Bagaimana perkembangan Sistem Nilai Tukar di Indonesia?

Sistem Nilai Tukar di Indonesia

Bagaimana perkembangan Sistem Nilai Tukar di Indonesia ?

Sejak tahun 1970, secara garis besar Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar.

1. Sistem Kurs Tetap (1970-1978)


Mulai tahun 1970 sampai dengan tahun 1978 Indonesia menerapkan sistem nilai tukar tetap. Selama 8 tahun diterapkannya sistem tersebut telah terjadi 3 kali devaluasi mata uang rupiah terhadap dolar AS. Devaluasi dilakukan karena nilai mata uang rupiah yang ditetapkan tidak lagi sesuai dengan nilai riilnya. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 1964 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditetapkan dengan kurs resmi sebesar Rp. 250 per satu dolar AS. Untuk nilai tukar dengan mata uang lainnya ditetapkan atas dasar nilai tukar rupiah dengan dolar AS di pasar domestik maupun internasional.

Dalam periode diberlakukannya sistem fixed exchange rate , pemerintah Indonesia sangat ketat dalam mengontrol devisa. Meskipun usaha mengontrol devisa telah dilakukan dengan ketat, kenyataan menunjukkan pemerintah Indonesia telah melakukan devaluasi sebanyak tiga kali yaitu yang pertama kali dilakukan pada tanggal 17 April 1970 dimana nilai tukar rupiah ditetapkan kembali menjadi Rp. 378 per dolar AS. Devaluasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi Rp. 415 per dolar AS dan yang ketiga pada tanggal 15 November 1978 dengan nilai tukar sebesar Rp. 625 per satu dolar AS (Wijaya, 2000).

2. Sistem Kurs Mengambang Terkendali (1978-Juli 1997)


Pemerintah menyadari bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ditetapkan terlalu tinggi, dapat mengurangi daya saing produk ekspor Indonesia di luar negeri. Sedangkan apabila ditetapkan terlalu rendah akan mendorong terjadinya impor yang berlebihan sehingga menurunkan daya saing produk dalam negeri di pasar domestik. Oleh karena itu, pemerintah mengganti sistem nilai tukar tetap menjadi sistem nilai tukar mengambang terkendali.

Diambilnya kebijakan nilai tukar terkendali pada November 1978 diharapkan dapat mewujudkan tercapainya nilai tukar rupiah yang realistis. Namun demikian, perkembangan nilai tukar rupiah tersebut sampai akhir tahun 1982-1983 belum mencerminkan nilai yang sesungguhnya ( overvalued ) sehingga menurunkan daya saing komoditi ekspor Indonesia. Oleh karena itu, pada 30 Maret 1983 pemerintah kembali melakukan devaluasi rupiah dari Rp. 702 menjadi Rp. 970 per dolar AS.

Dengan sistem mengambang terkendali ( managed floating ) nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang ( basket of currencies ) negara mitra dagang utama Indonesia. Sejak sistem ini dilaksanakan, pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan rentang tertentu. Apabila terdapat perubahan nilai tukar suatu mata uang yang menyentuh batas yang ditetapkan ( intervention band ), otoritas moneter akan melakukan intervensi. Maksud pengendalian atau intervensi ini adalah agar rupiah tidak terlalu fluktuatif dan tetap wajar. Nilai tukar yang terlalu fluktuatif akan berdampak negatif terhadap aliran barang, jasa dan modal, yang pada gilirannya mempengaruhi perekonomian nasional. Selain itu nilai tukar yang terlalu fluktuatif akan mendorong tindakan kontra produktif (spekulan), yang jelas berdampak negatif bagi perekonomian nasional.

Sistem ini adalah penyempurnaan sistem mengambang bebas bagi negara-negara yang tidak ingin nilai tukarnya terus merosot. Dengan adanya intervensi pemerintah, nilai tukar mata uang tidak terus turun, meskipun sebenarnya keadaan perekonomian negara tersebut belum baik (Wijaya, 2000).

3. Sistem Kurs Mengambang Bebas (14 Agustus 1997-sekarang)

Sistem ini mulai diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1997 sampai dengan saat ini. Perubahan sistem nilai tukar tersebut terjadi karena krisis keuangan yang melanda negara-negara Asia. Pada akhir Desember 1990, kurs rupiah per dolar AS (kurs tengah) yakni sebesar Rp 1.901 dan kurs ini mengalami penyesuaian menjadi Rp 2.383 pada akhir tahun 1996. Kestabilan nilai kurs rupiah berlanjut sampai dengan 11 Juli 1997, dimana nilai kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp. 2.440. Namun pada minggu kedua Juli 1997 goncangan terhadap nilai kurs rupiah mulai dirasakan, yang bermula dari jatuhnya mata uang bath Thailand dan menyebar ke kawasan ASEAN termasuk Indonesia (Wijaya, 2000).

Pemerintah akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1997, melepas batas-batas kurs intervensi. Dengan pelepasan batas-batas kurs intervensi, pemerintah meninggalkan sistem tukar rupiah yang mengambang terkendali menjadi sistem nilai tukar mengambang murni sehingga nilai tukar kurs rupiah ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan pasar. Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah 30 benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktuwaktu tertentu melakukan intervensi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan.