik
DPR RI Bab IV Pelanggaran, Sanksi, dan Rehabilitas Bagian Kesatu Pelanggaran Pasal 20:

  1. Pelanggaran peraturan perundang-undangan oleh Anggota merupakan pelanggaran Kode Etik.
  2. Pelanggaran ringan adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai berikut:
  • tidak mengandung pelanggaran hukum;
  • tidak menghadiri Rapat yang merupakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sebanyak 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat paripurna dalam 1 (satu) masa sidang atau 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat Alat Kelengkapan DPR dalam 1 (satu) masa sidang tanpa keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi;
  • menyangkut etika pribadi dan Keluarga; atau
  • menyangkut tata tertib Rapat yang tidak diliput media massa.
  1. Pelanggaran sedang adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai berikut:
  • mengandung pelanggaran hukum;
  • mengulangi perbuatannya yang telah dikenai sanksi ringan oleh MKD;
  • mengulangi ketidakhadiran dalam Rapat yang merupakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sebanyak 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat paripurna dalam 1 (satu) masa sidang atau 40% ( empat puluh persen ) dari jumlah rapat Alat Kelengkapan DPR dalam 1 (satu) masa sidang tanpa keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi setelah sebelumnya mendapatkan sanksi ringan; ataud. menyangkut pelanggaran tata tertib Rapat yang menjadi perhatian publik.
  1. Pelanggaran berat adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai berikut:
  • mengulangi perbuatannya yang telah dikenai sanksi sedang oleh MKD;
  • tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
  • tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturutturut tanpa keterangan yang sah;
  • tidak lagi memenuhi syarat sebagai Anggota sebagaimana ketentuan mengenai syarat calon Anggota yang diatur dalam undang–undang yang mengatur mengenai pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
  • melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
  • tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau
  • terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan telah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Bagian Kedua Sanksi Pasal 21
Anggota yang dinyatakan melanggar Kode Etik dikenai sanksi berupa:

  • sanksi ringan dengan teguran lisan atau teguran tertulis;
  • sanksi sedang dengan pemindahan keanggotaan pada alat kelengkapan DPR atau pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau pimpinan alat kelengkapan DPR; atau
  • sanksi berat dengan pemberhentian sementara paling singkat 3 (tiga) bulan atau pemberhentian sebagai Anggota.

Bagian Ketiga Rehabilitasi Pasal 22
Anggota yang tidak terbukti melanggar Kode Etik berdasarkan putusan MKD diberikan rehabilitasi dengan mengumumkannya dalam rapat paripurna DPR yang pertama sejak diterimanya putusan MKD oleh pimpinan DPR dan dibagikan kepada semua Anggota.


Yandi, M. 2016. .Kasus pemukulan Masinton, meluruskan istilah staf ahli DPR (Online) (https://beritagar.id/artikel/berita/kasus-pemukulan-masinton-meluruskan-istilah-staf-ahli-dpr diakses 8 April 2017)

Paripurna. 2014. Paripurna DPR Tetapkan Peraturan Tenaga Ahli DPR (Online) (http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/9175 diakses 8 April 2017 )

Yandi, M. 2016. .Kasus pemukulan Masinton, meluruskan istilah staf ahli DPR (Online) (https://beritagar.id/artikel/berita/kasus-pemukulan-masinton-meluruskan-istilah-staf-ahli-dpr diakses 8 April 2017)

Marselius, G. 2016. Diduga lakukan pelanggaran berat, politisi Golkar dipanggil MKD (Online) ( Diduga lakukan pelanggaran berat, politisi Golkar dipanggil MKD diakses 8 April 2017)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. 2015. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Jakarta. Bab 2 kode etik Bagian Kedua Integritas Pasal 3

Ibid. Bab 2 kode etik Bagian Keenam Belas Hubungan dengan Tenaga Ahli, Staf Administrasi Anggota, dan Sekretariat Jenderal Pasal 18

ibid Bab IV Pelanggaran, Sanksi, dan Rehabilitas Bagian Kesatu