Bagaimana perkembangan penelitian manajemen dengan menggunakan pendekatan Strategy as Practice (SAP)?

Strategi

Pendekatan strategy as practice atau pendekatan strategi sebagai praktik merupakan pendekatan yang melihat bagaimana praktek didalam organisasi. Mereka melihat secara langsung bagaimana sebuah organisasi dikelola.

Analisis organisasi berbasis praktik digunakan semakin luas dalam disiplin ilmu manajemen karena kapasitas mereka untuk memahami bagaimana batasan tindakan organisasi dibatasi oleh praktik organisasi yang berlaku dan masyarakat (Feldman & Orlikowski, 2011).

Label Strategy-as-Practice (SAP) memiliki arti ganda: “practice” menandakan upaya untuk mendekat dengan dunia praktisi dan berkomitmen terhadap teori praktik sosiologis. Wawasan utama dari studi ini adalah bahwa kerja strategi bergantung pada organisasi dan praktik lain yang secara signifikan mempengaruhi proses dan hasil dari strategi yang dihasilkan.

Asal usul perspektif teori praktik dapat ditelusuri pada penelitian Wittgenstein (1951) atau Heidegger (1962). Kata “practice” menyiratkan lebih dari hanya sekadar praktis; kata ini mengaitkan penelitianpenelitan di bidang strategi dengan tradisi mendalam dari teori dan empiris dalam disiplin ilmu lain.

Tidak seperti dalam pendekatan ekonomi dan psikologis, untuk bidang strategi, ahli teori praktis menjauhkan diri dari metodologis individualisme. Teori praktis memperhatikan aktivitas manusia, sering disebut “praksis” (Reckwitz, 2002). Namun, dalam teori praktis, perilaku individu selalu tertanam dalam jaringan praktik sosial: praksis bergantung pada praktik. Oleh karena itu, perspektif praktik menghadapi salah satu isu sentral dalam studi sosial: bagaimana struktur sosial dan agensi manusia terhubung bersama dalam menjelaskan sebuah tindakan.

Bagi Bourdieu (1990), gagasan praktik adalah cara untuk menjelaskan bagaimana dunia objektif dan aktor subyektif bersatu dalam aksi sosial. Giddens (1984), dalam menghubungkan struktur sosial dan agensi manusia melalui teori strukturasi, menekankan keunggulan praktik sosial, yang disusun melalui ruang dan waktu. Dengan demikian, aktor manusia tidak pernah menjadi individu yang terpisah dari konteks, melainkan makhluk sosial yang kemungkinannya ditentukan oleh praktik-praktik di mana ia tenggelam didalamnya.

Ahli teori praktis secara khusus memberi penekanan terkait dengan bagaimana praktik-praktik yang mendasar ini dapat memiliki efek yang signifikan tetapi tersembunyi. Dengan demikian, misalnya, para ahli teori wacana (discourse theorists) memberikan perhatian pada bagaimana para aktor dibentuk oleh praktik-praktik diskursif sehari-hari yang mereka gunakan: “people are people in part because of the way they talk” (Fairclough, 2003; Foucault, 1977).

Selain itu, teori praktis menekankan pentingnya refleksivitas, yaitu, kebutuhan untuk secara kritis memeriksa praktik-praktik itu sendiri. Dengan demikian, Foucault (1994) mempromosikan analisis kritis terhadap bodies of knowledge dan Bourdieu (1990) menggarisbawahi pentingnya “sociology of sociology”.

Feldman dan Orlikowski (2011) membedakan tiga jenis pendekatan praktis, yaitu : empiris, teoretis, dan filosofis.

  • Pendekatan empiris mempelajari praktik sebagai bagian penting dari aktivitas pengorganisasian sehari-hari, baik dalam bentuk rutin maupun improvisasinya. Untuk SAP, pendekatan empiris ini mungkin hanya fokus pada mikro “strategi”, tanpa ketergantungan substansial pada teori praktik (Johnson et al., 2003).

  • Pendekatan teoretis secara eksplisit diambil dari teori praktik; fokus analisis di sini adalah pada efek praktik dan bagaimana praktik dihasilkan, diperkuat, dan diubah. Dengan demikian, pendekatan teoretis praktik ini lebih mampu membuat hubungan antara aktivitas mikro dan institusi makro.

  • Pendekatan filosofis melibatkan komitmen ontologis pada keutamaan praktik sosial, yang dikenal sebagai aktivitas pembentuk lintas waktu dan ruang — perspektif yang juga dapat digunakan dalam analisis kritis (Knights & Morgan, 1991).

Kami menyoroti di sini bagaimana praktik ini mengubah dirinya sebagai oposisi terhadap individualisme metodologis dan sebagai gantinya menekankan sifat yang melekat dari agensi manusia, pentingnya institusi sosial-makro, kemunculan serta desain, peran materialitas, dan pemeriksaan kritis terhadap yang lain. diterima begitu saja.

Fitur-fitur Khas dalam Penelitian SAP


Terdapat empat fitur khas dalam penelitian SAP, yaitu :

  • Pertama, penelitian SAP lebih mengacu pada teori praktik sosiologis daripada teori ekonomi. Penelitian SAP tentu saja berhubungan dengan beberapa tradisi teoretis yang mapan dalam manajemen strategis, seperti perspektif kapabilitas dinamis (Regne’r, 2003; Salvato, 2003) . Namun, penelitian SAP juga membawa ke dalam penelitian strategis manajemen teori sosial seperti Abbott, Bourdieu, de Certeau, Foucault, Garckelel, Giddens, Goffman, Habermas, Latour, dan lain-lain. Di sini, terletak prospek keterlibatan yang jauh lebih luas antara disiplin ilmu manajemen strategis dengan ilmu-ilmu sosial secara keseluruhan, membawanya jauh melampaui nilai-nilai ekonomi.

  • Kedua, SAP memperluas ruang lingkup dari apa yang dijelaskan oleh penelitian strategi. Walaupun kata “kinerja” telah menjadi kata kunci yang paling penting dalam literatur manajemen strategis pada periode 1980 - 2005 (Furrer, Thomas, & Goussevskaia, 2008), tetapi tidak ada studi dalam tinjauan kami yang hanya menjelaskan tentang kinerja ekonomi, setidaknya secara langsung . Penelitian SAP berkaitan dengan sejumlah luaran (outcome), seperti konsekuensi politik, atau efek dari alat strategi, atau keterlibatan jenis praktisi tertentu. Kinerja dalam literatur SAP, itu sering berarti lebih dari sekadar kinerja ekonomi. Kadang-kadang kinerja mengacu pada bagaimana manajer “melakukan” peran mereka (Goffman, 1959); kadang-kadang mengacu pada “performativitas”, bagaimana strategi sebagai praktik sosial, entah bagaimana, menghasilkan apa yang dimaksudkan (MacKenzie, 2006). Dengan demikian, SAP menambah penelitian konvensional dalam manajemen strategis dengan memperluas jangkauan luarannya, terutama dengan memperluas pemahaman dari kinerja.

  • Ketiga, dengan pembebasan penjelasan yang lebih luas dalam studi SAP telah membantu peneliti memperluas jenis organisasi yang diteliti. Penelitian tentang manajemen strategis biasanya fokus pada bagaimana manajer puncak membentuk kinerja ekonomi perusahaan milik swasta (Nag, Hambrick, & Chen, 2007; Ronda-Pupo & Guerras-Martin, 2011), banyak studi SAP telah meneliti tidak untuk organisasi nirlaba, termasuk universitas, administrasi kota, dan rumah sakit umum. Dalam hal ini, SAP telah secara signifikan memperluas cakupan sektoral dari penelitian manajemen strategis, membawanya melampaui perusahaan yang mencari laba. Selain itu, dalam memasuki sektor-sektor nirlaba ini, penelitian SAP harus membahas konteks kelembagaan, bukan hanya lingkungan ekonomi yang didefinisikan secara sempit.

  • Keempat, SAP telah mencapai perubahan metodologi yang substansial. Disiplin manajemen strategis secara tradisional lebih suka studi statistik, dengan ukuran sampel yang semakin meningkat (Ketchen, Boyd, & Bergh, 2008; Phelan, Ferreira, & Salvador, 2002). Dalam periode 1980 - 2006, hanya 7,9% dari artikel empiris pada Strategic Management Journal yang metodologinya murni kualitatif (Molina-Azorin, 2009).

Pendekatan SAP menunjukkan orientasi yang kuat untuk menggunakan berbagai macam metode kualitatif, yang seringkali digunakan dalam organisasi tunggal. Studi-studi ini sering didasarkan pada wawancara, biasanya di banyak tingkat organisasi (Mantere, 2005; Regne’r, 2003). Para peneliti SAP juga telah melakukan upaya yang luar biasa agar lebih dekat dengan subjek mereka. Metode tersebut telah termasuk pengamatan partisipan (Samra-Fredericks, 2010), penelitian tindakan (Heracleous & Jacobs, 2008), fotografi (Molloy & Whittington, 2005), video-etnografi (Liu & Maitlis), research subject diaries (Balogun & Johnson, 2005), dan work shadowing (Jarzabkowski & Seidl, 2008).


Gambar Penelitian di bidang manajemen menggunakan pendekatan strategy as practice

Practices: Enabling and Constraining Effects


Terkait dengan analisis praktik, para peneliti SAP telah membahas berbagai praktik, misalnya, perencanaan strategis, berbagai jenis praktik analitik, praktik sosial-material dan praktik strategi diskursif. Tentu saja, praktik, praksis, dan praktisi akan saling terkait erat

Perencanaan strategis telah mengambil tempat sentral dalam penelitian SAP, yang sangat berbeda dengan arus utama manajemen strategis (Furrer et al., 2008; Whittington & Cailluet, 2008). Perencanaan strategis merupakan praktik yang berkembang secara dinamis. Selain itu, penelitian SAP mengungkapkan bagaimana praktik perencanaan strategis dapat memungkinkan praksis yang lebih kompleks dan fleksibel. Jarzabkowski (2003) menyoroti bagaimana perencanaan strategis bertindak sebagai mediator kontradiksi organisasi: misalnya, kegiatan yang sangat kolaboratif, yang dituntut oleh perencanaan strategis, dapat membantu menyelesaikan tantangan strategis.

Menumbuhkan perhatian pada praktik analitis juga merupakan tantangan dalam pemikiran konvensional, khususnya yang berkaitan dengan nilai praktisnya. Misalnya, Jarratt dan Stiles (2010) telah mengidentifikasi tiga cara dalam menggunakan alat strategis: perilaku rutin yang diadopsi oleh mereka yang melihat dan memprediksi masa depan; memaksakan keterlibatan yang mengesampingkan struktur kolektif organisasi; dan interaksi reflektif antara proses strategi dan organisasi, budaya dan hubungan.

Dalam mode yang lebih reflektif ini, seorang ahli strategi sering mengadaptasi teknik analitik standar untuk kebutuhan mendesak mereka, walaupun daya tarik teknik-teknik sederhana seperti SWOT atau Five Forces mungkin tidak terletak pada kekuatan analitisnya. Dalam semangat ini, Moisander dan Stenfors (2009) berpendapat bahwa alat konvensional yang dirancang untuk pemecahan masalah rasional mungkin tidak cocok dengan budaya epistemik organisasi kontemporer, yang membutuhkan alat yang mendukung produksi dan pembelajaran pengetahuan secara kolektif, dimana analisis itu sendiri terikat dalam proses sosial yang kompleks.

Peneliti-peneliti SAP juga memusatkan perhatian pada peran penting dari berbagai praktik diskursif dalam membangun dan melegitimasi strategi, dimana seringkali dari perspektif kritis. Dalam studi awal, Vaara et al. (2004) meneliti legitimasi strategi aliansi dalam dan melalui praktik-praktik diskursif seperti problematisasi, rasionalisasi, objektifisasi, reframing, dan naturalisasi.

Contoh-contoh lain terkait dengan praktis dalam penelitian SAP dapat dilihat pada tabel dibawah ini,




Kesimpulannya, penelitian terkait studi SAP telah menunjukkan praktik strategis sebagai suatu hal yang kompleks, fleksibel, dan polivalen. Praktik-praktik ini melampaui analisis strategi rasional sederhana. SAP tidak memaksakan kendala-kendala yang kaku, tetapi sebaliknya memungkinkan dilakukannya iterasi dan adaptasi. Lebih jauh, praktik strategi tidak hanya sekadar membantu pengambilan keputusan, tetapi mereka berfungsi untuk include dan exclude, legitimate dan delegitimate, dan bahkan, berpotensi, untuk mengubah konsep organisasi itu sendiri.

Praxis: Understanding the Activity of Strategy-Making


Studi yang menyoroti praksis biasanya berupa urutan episode pembuatan strategi. Salah satu kekuatan dari pendekatan praktik umumnya adalah mengungkap aktivitas “di dalam” proses (Brown & Duguid, 2001), dengan kata lain untuk menggali lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi. Hal ini merupakan motivasi dari fokus “mikro-strategi” awal yang menjadi perspektif SAP (Johnson et al., 2003). Namun, para peneliti SAP memeriksa praksis tidak hanya untuk mendokumentasikan aktivitas itu sendiri tetapi juga untuk menerangkan sifat praktik yang dilakukan: praksis dan praktik saling bergantung.

Studi praxis membawa keterarahan empiris ke tema utama dalam literatur manajemen strategis. Berkenaan dengan pandangan berbasis sumber daya, misalnya, Ambrosini, Bowman, dan Burton-Taylor (2007) menghindari identifikasi inferensial sumber daya pembeda yang umum dalam penelitian arus utama dengan mengamati dengan seksama pekerjaan staf yang sebenarnya dalam dua organisasi penjualan hipotek yang yang mempunyai kinerja berbeda: seperti bagaimana karyawan berbicara dengan pelanggan dan bagaimana mereka diatur. Demikian pula, Salvato (2003) menggunakan wawancara dan observasi untuk mengidentifikasi secara langsung kegiatan sehari-hari yang mendasari kapabilitas dinamis dari dua perusahaan menengah yang sukses. Dia menemukan bahwa perusahaan-perusahaan ini mencapai dinamisme dengan rekombinasi yang cerdas dari “strategi mikro inti” yang stabil, (mis. dengan bekerja secara konsisten dengan desainer eksternal), sehingga menghindari perubahan yang mengganggu pada struktur organisasi yang mendasar: dinamisme memerlukan konservatisme tertentu. Singkatnya, dengan memperhatikan praksis, studi SAP ini menyoroti potensi signifikansi rincian di tingkat mikro untuk suatu konsep — seperti sumber daya, kapabilitas, dan emerge— yang sering digambarkan secara empiris pada tingkat yang jauh lebih tinggi.

Tema lain yang menjadi fokus perhatian studi praksis adalah pembuatan strategi, di mana tradisi arus utama biasanya berada di tingkat yang lebih tinggi (Gioia & Chittipeddi, 1991). Sebagai contoh Balogun dan Johnson (2005) menggunakan buku harian manajer sendiri untuk menunjukkan bagaimana interaksi informal sehari-hari antara manajer menengah — gosip dan desas-desus — membentuk sensasi seputar perubahan strategis dengan cara di luar kendali manajemen puncak.

Contoh-contoh lain terkait dengan praxis dalam penelitian SAP dapat dilihat pada tabel dibawah ini,




Practitioners: Roles and Identities of Actors


Meskipun banyak studi di atas memberikan wawasan ke dalam pekerjaan para praktisi, studi spesifik juga telah fokus pada peran dan identitas praktisi. Dari perspektif praktik, para praktisi bukanlah individu yang sederhana: mereka adalah makhluk sosial, yang memiliki keterampilan sosial-politik dan retoris, dan bahkan budaya dan gender nasional, semuanya membuat perbedaan dalam cara mereka bekerja dan apa yang dapat mereka capai (Rouleau, 2005; Samra -Fredericks, 2005).

Sementara penelitian strategi arus utama telah berkonsentrasi pada manajer puncak (Nag et al., 2007), SAP telah memperluas fokus setidaknya dalam dua arah.

  • Pertama, para peneliti SAP mulai memunculkan berbagai jenis spesialis strategi dalam agenda penelitian. Dengan demikian, sejalan dengan bukti untuk keberlangsungan perencanaan strategis, Angwin, Paroutis, dan Mitson (2009) dan Whittington, Basak-Yakis, dan Cailluet (2011) telah mendokumentasikan peran berpengaruh yang berkelanjutan dari para perencana strategis didalam organisasi besar. Apa yang muncul dari studi ini adalah bahwa perencana strategis membutuhkan keterampilan politik dan negosiasi yang tinggi: analisis strategi merupakan bagian kecil dari pekerjaan mereka. Dalam studi kasus yang lebih terperinci, Paroutis dan Pettigrew (2007) menunjukkan perencana strategis tingkat korporat sebagai aktor yang terus-menerus terlibat dalam pengorganisasian, pelatihan, dan mendukung tim unit bisnis yang bekerja pada strategi mereka sendiri. Banyak dari perencana strategis ini berasal dari latar belakang konsultan.

  • Arah kedua di mana SAP telah memperluas fokus penelitian manajemen strategi adalah minatnya dalam peran manajer menengah dalam strategi organisasi. Penelitian ini menunjukkan potensi peran penting manajer menengah sebagai pencipta, juru bahasa, dan komunikator strategi dalam organisasi mereka (Mantere, 2005, 2008; Rouleau, 2005).

Penelitian SAP juga telah mengungkapkan bagaimana peran dan identitas praktisi dibangun di dan melalui praktik diskursif dan praktik-praktik lainnya. Analisis diskursif telah menunjukkan bagaimana wacana strategi memberikan keamanan ontologis dan rasa kontrol untuk beberapa orang, dan pada saat yang sama dengan meminggirkan orang lain (Samra-Fredericks, 2005). Dengan demikian, beberapa jenis strategi wacana (mis. Mistifikasi, pendisiplinan, atau teknologi) dapat membuat beberapa aktor sentral sebagai “ahli strategi”, sehingga membuat yang lain dikecualikan dari strategi (Mantere & Vaara, 2008).

Contoh-contoh lain terkait dengan praktisi dalam penelitian SAP dapat dilihat pada tabel dibawah ini,



Kesimpulanya, studi SAP mulai mengenali berbagai pelaku dalam strategi. Ketika mereka melakukannya, mereka mempermasalahkan peran dan identitas strategi, menggarisbawahi bagaimana keterlibatan strategi dicapai dengan cara-cara yang halus.

Sumber : Eero Vaara and Richard Whittington, Strategy-as-Practice: Taking Social Practices Seriously, The Academy of Management Annals Vol. 6, No. 1, June 2012, 285 – 336