Bagaimana perkembangan genre musik Dangdut Koplo di Indonesia?

Musik koplo atau dikenal juga Dangdut koplo adalah sebuah sub aliran dalam musik Dangdut. Dengan ciri khas irama yang menghentak dari gendangnya.

2 Likes

Pada era tahun 2000 an seiring dengan kejenuhan Musik Dangdut yang original maka diawal era ini Para musisi di wilayah Jawa Timur di daerah pesisir Pantura mulai mengembangkan jenis Musik Dangdut baru yaitu seni Musik Dangdut Koplo. Dangdut Koplo ini merupakan mutasi dari Musik Dangdut setelah Era Dangdut Campursari yang bertambah kental irama tradisionalnya dan dengan ditambah dengan masuknya Unsur Seni Musik Kendang Kempul yang merupakan Seni Musik dari daerah Banyuwangi Jawa Timur dan irama tradisional lainya seperti Jaranan dan Gamelan.

Dan berkat kreatifitas para Musisi Dangdut Jawa Timuran inilah sampai saat ini Musik Dangduk Koplo yang Identik dengan Gaya Jingkrak pada Goyangan Penyanyi dan Musiknya ini saat ini sangat kondang dan banyak digandrungi segala kalangan masyarakat Indonesia.

Pada era Musik Dangdut Koplo inilah mulai memacu tumbuhnya Group Musik Dangdut yang lebih terkenal dengan sebutan OM atau Orkes Melayu antara lain OM. Sera, OM. Monata, OM Palapa, OM New Palapa, OM RGS dan OM yang lebih kecil lainya yang mengibarkan aliran Musik Dangdut Koplo di Nusantara ini.

Perkembangan Dangdut Koplo

Pengetahuan masyarakat akan Dangdut Koplo selalu terkait dengan penyanyi Inul Daratista. Realitas yang terjadi adalah Inul dianggap sebagai pionir akan Dangdut Koplo dalam industri musik tanah air. Namun sebenarnya Inul hanyalah salah satu yang beruntung dari sekian banyak penyanyi Dangdut Koplo di daerah pesisir pantai Utara, Pantura. Berkat teknologi video rekam mandiri, Inul yang terekam di pelbagai panggung hajatan, dengan goyangan sensual, menuai kontroversi, juga dukungan. Ihwal yang cukup disayangkan dari populernya Inul adalah fenomena goyang “Ngebor‟, bukan unsur musikal dari Dangdut Koplo itu sendiri –yang sebenarnya adalah tawaran baru dalam musikalitas Dangdut–. Padahal, secara musikalitas, Inul disokong oleh sajian musikal yang sama “liar‟nya.

Ada sebuah proses negosiasi kultural, nasional, bahkan global dalam aransemen lagu Inul. Musik yang menaungi perjalanan Inul merupakan buah percampuran yang mendukungnya melejit secara karir, dan perkembangan dari genre tersebut. Ihwal tersebut adalah ejawantah paling wantah dari yang terdengar, maupun terlihat, atas musik Dangdut Koplo itu sendiri

Dalam fase ini, intepretasi khalayak akan Dangdut Koplo seakan semakin beragam. Ada yang menyebutnya sebagai Dangdut “baru‟, ada yang menyebutnya sebagai Dangdut “perlawanan‟, ada yang menyebutnya Dangdut „campuran‟. Beragamnya intepretasi didasarkan atas posisi dan perkembangan Dangdut Koplo.

Bertolak dari perkembangan dangdut koplo tersebut. Merujuk seorang scholar Barat yang menelaah Dangdut dalam satu dekade belakangan, Andrew Weintraub, menyatakan:

“Dangdut etnik”, dibedakannya dari “dangdut murni” (dangdut piur), dan “dangdut biasa”, yang, ironisnya, berbasis musik film India dan berwarna India. Menurut Ukat (pencipta lagu dangdut), penekanan pada ciri- ciri musikal kedaerahan Indonesia, dan bukan India, mengokohkan status dangdut sebagai “musik nusantara”. (2012)

Dari pernyataan di atas, maka dapat diklasifikasikan dangdut atas, pertama, Dangdut etnik; kedua, Dangdut murni; dan ketiga, Dangdut biasa. Pembedaan musikal atas ketiga jenis Dangdut yang berkembang bersama ini adalah ihwal yang menarik. Terlebih para penikmat musik biasanya menikmati jenis Dangdut yang diproduksi di televisi, lazimnya adalah Dangdut Murni dan Dangdut Biasa. Sedangkan Dangdut Etnis adalah musik Dangdut yang dinikmati oleh masyarakat setempat di pelbagai daerah.

Terbentuknya Dangdut Etnis adalah ihwal yang menarik, terlebih dugaan Weintraub mengarah pada reproduksi dari musik Dangdut Biasa yang ke- India-india-an, ataupun Dangdut Pure yang ke-Melayu-melayu-an. Salah satu agen dari Dangdut biasa yang dimaknai nasional adalah Ellya Kadam dengan Boneka Cantik dari India. Setelah gelombang Dangdut tersiar besar- besaran di televisi, alih-alih masyarakat mengkonsumsinya dengan sempurna, masyarakat dalam lingkup etnis malah mereproduksinya menjadi Dangdut Etnis.

Masifnya perkembangan Dangdut Etnis di pelbagai daerah pun dilandaskan atas pelbagai ihwal, seperti: biaya pentas musisi Dangdut televisi yang besar, sehingga cukup sulit mendatangkan mereka di setiap kegiatan masyarakat; tubuh dan indera masyarakat yang lebih dekat dengan ciptaan Dangdut gaya „etnis‟; serta estetika yang dibentuk secara kultural akan musik di masyarakat. Namun ihwal yang lebih menarik adalah, masyarakat etnis yang mencipta Dangdut Etnis turut menonton Dangdut televisi. Mereka seakan mempunyai pembanding, dan tolak ukur dalam mencipta setiap repertoar pada Dangdut Etnis. Seraya diamini oleh Weintraub, analisisnya menyatakan bahwa:

Koplo membuat kita berpikir tentang sirkulasi dengan cara yang berbeda dari model pusatpinggiran (nasional-regional) satu-arah ala Orde Baru. Etos pementasan Koplo berakar pada tarian ronggeng di pedesaan Jawa. Musinya sangat kental dengan pengaruh berbagai gaya musikal, termasuk metal, house, dangdut, dan jaipongan. Hubungan interkultural antarkelompok etnis mendorong perkembangan gaya-gaya baru. Koplo melejit popularitasnya sesudah fenomena Inul (yang semula penyanyi rock dari Jawa Timur), yang menggabungkan goyang ngebor khasnya dengan dangdut (2012).

Analisis akan sirkulasi persebaran Dangdut Koplo, dirasa Weintraub sebagai perubahan yang satu arah. Perubahan satu arah tersebutlah yang ia rasa sebagai ruang hibrid bagi genre Dangdut Koplo pada khususnya, dan Dangdut Etnis pada umumnya. Terma interkultural menjadi penegas akan nyawa dan semangat Dangdut Koplo di bingkai penciptaan musik “baru‟.

Referensi

Raditya, Michael. 2017. Dangdut Koplo: Memahami Perkembangan Hingga Pelarangan. Jurnal Studi Budaya Nusantara . Vol 1 No.1 : 10-23.

Perkembangan genre music dangdut koplo

Tidak dipungkiri bahwa dangdut merupakan genre musik paling fenomenal di Indonesia. Kekuatan dangdut tidak hanya terdapat pada aspek musikal, namun turut terdapat pada aspek kontekstual. Dalam hal ini, dangdut selalu diibaratkan dekat dengan rakyat.

Eksistensi dangdut dapat terjaga karena jenis musik ini mau mengalami perkembangan seiring dengan perubahan zaman yang turut mempengaruhi kebudayaan, manusia, hingga pola pikir masyarakat. Selain itu, munculnya genre baru dalam musik tidak terlepas dari kreativitas para komposer, penulis lagu, musisi, masyarakat dan kebudayaan setempat.

Keberadaan musik dangdut turut berpengaruh pada fungsi simboliknya pada masyarakat, di mana nilai kebersamaan hadir. Acapkali dangdut turut menjadi media berbagi dan bersilahturahmi masyarakat pada waktu-waktu tertentu. Dangdut sebagai perayaan di setiap acara masyarakat. Bahkan, dangdut turut dijadikan media politik untuk mengumpulkan massa –atau menjadikan bintang dangdut sebagai anggota partai. Hal tersebut terjadi ketika Partai Golkar menggunakan Rhoma Irama sebagai lambang mereka (Weintraub, 2010). Masyarakat terpesona dengan hingar bingar sang raja Dangdut. Namun dalam perkembangannya, dangdut yang diusung Rhoma tidak sendiri, terdapat dangdut lainnya yang muncul di kala itu, yakni Dangdut Koplo.

Secara historis, asal kata dangdut sama gamangnya seperti penamaan dangdut koplo sekarang. Istilah Koplo itu sendiri masih dalam batas abu-abu. Jika ditelusuri dari KBBI Edisi Keempat Tahun 2008, terdapat kata Koplo (kop.lo) yang berartikan dungu (dalam bahasa jawa). Namun terdapat makna lainnya, yakni, Koplo pil yang mengandung zat psikotropika. Pembacaan lainnya yang membahas tentang dangdut koplo oleh Weintraub (2010), beliau menerangkan bahwa: istilah koplo yang mengacu pada gaya pementasan, irama gendang, tempo-cepat. Menurut pemahamannya istilah ini berasal dari “pil koplo”, musik koplo dulunya merupakan cara mengungkapkan perasaan teler tentang gaya tarian yang dianggap orang sebagai hal yang “sulit dipercaya” atau “ajaib”. Dangdut koplo tercipta pada awal sampai pertengahan 1990- an, dan meledak pada era pasca-soeharto. Pada dasarnya, dangdut koplo tercipta di Jawa Timur, tetapi tidak dapat dipastkan asalnya secara rinci. Dangdut koplo diperkirakan tidak berasal dari jawa timur, tetapi hanya berkembang saja. Hal tersebut dikarenakan, gendangan jaipongan yang masuk ke jawa timur sekitar tahun 1980an dan berkembang pada permainan musik di Jawa Timur (Weintraub, 2010). Alhasil tidak dapat dipungkiri perkembangannya yang menyebar secara luas.

Pada faktor musik, musiknya sangat kental dengan pengaruh berbagai gaya musikal, termasuk metal, house, dangdut dan jaipongan. Pada iringan musik dangdut koplo, dominasi tabla/kendang yang bersuarakan “dang” lebih dominan dibanding “dut”, atau teknik menggeser tangan di lapisan kulit tabla/kendang tersebut, dan dampak yang terjadi ketika “dang” lebih dominan membuat suasana semakin lebih semarak (HB Raditya, 2013). Penglihatan saya terhadap dominasi “dang” pada dangdut koplo juga memberikan perbedaan dengan dangdut yang didominasi “dut”, sehingga memberikan ruang joget tersendiri pada dangdut. Sedangkan dalam mengisi hal yang sama pada musik dangdut koplo, koplo melakukan banyak sengga’ansengga’an seperti halnya “dum plak ting ting joss” atau lainnya. Adanya perbedaan yang terjadi membuat terkadang dangdut koplo dipisahkan dari dangdut, namun sejatinya tidak.

Pada perkembangannya, dangdut koplo tersebar di jawa timur, dan persebaran paling luasnya terdapat di jalur pantura. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya grup dangdut koplo di sepanjang jalur pantura, dan pemasangan lagu dangdut koplo di sepanjang jalan pantura bila kita menaiki transportasi massal di sana. Persebaran dangdut koplo ke daerah lainya dapat dirasakan ketika fenomena Inul Daratista masuk ke industri musik nasional. Persebaran dangdut koplo makin luas bahkan sporadis. dangdut koplo mempunyai tempat tersendiri pada pertelevisian Indonesia, bahkan dangdut koplo menggantikan peran dangdut di televisi. Pedangdut yang menjunjung orisinalitas dangdut semakin tergeser posisinya. Sehingga terdapat sentimentsentimen tersendiri, hal tersebut terbukti ketika, penulis mendatangi sebuah seminar, yang di dalam seminar tersebut terdapat anggota dari Dangdut, beliau menyatakan bahwa “menurut Rhoma Irama, Koplo bukanlah jenis dari Dangdut, Koplo bukan Dangdut”. Pembacaan yang saya lakukan atas hal ini adalah akibat patronase yang terbatas dari pelaku dangdut. Terlebih suasana makin keruh ketika industri musik dangdut pada tahun belakangan ini menjadikan dangdut koplo sebagai kiblat.

Dangdut koplo pada perkembagannya telah menyebar ke seluruh penjuru, demam Inul daratista menjadi lonjakan yang sangat besar terhadap dangdut koplo. Hal tersebut membuat dangdut koplo semakin berkembang dan semakin dapat dinikmati oleh para pendengar musik Indonesia. Entah apakah dangdut koplo merupakan musik resistensi atas dangdut lazimnya, atau sebagai pencarian jati diri dari musik itu sendiri. Jika menilik dari segi performance, dangdut koplo sangat menonjolkan performa yang enerjik. Kekuatan dangdut koplo adalah ke-enerjikan musik dan penyanyi. Namun hal ini turut membuat stigma yang merugikan, karena dominan penyanyi dangdut koplo berpenampilan seksi. Persebaran yang meluas juga dikuatkan oleh pernyataan Weintraub bahwa : Grup-grup/Orkes Melayu (O.M.) dangdut koplo juga berjaya di berbagai daerah, sebagaimana terbukti dari VCD “Dangdut Koplo” yang dipasarkan hingga ke Maluku (2010). Tidak hanya itu, tahun 2015 ini, terdapat acara televisi yang berjudul “Bintang Pantura”, hingga dua seri.

Hal tersebut membuktikan bahwa persebaran Dangdut koplo yang berkembang sangat pesat. Dangdut koplo telah dikonsumsi oleh berbagai kalangan dari pelbagai daerah. Pengkonsumsian jenis musik ini di berbagai daerah membuat persebaran dangdut koplo semakin menyeluruh.

Di Jawa Timur dan Pantura, dangdut koplo kerap digunakan pada acara masyarakat, seperti: perkawinan, ulang tahun polisi, khitanan, upacara keagaman atau sebagainya. Setidaknya penggunaan inilah yang menjadikan dangdut koplo menjadi erat dengan dengan masyarakat. Disinilah peran kesenian pada masyarakat, kesenian menjadi hal yang sangat kuat, baik secara peran, fungsi, guna, hingga alasan kontekstual lainnya.

Referensi

Raditya, M H B. 2013. Dangdut Koplo: Selera Lokal Menjadi Selera Nasional. Jurnal Seni Musik. VOL 2 NO 2 : 1-6.